Adab & Akhlak

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

sebab matinya qalbu - oleh : ibrahim bin adham -

SEBAB MATINYA QALBU Suatu hari Ibrahim bin Adham rahimahullah melewati sebuah pasar di Kota Bashrah ( Iraq ), maka ketika itupun manusia mengerumuninya, seraya bertanya, "Wahai Abu Ishaq, mengapa kami telah berdo'a namun tidak kunjung dikabulkan?" Berkata Abu Ishaq, "Karena hati-hati kalian telah mati disebabkan 10 hal: Mereka bertanya, "Apa itu?" Beliau menjawab, ① Kalian mengenal Allah namun kalian tidak memberikan hak-hak Nya. ② Kalian telah mengaku cinta Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam namun kalian tinggalkan jalannya. ③ Kalian membaca Al-Qur'an namun tidak beramal dengan apa yang ada didalamnya. ④ Kalian memakan dari nikmat Allah namun kalian tidak mensyukurinya. ⑤ Kalