Ramadhan

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

fikih sahur dan keutamaannya

FIKIH SAHUR DAN KEUTAMAANNYA DEFINISI MAKAN SAHUR ▪️ Imam Nawawi rahimahullah menerangkan, وَقْتُ السَّحُورِ بَيْنَ نِصْفِ اللَّيْلِ وَطُلُوعِ الْفَجْرِ "Waktu sahur ialah dari pertengahan malam sampai waktu subuh." (Al-Majmu', VI/360) Jadi yang makan sahur secara sengaja sebelum pertengahan malam maka secara hukum dia tidak mendapatkan pahala makan sahur meski tentu saja puasanya tetap sah, akan datang penjelasan tentang ini di akhir pembahasan mengakhirkan makan sahur. Tentang disunnahkannya makan sahur, ada beberapa hal yang penting untuk kita ketahui. MAKAN SAHUR IALAH PEMBEDA ANTARA PUASANYA AHLUL HAQQ DENGAN AHLI BATIL • Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam bersabda, فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ “Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dengan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.” HR. Muslim (1096) ▪️ Asy-Syaikh Zaid al-Madkhali menjelaskan, وهذا أعظم ترغيب وأبلغ حث على ملازمة هذه السنة النافعة المفيدة التي جعلت علامة فارقة بين صوم أهل الحق أتباع محمد صلى الله عليه وسلم وبين صوم عباد الهوى والشيطان من أهل الكتاب الذين ضلوا وأضلوا عن سواء السبيل "Hadits ini berisikan motivasi terbesar dan anjuran mendalam untuk selalu menjalankan sunnah (makan sahur) yang bermanfaat ini. Sebab sunnah ini ditetapkan sebagai pembeda antara puasa Ahlul Haqq pengikut Muhammadshallallahu alaihi wasallamdengan puasanya penyembah hawa nafsu dan setan dari kalangan ahli kitab yang sesat dan menyesatkan dari jalan yang benar." (Al-Afnan an-Nadiyyah, III/141) TERDAPAT BERKAH PADA MAKAN SAHUR • Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam bersabda, تَسَحَّرُوا ؛ فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً "Makan sahurlah kalian! Karena padanya terdapat keberkahan." HR. Al-Bukhari (1923) dan Muslim (1095) ▫️Seorang sahabat Nabi berkata, دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَتَسَحَّرُ، فَقَالَ : " إِنَّهَا بَرَكَةٌ أَعْطَاكُمُ اللَّهُ إِيَّاهَا فَلَا تَدَعُوهُ " "Saya masuk menemui Nabishallallahu alaihi wasallam ketika beliau sedang makan sahur, lalu beliau bersabda, 'Sesungguhnya makan sahur adalah berkah yang Allah berikan untuk kalian, maka jangan kalian tinggalkan.'" -SHAHIH- (Ghayah al-Muna, XX/366) HR. An-Nasa'i (2162) ▫️ Irbadh bin Sariyah radhiyallahu 'anhu mengatakan, دَعَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى السُّحُورِ فِي رَمَضَانَ فَقَالَ : " هَلُمَّ إِلَى الْغَدَاءِ الْمُبَارَكِ " "Rasulullahshallallahu alaihi wasallam memanggil saya untuk makan sahur di bulan Ramadhan, beliau berkata, 'Kemarilah menuju makanan yang penuh berkah.'" -SHAHIH LI GHAIRIHI- (Shahih at-Targhib, 1067) HR. Abu Dawud (2344), an-Nasa'i (2163) BENTUK BERKAH MAKAN SAHUR Di antara berkah makan sahur, orang yang melakukannya akan mendapat; - limpahan rahmat dari Allah, - dan para Malaikat akan mendoakan dan memohonkan ampun kepada Allah untuk mereka yang sahur. Tentang dua poin ini, • Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam mengabarkan, السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ، فَلَا تَدَعُوهُ، وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ، فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى الْمُتَسَحِّرِينَ "Pada makan sahur terdapat berkah. Maka janganlah kalian tinggalkan sahur meski hanya minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mencurahkan shalawat untuk orang-orang yang sahur." -HASAN- (Shahih al-Jami', 3683) HR. Ahmad (11101) Juga termasuk bentuk berkah makan sahur ialah beberapa hal yang disebutkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah, ▪️ beliau berkata, أَنَّ الْبَرَكَةَ فِي السُّحُورِ تَحْصُلُ بِجِهَاتٍ مُتَعَدِّدَةٍ وَهِيَ اتِّبَاعُ السُّنَّةِ وَمُخَالَفَةُ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالتَّقَوِّي بِهِ عَلَى الْعِبَادَةِ وَالزِّيَادَةُ فِي النَّشَاطِ وَمُدَافَعَةُ سُوءِ الْخُلُقِ الَّذِي يُثِيرُهُ الْجُوعُ وَالتَّسَبُّبُ بِالصَّدَقَةِ عَلَى مَنْ يَسْأَلُ إِذْ ذَاكَ أَوْ يَجْتَمِعُ مَعَهُ عَلَى الْأَكْلِ وَالتَّسَبُّبُ لِلذِّكْرِ وَالدُّعَاءِ وَقْتَ مَظِنَّةِ الْإِجَابَةِ وَتَدَارُكُ نِيَّةِ الصَّوْمِ لِمَنْ أَغْفَلَهَا قَبْلَ أَنْ يَنَامَ "Berkah makan sahur didapatkan dari beberapa bentuk; - Menjalankan sunnah, - menyelisihi puasanya ahli kitab, - menguatkan badan orang yang berpuasa untuk beribadah dan menambah semangatnya, - menjauhkan perilaku jelek yang bisa muncul akibat rasa lapar, - dapat menjadi sebab untuk bersedekah kepada yang membutuhkan makanan sahur, atau makan sahur bersamanya, - menjadi bisa berdzikir dan berdoa pada waktu dikabulkannya doa [waktu sahur termasuk waktu mustajab untuk berdoa], - waktu sahur juga menjadikan seseorang sempat berniat puasa bagi yang lupa meniatkan sebelum tidur (bahwa besok berpuasa)." (Fathul Bari, IV/140) ▪️ Asy-Syaikh Abdullah al-Bassam rahimahullah juga menjelaskan, ومن بركة السحور صلاة الفجر مع الجماعة، وفي وقتها الفاضل، ولذا تجد المصلين في صلاة الفجر في رمضان أكثر منهم في غيره من الشهور؛ لأنَّهم قاموا من أجل السحور "Termasuk berkah makan sahur ialah bisa shalat subuh secara berjamaah di waktu yang utama, oleh karenanya kamu mendapati orang-orang yang mengerjakan shalat subuh (di masjid) pada bulan Ramadhan lebih banyak daripada di bulan-bulan lain di bulan-bulan di bulan-bulan lain karena mereka bangun untuk makan sahur." (Taudhih al-Ahkam, III/474) BERSEMANGAT UNTUK BANGUN MAKAN SAHUR Oleh karena banyaknya kebaikan yang bisa didapatkan dari makan sahur maka sepantasnya seseorang memiliki semangat dan antusias tinggi untuk menjalankannya. ▪️ Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah berkata, لا يترك السحور، بل يحرص الإنسان على أن يتسحر، ولو كان لا يشتهي الطعام فينبغي أن يحاول أن يأكل شيئاً ولو يسيراً عملاً بالسنة "Hendaknya seseorang tidak meninggalkan makan sahur, bahkan seharusnya dia bersemangat untuk makan sahur meskipun sedang tidak ingin makan, hendaklah dia tetap berusaha untuk makan walaupun hanya sedikit dalam rangka mengamalkan sunnah." (Tashil al-Ilmam, III/214) ADAKAH DZIKIR YANG DIBACA PADA SAAT MAKAN SAHUR ▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah menerangkan,  تناول السحور كتناول غيره، يعني يجب على الإنسان أن يسمي عند الأكل؛ لأن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أمر بالتسمية عند الأكل، وأخبر أن من لم يسم شاركه الشيطان في أكله، لكن لما كان السحور مأموراً به فإنه ينبغي للإنسان أن يستحضر عند تناول السحور بأنه إنما تسحر امتثالاً لأمر الرسول صلى الله عليه وعلى آله وسلم، واقتداء به صلى الله عليه وعلى آله وسلم، واستعانة بذلك على الصيام، وإذا فرغ من منه حمد الله، فإن الله تعالى يرضى عن العبد يأكل الأكلة يحمده عليها، ويشرب الشربة فيحمده عليها، وليس هناك ذكر مخصوص للسحور "Makan sahur sama seperti makan biasanya, artinya seseorang wajib untuk membaca bismillah sebelum makan, karena Nabi memerintahkan untuk membaca bismillah sebelum makan dan beliau mengabarkan orang yang tidak membaca bismillah maka setan akan ikut makan bersamanya.  Namun karena makan sahur ini ialah amalan yang diperintahkan selayaknya seseorang menghadirkan dalam hatinya ketika sedang makan sahur bahwa; - dia melakukannya dalam rangka mematuhi perintah Rasulullah ﷺ,  - meneladani beliau,  - dan untuk membantunya agar ringan ketika menjalani ibadah puasa.  Apabila dia sudah selesai maka dia memuji Allah,  إنَّ الل‍َّهَ لَيَرضى عَنِ العبْدِ يأكُلُ الأكْلةَ فيحمَدُهُ عليها، ويشرَبُ الشَّرْبةَ فيحمَدُهُ عليها "Sesungguhnya Allah benar-benar ridha kepada seorang hamba yang makan lalu dia memuji Allah atas nikmat makanan tersebut dan dia minum lalu memuji Allah atas nikmat minuman tersebut." HR. Muslim (2734)  Tidak ada dzikir khusus yang dibaca ketika makan sahur." (Fatawa Nur 'alad Darb, VII/284) ▪️ Beliau juga mengatakan,  وأما ما يفعله بعض العامة عند انتهائه من السحور، فيقول: اللهم إني نويت الصيام إلى الليل، فإن هذا من البدع، لأن التكلم بالنية في جميع العبادات بدعة؛ لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال، أو أنه كان يقول عند فعل العبادة: نويت أن أفعل كذا وكذا  "Yang dilakukan oleh sebagian orang awam ketika selesai dari makan sahur lalu membaca, 'Allahumma inni nawaytush shiyaam ilal lail' maka sesungguhnya ini termasuk bid'ah/amalan baru dalam agama. Karena melafazhkan niat dalam seluruh ibadah hukumnya bid'ah, tidak pernah Nabishallallahu alaihi wasallam mengucapkan ketika ingin melakukan ibadah, 'saya berniat untuk melakukan ibadah ini, ini..'." (Fatawa Nur 'alad Darb, VII/288)  Mengakhirkan waktu makan sahur Di samping makan sahur adalah sunnah, juga ada sunnah lain yang terkait makan sahur, yaitu makan sahur tidak terlalu jauh dengan waktu shalat subuh.  Sebagai gambaran, selesainya makan sahur Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam ialah sekitar 5 sampai 15 menit sebelum beliau mengerjakan shalat subuh.  ▫️ Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu,  أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَزَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ تَسَحَّرَا فَلَمَّا فَرَغَامِنْ سَحُورِهِمَا قَامَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الصَّلَاةِ، فَصَلَّى، قُلْنَا لِأَنَسٍ : كَمْ كَانَ بَيْنَ فَرَاغِهِمَا مِنْ سَحُورِهِمَا وَدُخُولِهِمَا فِي الصَّلَاةِ ؟ قَالَ : قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً "Nabi Muhammadshallallahu alaihi wasallam dan Zaid bin Tsabit pernah makan sahur bersama. Setelah mereka selesai Nabishallallahu alaihi wasallam pun bangkit untuk shalat subuh dan beliau pun shalat." Kami bertanya kepada Anas, 'Berapa jarak waktu antara selesainya sahur beliau berdua dengan waktu masuk mengerjakan shalat?'  قَدْرُ مَا يَقْرَأُ الرَّجُلُ خَمْسِينَ آيَةً "Seukuran orang membaca lima puluh ayat." HR. Al-Bukhari (576) Tidak disebutkan hitungan menitnya dikarenakan di masa itu belum dikenal satuan detik, menit, atau yang semisal.  ▪️ Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah menyebutkan bahwa 50 ayat berkisar antara 5 hingga 10 menit (Fatawa Nur 'alad Darb, XVI/41),  ▪️ Asy-Syaikh al-Utsaimin memperkirakan di kisaran 10 sampai 15 menit (Syarah Riyadhus Shalihin, V/285). BAGAIMANA GAMBARAN MENGAKHIRKAN MAKAN SAHUR YANG BENAR ▪️ Asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan,  يؤخره ما لم يخش طلوع الفجر، فإن خشي طلوع الفجر فليبادر، فمثلاً إذا كان يكفيه ربع ساعة في السحور فيتسحر إذا بقي ربع ساعة، وإذا كان يكفيه خمس دقائق فيتسحر إذا بقي خمس دقائق "Ukuran mengakhirkan pelaksanaan makan sahur ialah seukuran dia tidak khawatir masuk waktu subuh. Apabila dikhawatirkan waktu subuh masuk maka hendaklah bersegera.  Seandainya 15 menit cukup untuk waktunya makan sahur maka hendaklah dia makan sahur ketika subuh tersisa 15 menit lagi.  Seandainya 5 menit sudah cukup untuk waktunya makan sahur maka hendaklah dia makan sahur ketika subuh tersisa 5 menit lagi." (Asy-Syarh al-Mumti', VI/434) Penting diingat bahwa 'sempat' yang disebutkan oleh beliau di atas ialah dengan ukuran dia bisa makan dan minum dengan tenang. Dan masing-masing orang berbeda-beda dalam hal ini. Jadi sunnah mengakhirkan makan sahur ialah dengan; - Memulai makan sahur seukuran sempat menyelesaikannya tanpa terburu-buru,  - dan jarak antara selesainya dia makan sahur dengan adzan subuh tidak lama, hanya hitungan menit.  Adapun mengakhirkan dengan melakukan makan sahur di waktu yang sangat mepet sekali dengan waktu subuh sehingga menyebabkan makannya juga terburu-buru ini bukan bentuk mengakhirkan yang benar.  ▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin mengingatkan,  وينبغي للمرء أن يكون مستعداً للإمساك قبل الفجر خلاف ما يفعله بعض الناس إذا قرب الفجر جدًّا قدم سحوره زاعماً أن هذا هو أمر الرسول صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بتأخير السحور، ولكن ليس هذا بصحيح، فإن تأخير السحور إنما ينبغي إلى وقت يتمكن الإنسان فيه من التسحر قبل طلوع الفجر "Hendaklah seseorang telah dalam keadaan siap untuk memulai puasanya sebelum masuk waktu subuh. Berbeda dengan yang dilakukan oleh sebagian orang yang jika waktu subuh sudah sangat dekat sekali barulah memulai makan sahur dan dia menyangka bahwa inilah yang diperintahkan oleh Rasulullahshallallahu alaihi wasallam untuk mengakhirkan makan sahur, akan tetapi yang seperti ini tidak benar, karena mengakhirkan makan sahur ialah di waktu yang dia masih memungkinkan untuk makan sahur sebelum masuk waktu subuh." (Majmu' Fatawa wa Rasa'il, XIX/295) JIKA WAKTU SUBUH TELAH MASUK SEDANGKAN MAKANAN MASIH DI MULUT ▪️ Imam Nawawi rahimahullah menerangkan,  أَنَّ مَنْ طَلَعَ الْفَجْرُ وَفِي فِيهِ طَعَامٌ فَلْيَلْفِظْهُ وَيُتِمَّ صَوْمُهُ فَإِنْ ابْتَلَعَهُ بَعْدَ عِلْمِهِ بِالْفَجْرِ بَطَلَ صَوْمُهُ وَهَذَا لَا خِلَافَ فِيهِ  "Bagi orang yang ketika fajar telah terbit (masuk awal waktu shalat subuh) sedangkan di mulutnya masih terdapat makanan maka harus dia keluarkan lalu meneruskan puasanya. Jika dia menelannya dalam kondisi tahu bahwa waktu subuh benar telah masuk maka puasanya batal. Tidak ada perselisihan dalam hal ini." (Al-Majmu', VI/311) ▪️ Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan,  وَذَهَبَ الْجُمْهُور إِلَى اِمْتِنَاع السُّحُور بِطُلُوعِ الْفَجْر وَهُوَ قَوْل الْأَئِمَّة الْأَرْبَعَة وَعَامَّة فقهاء الأمصار وروى معناه عن عمر وابن عَبَّاس "Mayoritas ulama berpendapat sudah tidak boleh lagi melakukan makan sahur pada saat waktu shalat subuh telah masuk. Ini adalah pendapat imam madzhab yang empat serta keumuman pakar fikih di berbagai negeri. Diriwayatkan semakna ini dari Umar dan Ibnu Abbas." (Tahdzib Sunan Abu Dawud, dicetak bersama Aun al-Ma'bud, VI/341) • Sedangkan hadits yang berbunyi,  إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمُ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلاَ يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِىَ حَاجَتَهُ مِنْهُ “Jika salah seorang di antara kalian mendengar adzan sedangkan wadah makan masih di tangannya, maka janganlah dia meletakkannya hingga selesai menunaikan hajatnya.” HR. Abu Dawud (2350), Ahmad (10629) Maka; - Ulama berselisih, apakah hadits ini shahih atau tidak. Pakar hadits di masa terdahulu, Imam Abu Hatim ar-Razi ialah salah satu yang berpendapat bahwa riwayat ini lemah (Al-Ilal, I/123). Jika lemah maka sudah jelas isi kandungannya tidak bisa dijadikan landasan beramal.  - Jika hadits ini benar shahih, maka dalam bentuk penerapan kandungannya pun harus dipastikan seperti apa, ulama memiliki pandangan yang berbeda-beda, bahkan sampai enam pendapat, (Mir'ah al-Mafatih, VI/468-470). Atas dasar ini, maka tentu langkah yang baik jika; - dia telah berhenti dari makan sahur sebelum masuk jadwal waktu subuh yang diedarkan untuk bulan Ramadhan,  - atau dia tutup segera makannya dengan minum ketika sudah masuk jadwal, di kondisi sedang kesiangan.  MENGGUNAKAN JADWAL YANG DIKELUARKAN OLEH DEPAG SETEMPAT IALAH BENTUK KEHATI-HATIAN YANG PADA TEMPATNYA  Ada penjelasan bagus dan lengkap dari Al-Allamah Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah tentang masalah ini, inti pembahasan yang kita angkat berada di paragraf terakhir.  ▪️ Beliau mengatakan,  "Wajib atas seorang mukmin untuk mulai menahan dari pembatal puasa seperti makan, minum, dan yang lainnya ketika sudah jelas fajar telah terbit (masuk waktu subuh) jika puasa itu ialah puasa wajib seperti puasa Ramadhan, puasa nadzar, atau kaffarah, berdasarkan firman Allah 'azza wa jalla,  وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ ۚ  "Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam." QS. Al-Baqarah: 187 Apabila dia mendengar adzan dan telah tahu bahwa muadzin melakukan adzan tepat pada saat masuk waktu subuh maka dia wajib untuk memulai puasanya saat itu. Tapi jika muadzin mengumandangkan adzan sebelum masuknya waktu subuh maka dia belum wajib untuk menahan dari pembatal puasa, dia masih boleh untuk makan dan minum sampai betul-betul jelas fajar telah terbit.  Jika dia tidak mengetahui kondisi muadzin apakah melakukan adzan sebelum masuknya subuh atau ketika sudah masuk subuh maka yang lebih utama dan lebih hati-hati ialah dia sudah menahan ketika adzan telah terdengar, tapi tidak masalah jika dia minum atau makan ketika sedang adzan tersebut karena dia belum mengetahui waktu subuh telah masuk. Dimaklumi bahwa orang-orang yang tinggal di kota yang telah ada pencahayaan listrik tidak mampu untuk melihat terbitnya fajar dengan mata kepalanya secara langsung tepat pada waktunya, akan tetapi hendaklah dia berhati-hati dengan bersandar pada adzan atau jadwal yang telah ada yang menetapkan waktu subuh dengan jam dan menitnya dalam rangka pengamalan  • sabda Nabi ﷺ,  دع ما يريبك إلى ما لا يريبك 'Tinggalkanlah yang membuatmu ragu kepada perkara yang tidak membuatmu ragu.' • Dan sabda beliau ﷺ,  من اتقى الشبهات فمد استبرأ لدينه وعرضه 'Barang siapa yang menjaga diri dari perkara yang samar maka dia telah menjaga agama dan kehormatannya." Hanya kepada Allah kita memohon petunjuk." (Majmu' Fatawa wa Maqalat, XV/285-286) CATATAN: Batas akhir makan dan minum sebelum berpuasa ialah masuknya waktu shalat subuh. Bukan 10 atau sekian menit sebelum waktu subuh. Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengingatkan tentang perkara ini,  ▪️ beliau berkata,  تَنْبِيهٌ مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ مَا أُحْدِثَ فِي هَذَا الزَّمَانِ مِنْ إِيقَاعِ الْأَذَانِ الثَّانِي قَبْلَ الْفَجْرِ بِنَحْوِ ثُلُثِ سَاعَةٍ فِي رَمَضَانَ وَإِطْفَاءِ الْمَصَابِيحِ الَّتِي جُعِلَتْ عَلَامَةً لِتَحْرِيمِ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ عَلَى مَنْ يُرِيدُ الصِّيَامَ “Peringatan: Termasuk hal baru yang mungkar adalah apa yang terjadi di zaman ini yaitu adanya pengumandangan adzan kedua sekitar ⅓ jam (± 20 menit) sebelum waktu subuh di bulan Ramadhan serta memadamkan lampu-lampu sebagai pertanda telah tiba waktu haram untuk makan dan minum bagi yang berpuasa." (Fathul Bari, IV/199) MAKAN SEBELUM TENGAH MALAM DENGAN MAKSUD MAKAN SAHUR ▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin menjelaskan,  أن أولئك القوم الذين يأكلون السحور في أول الليل ثم ينامون لم يمتثلوا هذا الحديث؛ لأن السحور هو ما أكل في السّحَر، وهؤلاء يتسحرون وينامون قبل نصف الليل، فنقول: هؤلاء لم يحصلوا على الأجر، ولكن حصلوا على ملء بطونهم "Orang-orang yang makan sahur di awal malam kemudian setelah itu mereka tidur ini tidak teranggap menjalankan hadits (perintah untuk makan sahur), karena makan sahur ialah makanan yang dimakan di waktu sebelum subuh, sedangkan mereka melakukan makan sahur kemudian tidur sebelum tengah malam, maka kami katakan, mereka yang melakukannya tidak mendapatkan pahala makan sahur, mereka hanya mengisi penuh perut mereka." (Fath Dzil Jalali wal Ikram, VII/124) ✍️ -- Jalur Masjid Agung @ Kota Raja -- Hari Ahadi [ Penggalan pembahasan Risalah Fushul fish Shiyam ] _________________ ▶️ Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala. 📡 https://t.me/nasehatetam 🖥 www.nasehatetam.net
5 tahun yang lalu
baca 16 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

fikih shalat tarawih

FIKIH SHALAT TARAWIH APAKAH BACAAN SURAH PADA SHALAT TARAWIH SENDIRIAN DIKERASKAN (JAHR)? Ada penjelasan bagus dan bermanfaat dari Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah tentang masalah ini, dan jawaban dari poin pembahasan sekarang terletak diujung keterangan beliau. ▪️ Asy-Syaikh al-Utsaimin rahimahullah berkata, الجهر بالقراءة في الصلاة الجهرية ليس على سبيل الوجوب ، بل هو على سبيل الأفضلية ، فلو أن الإنسان قرأ سرّاً فيما يشرع فيه الجهر لم تكن صلاته باطلة ؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم قال ( لا صلاة لمن لم يقرأ بأم القرآن ) ولم يقيد هذه القراءة بكونها جهراً أو سراً ، فإذا قرأ الإنسان ما تجب قراءته سرّاً أو جهراً فقد أتى بالواجب ، لكن الأفضل فيما يسن فيه الجهر كالركعتين الأوليين من صلاتي المغرب والعشاء وكصلاة الفجر وصلاة الجمعة وصلاة العيد وصلاة الاستسقاء وصلاة التراويح وما أشبه ذلك مما هو معروف ، ولو تعمد الإنسان وهو إمام أن لا يجهر فصلاته صحيحة ، لكنها ناقصة ، أما المنفرد إذا صلى صلاة جهرية فإنه يخير بين الجهر والإسرار ، وينظر ما هو أنشط له وأقرب إلى الخشوع فيقوم به "Membaca surah dengan dikeraskan pada shalat jahriyah hukumnya tidak wajib. Tapi sifatnya keutamaan. Seandainya seseorang membaca secara lirih di shalat yang disyariatkan untuk di-jahr-kan maka shalatnya tidak batal. • Karena Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِأُمِّ الْقُرْآنِ 'Tidak sah shalatnya orang yang tidak membaca surah Al-Fatihah." HR. Al-Bukhari (756) dan Muslim (394) Nabi shallallahu alaihi wasallam tidak menentukan bacaan ini apakah dengan dikeraskan atau secara lirih. Jadi apabila seseorang sudah membaca surah yang wajib untuk dibaca baik itu dengan suara lirih atau dengan dikeraskan maka dia telah menjalankan kewajiban. Akan tetapi yang utama ialah (mengeraskan bacaan surah) pada shalat (jahriyyah) yang disunnahkan untuk dikeraskan, seperti. - dua rakaat pertama shalat maghrib dan isya, - shalat subuh, - shalat Jum'at, - shalat ied, - shalat istisqa', - shalat tarawih, dan yang semisalnya yang telah diketahui. Jika seorang imam tidak mengeraskan bacaan surahnya pada shalat-shalat ini secara sengaja maka shalatnya tetap sah tapi nilainya kurang. Jika seseorang shalat sendirian dalam mengerjakan shalat jahriyyah maka dia boleh memilih antara membaca surah dengan dikeraskan atau dengan lirih. Dia pertimbangkan mana yang membuatnya lebih semangat dan lebih dekat dengan kekhusyuan maka itu yang dia lakukan." (Fatawa Nur 'alad Darb, kaset no. 84)¹ ¹ Baca juga: Al-Jami' fi Ahkam Shifah ash-Shalah (III/264) PESAN UNTUK YANG MENJADI IMAM SHALAT Memperpanjang shalat atau mengerjakannya seperti biasa saja antara panjang dan pendek ditentukan dengan memperhatikan keadaan para makmum. ▪️ Al-Allamah Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah berkata, العبرة بالأكثرية والضعفاء، فإذا كان الأكثرية يرغبون في الإطالة بعض الشيء وليس فيهم من يراعى من الضعفة والمرضى أو كبار السن فإنه لا حرج في ذلك، وإذا كان فيهم الضعيف من المرضى أو من كبار السن، فينبغي للإمام أن ينظر إلى مصلحتهم. "Yang menjadi bahan pertimbangan adalah mayoritas jamaah dan orang-orang lemah. Apabila kebanyakan jamaah menginginkan agar shalat dikerjakan lebih panjang dan di antara makmum tidak ada yang harus diperhatikan keadaannya seperti orang lemah, orang sakit, atau orang yang sudah berusia lanjut, maka tidak masalah (diperpanjang). Tapi apabila di antara jamaah ada orang yang lemah, orang yang sakit, dan yang sudah tua maka hendaknya imam memperhatikan kemaslahatan mereka." (Al-Jawab ash-Shahih, hlm. 16) ▪️ Beliau rahimahullah juga berkata, هذا أمر مطلوب في جميع الصلوات، في التراويح وفي الفرائض لقوله - صلى الله عليه وسلم -: «أيكم أم الناس فليخفف، فإن فيهم الضعيف والصغير وذا الحاجة » فالإمام يراعي المأمومين ويرفق بهم في قيام رمضان، وفي العشر الأخيرة، وليس الناس سواء، فالناس يختلفون فينبغي له أن يراعي أحوالهم ويشجعهم على المجيء وعلى الحضور؛ فإنه متى أطال عليهم شق عليهم ونفرهم من الحضور، فينبغي له أن يراعي ما يشجعهم على الحضور ويرغبهم في الصلاة ولو بالاختصار وعدم التطويل، فصلاة يخشع فيها الناس ويطمئنون فيها ولو قليلا خير من صلاة يحصل فيها عدم الخشوع ويحصل فيها الملل والكسل "Memperhatikan keadaan makmum ialah hal yang dituntut pada seluruh shalat, pada shalat tarawih dan shalat wajib berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ, "Siapapun di antara kalian yang menjadi imam bagi manusia hendaklah dia persingkat, karena di tengah mereka ada orang yang lemah, anak kecil, dan memiliki kesibukan."¹ ¹ Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, dan yang lainnya dengan lafazh yang berbeda-beda Maka imam hendaknya memperhatikan kondisi makmumnya, bersikap lembut kepada mereka dalam hal berdiri dan juga pada 10 malam terakhir (Ramadhan). Manusia tidak sama, manusia berbeda-beda, maka hendaknya imam; - memiliki perhatian terhadap kondisi para makmum, - dan menyemangati mereka untuk datang dan menghadiri shalat, karena apabila shalatnya panjang maka itu membuat mereka kesulitan dan lalu mereka jadi enggan untuk hadir lagi. Jadi sepantasnya untuk memperhatikan hal yang dapat membuat hati mereka bersemangat untuk hadir dan bisa memotivasi mereka untuk mengerjakan shalat meski itu dengan shalat yang pendek dan tidak panjang. Shalat yang dikerjakan dengan khusyuk oleh orang-orang dan bisa thuma'ninah meskipun tidak lama ini lebih baik daripada pengerjaan shalat yang tidak menghadirkan kekhusyuan dan dikerjakan dengan bosan dan rasa malas." (Majmu' Fatawa wa Maqalat, XI/336-337) Dan juga menjadi hal yang terpenting untuk diperhatikan orang yang menjadi imam ialah menjaga kesempurnaan rukun-rukun shalat.  ▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, ما هو الضابط لمقدار القراءة في كل ركعة في التراويح، هل يكفي أن يقرأ الإمام نصف القرآن في الشهر أو ثلثيه؟ Apa ketentuan ukuran membaca surah pada tiap raka'at shalat tarawih. Apakah cukup bagi imam untuk membaca setengah Al-Qur'an dalam satu bulan atau membaca dua pertiganya? ▪️ Beliau rahimahullah menjelaskan, إذا كان الناس محصورين فعلى رغبتهم إن شاء طول وإن شاء قصر، وأما إن كانوا غير محصورين فلا ينبغي أن يطول القراءة، أي: فليس بلازم أن تكمل القرآن، لا تطل به فتمله، لكن أهم شيء هو الركوع والسجود، والقيام بعد الركوع والجلوس بين السجدتين والتشهد "Apabila jamaah sifatnya terbatas maka sesuai dengan keinginan mereka, jadi jika ingin imam bisa memanjangkan dan bila ingin dia persingkat. Adapun apabila jumlah makmum tidak terbatas siapa maka tidak selayaknya untuk memperpanjang sekali bacaan, artinya bukan suatu keharusan untuk kamu menuntaskan Al-Qur'an dalam satu bulan (di shalat tarawih). Jangan kamu memperpanjang sehingga bisa menjadi bosan. Tetapi perkara yang paling penting paling penting adalah (sempurnanya) rukuk, sujud, bangkit setelah rukuk, dan duduk diantara dua sujud serta duduk tasyahhud." (Al-Liqa' asy-Syahri, no. 52) JIKA HAFALAN AL-QUR'AN TIDAK BANYAK ▪️ Asy-Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah mengatakan, يجوز لك أن تردد السور في صلاة التراويح، لعموم قول الله تعالى: ﴿فاقرءوا ما تيسر من القرآن﴾. "Kamu boleh mengulang-ulangi surah-surah pada shalat tarawih berdasarkan keumuman kandungan firman Allah ta'ala, فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ ۚ "Bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Qur'an." QS. Al-Muzammil: 20 (Fatawa Nur 'alad Darb, kaset no. 26) Jadi hanya membaca surah yang itu-itu saja karena keterbatasan hafalannya ini tidak masalah. Dan bila ingin membaca surah yang belum dia hafal pada shalat tarawih dia bisa membacanya dari mushaf. SHALAT DENGAN MEMEGANG MUSHAF ▪️ Berkata Imam al-Bukhari rahimahullah, وَكَانَتْ عَائِشَةُ يَؤُمُّهَا عَبْدُهَا ذَكْوَانُ مِنَ المُصْحَفِ "Aisyah radhiyallahu 'anha pernah shalat dan yang menjadi imam ialah budak beliau yang bernama Dzakwan dengan membaca dari mushaf." (Kitab al-Adzan: Bab Imamah al-'Abdi wa al-Maula) ▪️ Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, وَهَذَا الَّذِي ذَكَرْنَاهُ مِنْ أَنَّ الْقِرَاءَةَ فِي الْمُصْحَفِ لَا تُبْطِلُ الصَّلَاةَ مَذْهَبُنَا وَمَذْهَبُ مَالِكٍ وَأَبِي يُوسُفَ وَمُحَمَّدٍ و أَحْمَدَ "Pendapat akan sahnya shalat dengan membaca melalui mushaf yang saya sebutkan ini merupakan madzhab kami (Syafi'iyah), Malik, Abu Yusuf, Muhammad asy-Syaibani, dan Ahmad." (Al-Majmu', IV/95) ▪️ Al-Allamah Ibnu Baaz rahimahullah menerangkan, فلا حرج على المؤمن أن يقرأ من المصحف إذا دعت الحاجة إلى ذلك في التراويح, أو في قيام الليل, أو في صلاة الكسوف؛ لأن المقصود أن يقرأ كتاب الله في هذه الصلوات, وأن يستفيد من كلام ربه-عز وجل-وليس كل أحد يحفظ القرآن, أو يحفظ السور الطويلة من القرآن فهو في حاجة إلى أن يسمع كلام ربه, وأن يقرأه من المصحف فلا حرج في ذلك. وقد رأى بعض أهل العلم منع ذلك ولكن بدون دليل "Tidak masalah bagi seseorang untuk membaca dari mushaf ketika diperlukan di shalat tarawih, shalat malam, atau shalat gerhana. Karena tujuan utamanya ialah untuk membaca Al-Qur'an pada saat shalat-shalat tersebut dan mengambil pelajaran darinya. Tidak setiap orang hafal Al-Qur'an atau hafal surah-surah panjang. Dalam keadaan dia perlu untuk mendengarkan firman Allah. Jadi tidak masalah membacanya melalui mushaf. Sebagian ulama tidak membolehkan namun tanpa pegangan dalil." (Fatawa Nur 'alad Darb, IX/454-455) SIAPKAN MEJA KECIL ATAU KURSI UNTUK MELETAKKAN MUSHAF SAAT POSISI RUKUK Asy-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah mengingatkan point ini, ويلاحظ أن السنة والأفضل أن يوضع على كرسي مرتفع يكون حول المصلي يضعه عليه, فإذا قام من السجود أخذه لا يضعه في الأرض؛ لأن احترامه متعين فإذا تيسر كرسي أو شيء مرتفع وضعه عليه, أما إذا ما تيسر شيء فلا بأس أن يضعه على الأرض النظيفة الطيبة "Dan perlu diingat, bahwa yang sunnah dan afdal ialah meletakkan mushaf di kursi yang dekat dengan tempat shalatnya. Lalu saat bangkit dari sujud dia ambil kembali mushafnya. Dan jangan meletakkannya di lantai. Karena memuliakan Al-Qur'an hukumnya wajib. Jadi bila ada kursi atau benda apapun yang berada di atas permukaan lantai; maka dia letakkan mushafnya di sana. Tapi bila memang tidak ada; tidak masalah diletakkan di lantai namun yang bersih dan suci." (Dinukil dari https://binbaz.org.sa/old/28793 ) YANG LEBIH UTAMANYA LEWAT HAFALAN Tadi yang dibahas ialah tentang hukum, yaitu boleh membaca surah dengan memegang mushaf ketika sedang shalat. Akan tetapi apabila kita membahas tentang yang afdalnya, maka tentu jika membaca surah melalui hafalan ketika sedang shalat akan lebih baik. ▪️  Al-Allamah Ibnu Baaz berkata, من تيسر له أن يقرأ حفظاً فذلك أولى وأكمل، أما من لا يتيسر له ذلك لأنه لا يحفظ القرآن فلا مانع من أن يقرأ من المصحف "Bagi yang mudah membaca surah (di dalam shalat) melalui hafalan maka ini lebih utama dan lebih sempurna, adapun jika seseorang kesulitan bila lewat hafalan maka tidak masalah membaca dari mushaf." (Fatawa Nur 'alad Darb) ▪️ Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah menyebutkan alasannya, وأما في الصلاة : فالأفضل أن يقرأ عن ظهر قلب ؛  وذلك لأنه إذا قرأ من المصحف فإنه يحصل له عمل متكرر في حمل المصحف ، وإلقائه ، وفي تقليب الورق ، وفي النظر إلى حروفه ، وكذلك يفوته وضع اليد اليمنى على اليسرى على الصدر في حال القيام ، وربما يفوته التجافي في الركوع والسجود إذا جعل المصحف في إبطه ، ومن ثَمَّ رجحنا قراءة المصلي عن ظهر قلب على قراءته من المصحف "Apabila di dalam shalat maka yang utama dia membaca surah melalui hafalan. Karena jika membaca dari mushaf maka dia akan melakukan gerakan yang terus-menerus untuk memegangi mushaf, meletakkannya, memindahkan halaman, dan melihat kepada huruf-hurufnya. Demikian juga akan membuatnya terlepas dari sunnah meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di dada ketika sedang berdiri, dan bahkan juga bisa terlepaskan dari melebarkan lengan di posisi rukuk dan sujud apabila dia meletakkan mushaf di ketiaknya. Dengan alasan-alasan ini kami berpendapat agar orang yang mengerjakan shalat membaca surah melalui hafalannya saja daripada dia membaca dari mushaf." (Al-Muntaqa min Fatawa asy-Syaikh Shalih, pertanyaan no. 16) Tapi kembali lagi pada pembahasan sebelumnya, jika dia perlu untuk memegang mushaf ketika shalat maka tidak masalah. PERLUKAH MEMBACA SHALAWAT TIAP HABIS SALAM DI SHALAT TARAWIH? Setelah salam dari dua raka'at shalat tarawih tidak ada bacaan khusus yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Sehingga bila masih belum melanjutkan tarawih berikutnya, seseorang diberikan kebebasan apakah ingin duduk saja, membaca Al-Qur'an, berdzikir, membaca shalawat, minum, atau apapun. Jika memilih berdzikir atau bershalawat setelah salam dari dua raka'at shalat tarawih maka seseorang tidak boleh mengkhususkan waktu dan tata cara tertentu dalam pelaksanaannya. Karena jika sudah menetapkan waktu dan tata cara pelaksanaan sama artinya telah menetapkan suatu aturan dalam ibadah. Padahal kita sepakat, bahwa aturan dalam ibadah hanya ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah ﷺ. Sedangkan jika dilakukan secara bersama-sama dengan suara keras dan ditetapkan rutin tiap selesai salam dua raka'at atau empat raka'at, maka berikut ini keterangan sejumlah ulama yang menjelaskan tentang hukumnya. ▪️ Al-Faqih Ibnu al-Haaj al-Fasi rahimahullah berkata, وينبغي له أن يتجنب ما أحدثوه من الذكر بعد كل تسليمتين من صلاة التراويح ومن رفع أصواتهم بذلك والمشي على صوت واحد فإن ذلك كله من البدع وكذلك ينهى عن قول المؤذن بعد ذكرهم بعد التسليمتين من صلاة التراويح: الصلاة يرحمكم الله فإنه محدث أيضا والحدث في الدين ممنوع وخير الهدي هدي محمد - صلى الله عليه وسلم - ثم الخلفاء بعده ثم الصحابة - رضوان الله عليهم أجمعين - ولم يذكر عن أحد من السلف فعل ذلك فيسعنا ما وسعهم "Hendaklah imam menjauhi amalan yang diadakan oleh orang-orang yaitu dzikir setiap selesai salam shalat tarawih. Dan mereka mengeraskan suara juga dilakukan dengan bersama-sama. Karena semua itu termasuk amalan yang baru dan diada-adakan. Demikian juga ucapan muadzin setelah mereka membaca dzikir setelah salam dari shalat tarawih itu 'الصلاة يرحمكم الله', sesungguhnya ini juga amalan baru dalam agama, dan amalan baru dalam agama terlarang. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad ﷺ, kemudian Khulafaur Rasyidin, kemudian para sahabat radhiyallahu 'anhum ajma' in, dan tidak disebutkan ada seorang pun dari kalangan salaf yang melakukan hal itu, hendaklah kita mencukupkan dengan amalan yang sudah mencukupi mereka." (Al-Madkhal ila Tanmiyah al-A'mal, II/293-294) ▪️ Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu asy-Syaikh rahimahullah berkata, الاجتماع الراتب على الذكر ونحوه كالصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم في أَعقابها مبتدع غير مشروع "Membaca dzikir atau yang semisalnya seperti shalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam secara bersamaan yang dilakukan secara rutin tiap selesai salam shalat tarawih adalah hal yang baru dan tidak disyariatkan." (Fatawa wa Rasa'il, II/247) ▪️ Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah ditanya, ما حكم رفع الصوت بالصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ، والترضي عن الخلفاء الراشدين بين ركعات التراويح ؟ "Apa hukumnya mengeraskan suara dalam bershalawat kepada Nabi dan mendoakan Khulafaur Rasyidin agar mendapatkan ridha Allah di antara raka'at shalat tarawih?" ▪️ Beliau menjelaskan, لا أصل لذلك- فيما نعلم- من الشرع المطهر ، بل هو من البدع المحدثة ، فالواجب تركه ، ولن يصلح آخر هذه الأمة إلا ما أصلح أولها ، وهو اتباع الكتاب والسنة ، وما سار عليه سلف الأمة ، والحذر مما خالف ذلك "Tidak ada dasar dalil amalan tersebut dari syariat yang suci ini -dari yang kami ketahui-. Bahkan amalan itu termasuk amalan baru yang diada-adakan, maka wajib untuk ditinggalkan. Tidak akan baik keadaan akhir umat ini kecuali dengan melakukan hal yang telah membuat baik keadaan umat awalnya. Yaitu mengikuti Al-Qur'an dan sunnah, serta mengikuti jalannya para pendahulu umat dan menghindari semua hal yang menyelisihi itu." (Majmu' Fatawa wa Maqalat, XI/369) Dari keterangan sejumlah ulama di atas kita memahami bahwa yang diingkari oleh mereka ialah karena membuat bentuk khusus dengan menetapkan itu dibaca setelah salam shalat tarawih dan melakukannya secara berjamaah. Adapun jika melakukan dzikir atau amalan lain setelah salam masing-masing dan tanpa mengkhususkan, maka itu haknya dan itu akan menjadi kebaikan tambahan baginya. BACA JUGA : SILSILAH FIKIH PUASA LENGKAP ✍ -- Jalur Masjid Agung@Kota Raja -- Hari Ahadi [ Penggalan pembahasan Risalah Fushul fish Shiyam ] _________________ ▶️ Mari ikut berdakwah dengan turut serta membagikan artikel ini, asalkan ikhlas insyaallah dapat pahala. https://t.me/nasehatetam www.nasehatetam.net
5 tahun yang lalu
baca 14 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

takhrij hadits suara dahsyat di bulan ramadhan

TAKHRIJ HADITS PALSU SEPUTAR SUARA YANG MUNCUL DI BULAN RAMADHAN Oleh Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah 6471 - (إِذَا كَانَتْ صَيْحَةٌ فِي رَمَضَانَ؛ فَإِنَّهُ يَكُونُ مَعْمَعَةٌ فِي شَوَّالٍ، وَتَمْيِيزُ الْقَبَائِلِ فِي ذِيِ الْقَعْدَةِ، وَتُسْفَكُ الدِّمَاءُ فِي ذِيِ الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمِ وَمَا الْمُحَرَّمُ؟ (يَقُولُهَا ثَلَاثاً) ، هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ، يُقْتَلُ النَّاسُ فِيهَا هَرْجاً هَرْجاً. قُلْنَا: وَمَا الصَّيْحَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:هَدَّةٌ فِي النِّصْفِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ جُمُعَةٍ؛ فَتَكُونُ هَدَّةٌ تُوقِظُ النَّائِمَ، وَتُقْعِدُ الْقَائِمَ، وَتُخْرِجُ الْعَوَاتِقَ مِنْ خُدُورِهِنَّ فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ، فِي سَنَةٍ كَثِيرَةِ الزَّلَازِلِ. فَإِذَا صَلَّيْتُمُ الْفَجْرَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ؛ فَادْخُلُوا بُيُوتَكُمْ، وَاغْلِقُوا أَبْوَابَكُمْ، وَسُدُّوا كُوَاكُمْ، وَدِثِّرُوا أَنْفُسَكُمْ، وَسُدُّوا آذَانَكُمْ، فَإِذَا أحسَسْتُمْ بِالصَّيْحَةِ فَخِرُّوا لِلَّهِ سُجَّداً، وَقُولُوا: سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ ,سُبْحَانَ الْقُدُّوسِ، رَبُّنَا الْقُدُّوسُ؛ فَإِنَّه مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ؛ نَجَا، وَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ؛ هَلَكَ) . *موضوع* أخرجه نعيم بن حماد في كتابه "الفتن" (1/228/738) "Jika telah muncul suara di bulan Ramadhan, maka akan terjadi huru-hara di bulan Syawal, kabilah-kabilah saling bermusuhan di bulan Dzul Qa’dah, dan terjadi pertumpahan darah di bulan Dzul Hijjah dan Muharram, Dan apa maksudnya Muharram? dia mengatakannya tiga kali, jauh jauh sekali (dari kebenaran), orang-orang dibunuh pada bulan tersebut secara meluas, besar besaran, kami pun bertanya: “Suara apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Suara ini terjadi di pertengahan bulan Ramadhan, pada malam Jumat, sehingga membangunkan orang yang tidur, dan menjadikan jatuh terduduk orang yang berdiri, dan para gadis keluar dari pingitannya, pada malam Jumat di tahun terjadinya banyak gempa, apabila kalian telah melaksanakan shalat Subuh pada hari Jumat pada pertengahan Ramadhan, maka masuklah kalian ke dalam rumah-rumah kalian, tutuplah pintu-pintunya, sumbatlah lubang-lubangnya, dan selimutilah diri kalian, sumbatlah telinga kalian. Jika kalian merasakan adanya suara menggelegar, maka menyungkur bersujudlah kalian kepada Allah dan ucapkanlah: “Mahasuci Allah Al-Quddus, Mahasuci Allah Al-Quddus, Rabb kami Al-Quddus”, karena barangsiapa yang melakukannnya, niscaya ia akan selamat, tetapi barangsiapa yang tidak melakukan hal itu, niscaya akan binasa”. HADITS PALSU Nu'aim bin Hammad mengeluarkannya dalam Kitabnya Al Fitan (1/228/738) Menceritakan kepada kami Abu Umar dari Ibnu Lahi'ah berkata: "Menceritakan padaku Abdulwahhab bin Husain dari Muhammad bin Tsabit Al Bunani dari bapaknya dari Al Harits Al Hamdani dari Ibnu Mas'ud _radhiallahu 'anhu_ dari Nabi ﷺ bersabda: "..."lalu dia menyebutkannya Aku katakan (Asy Syaikh Al AlBani): "Matan teks ini palsu, dan jalur sanadnya lemah lagi bertalian dengan beragam cacat penyakit sebagai berikut: [1] PERTAMA Penulis sendiri, Nu'aim bin Hammad, karena sebenarnya bersamaan dia termasuk dari imam-imam Sunnah dan para pembelanya, namun bukan dijadikan sebagai hujjah dalam apa yang dia riwayatkan. Sebab An Nasa-i berkata tentangnya: "Dia bukan orang yang Tsiqoh (terpercaya)." Dan sebagian mereka menuduh dia dengan pemalsuan. Dan Alhafidz Adz Dzahabi dengan keterbukaannya yang dikenal, tidak mampu untuk berkata-kata tentangnya -setelah menyebutkan silang pendapat tentang perihalnya- kecuali, aku berkata: "Aku tidak menyangkanya dia memalsukan!" [2] KEDUA Gurunya, Abu Umar yaitu: Ash Shafar: sebagaimana tertera tentangnya pada selain hadits ini. Dan namanya Hammad bin Waqid, dia itu Dhaif/lemah. Bahkan berkata Al Bukhori: "Mungkarul Hadits." [3] KETIGA Ibnu Lahi'ah, dia terkenal dengan kedhaifan/lemah setelah terbakar kitab-kitabnya. [4] KEEMPAT Abdulwahhab bin Husain: tidak diketahui kecuali dengan sanad-sanad yang lemah ini. Dan sungguh Al Hakim telah menyebutkannya, hadits yang lain dari jalur Nu'aim bin Hammad: "Menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah darinya dengan sanadnya yang tadi dari Ibnu Mas'ud secara marfu' tentang keluarnya Dabah/binatang setelah terbitnya matahari dari tempat tenggelamnya, bila ia keluar, maka dia memukul iblis sedang dia sujud... al hadits, kemungkaran-kemungkaran yang banyak, sampai-sampai berkata Al Hakim sendiri: "Saya mengeluarkannya sebagai sikap heran, tatkala padahal dia itu dekat dengan apa yang kami berada didalamnya." Dan buktinya bahwasanya Uqbah berkata (4/522): "Muhammad bin Tsabit bin Aslam Al Bunani termasuk paling lemahnya dari orang-orang Bashrah dan anak-anaknya tabi'in, kecualinya bahwa Abdulwahhab bin Husain itu majhul/tidak dikenal." dan Adz Dzahabi mengikuti dengan ucapanya: "Saya katakan: "Dia memiliki kepalsuan, wasalam." Dan Al Hafidz telah mencantumkan biografi dalam Al Lisan untuk Abdulwahhab ini dengan ucapan Al Hakim tersebut, dan berikutnya Adz Dzahabi tentangnya, dan beliau menyetujuinya. [5] KELIMA Muhammad bin Tsabit Al Bunani: "Dia lemah, secara sepakat, dan saya tidak tahu bagaimana Al Hakim telah menjalankannya?! [6] KEENAM Al Harits Al Hamdani, dia : yang A'war buta sebelah: "lemah juga, dan sebagian mereka telah menuduhnya dengan kedustaan." Kesimpulannya, maka sanad-sanad ini dengan beragam bencana dan cacat-cacat yang enam, sebagai suatu sanad-sanad yang binasa, dan teks matan yang tersusun palsu dengan tanpa keraguan, tidak ada padanya kemanisan kalam kenabian, bahkan sesungguhnya itu buatan tangan dan melampaui batas secara nyata. Dan sungguh telah mengambilnya riwayat-riwayat para orang yang dhaif lemah di masa silam, mereka menambahkan dalam teks matannya dan menguranginya sesuai dengan hawa nafsu mereka, dan mereka menyusunkannya pada sanad-sanad dari Abu Hurairah dan selainnya, dan sungguh saya telah mengeluarkannya pada perihal hadits yang telah berlalu (6178 dan 3179) Ini, dan sungguh sebab yang mengundang saya untuk mengeluarkan takhrij hadits ini dan membongkar cacat-cacatnya ialah karena banyaknya pertanyaan orang-orang tentangnya di awal pekan dari bulan Ramadhan Al Mubarok saat ini pada tahun 1414 H, dan karena saya menanyakan tentang sebab kenapa? katanya: ada salah satu dari para pengkhotbah sufi yang berkhotbah dengannya, dan memperingatkan mereka akan terjadinya apa yang ada di dalam isinya tentang malam Jum'at 15 dari bulan yang sedang berjalan ini, yaitu setelah empat hari dari sejak penginformasiannya. Dan orang-orang akan mengetahuinya dalam waktu dekat insyaAlloh tentang kedustaannya, pastilah mereka akan mengambil sebuah pelajaran, dan mereka akan mengetahui bahwasanya tidak setiap yang berkhotbah, berarti dia alim, dan bahwasanya tidak setiap yang menyampaikan hadits dengan suatu hadits atau lebih banyak, berarti dia seorang muhadits ahli hadits. Dan bagi Allah-lah segala urusan makhluk-Nya. . Dan inilah kita sekarang berada di hari Sabtu yang bertalian dengan hari Jum'at yang dia isyaratkan padanya, dan tidak terjadi apapun seperti yang dia sebutkan dalam hadits: "Teriakan atau suara yang menjadikan bangun orang yang tidur, dan tidak pula keluar wanita-wanita dari tempat pingitannya, dan tidak ada pula salah satu dari orang-orang yang shalat menutup lubang-lubang rumah mereka, menyelimuti diri-diri mereka, dan menyumbat telinga-telinga mereka. Tidak ada seorangpun yang melakukan dari pada hal itu, sampaipun si pendusta besar yang memperdengarkan hadits ini dan orang bodoh yang menyambungkannya dan membantu untuk menyiarkannya, sampaipun mereka ini, aku tidak menyangkannya seorangpun akan melakukan hal itu. iya, memang terjadi musibah besar kepada orang-orang shalat di masjid Al Khalil di bagian tepi barat sana, dan diserang jamaah dengan senjata mesin (otomatis) dari Yahudi, mereka muslimin dalam keadaan sujud di subuh hari Jum'at, dan terbunuh dari mereka puluhan, dan ratusan luka-luka, lalu tidak ada sesuatu setelah itu selain pidato-pidato pergerakan, dan protes-protes politik di berbagai negeri islam, dan demonstrasi pada sebagian rakyat-rakyatnya. wala haula wala quwata illa billah  , dan saya tidak tahu apabila keadaan penyebaran hadits ini tentang hari Jum'at dan fitnah Yahudi padanya adalah sebagai tanda adanya hubungan diantara keduanya. ستُبْدي لك الأيامُ ما كُنتَ جاهلًا.. ويأتِيكَ بالأنْبَاء مَنْ لَمْ تُزَوّدِ.. Akan berlalu hari-hari bagimu terhadap apa yang sebelumnya kamu tidak mengetahuinya.. Dan akan mendatangimu dengan berita-berita dari orang yang kamu tidak mempersiapkannya.. [Silsilatul Ahaditsidh Dha'ifah wal Maudhu'ah Wa Atsaruhas Sayi Fil Ummah No.6471] Sumber: https://bit.ly/2JTMEmv BACA JUGA : HADITS SUARA DI HARI JUMAT 15 RAMADHAN Mift@h_Udin Kawunganten, 17 Sya'ban 1441H https://telegram.me/salafykawunganten
5 tahun yang lalu
baca 7 menit

Tag Terkait

penetapan-awal-ramadhanpenetapan-puasa-ramadhan-2019ramadhan-1442keutamaan-ramadhanramadhan-saat-covidqadha-ramadhanbulan-ramadhanpenentuan-awal-ramadhanqadha-puasa-ramadhanpuas-ramadhanpada-bulan-ramadhansaat-ramadhanmenyambut-ramadhanpuasa-ramadhansemangat-ibadah-di-rumah-pada-bulan-ramadhan-penuh-berkah-di-masa-wabahawal-ramadhanhadits-dhaif-di-bulan-ramadhanpenentuan-ramadhanitikaf-ramadhanumrah-ramadhanakhir-ramadhanpuasa-di-bulan-ramadhanwanita-di-bulan-ramadhanfatwa-ramadhansuci-di-siang-hari-ramadhanketika-bulan-ramadhanwajibnya-berpuasa-ramadhan10-terakhir-ramadhanartikel-ramadhankajian-tentang-ramadhanmalam-terakhir-ramadhantidak-berpuasa-ramadhanwajib-mengqadha-puasa-ramadhanhukum-wanita-tidak-puasa-tiga-kali-ramadhankitab-majalis-syahri-ramadhanbagi-wanita-hamil-pada-bulan-ramadhanhukum-tidur-seharian-di-bulan-ramadhanberihram-di-akhir-ramadhanminum-obat-pencegah-haid-saat-ramadhanmelaksanakan-puasa-ramadhanramadhan-berdasarkan-perbedaan-mathlaramadhanpuasa-bulan-ramadhanniat-untuk-puasa-ramadhantidak-berpuasa-di-bulan-ramadhanhukum-wanita-hamil-tidak-puasa-ramadhanpada-bulan-ramadhan-di-siang-hariramadhan-mubaraksambut-ramadhansafar-berpuasa-di-bulan-ramadhankeutamaan-sepuluh-hari-terakhir-ramadhandoa-menyongsong-bulan-ramadhanmengqadha-ramadhan-untuk-pasien-ginjalperbedaan-waktu-siang-hari-bulan-ramadhanlandasan-penentuan-awal-dan-akhir-bulan-ramadhanhukum-rukyatul-hilal-ramadhancara-menetapkan-ramadhanhutang-puasa-ramadhanberhutang-puasa-ramadhan10-hari-akhir-ramadhanmarhaban-ya-ramadhanjihad-di-bulan-ramadhan10-hari-pertama-ramadhanumroh-backpacker-ramadhanbagaimana-mengqadha-puasa-ramadhancara-mengqadha-puasa-ramadhan-tahun-lalunasihat-menyambut-ramadhanpersiapan-puasa-ramadhanfiqih-puasa-ramadhanhukum-puasa-ramadhanmasuknya-waktu-ramadhanyang-diwajibkan-puasa-ramadhankajian-ramadhanberjualan-di-siang-hari-ramadhanpenentuan-ramadhan-dan-idul-fitri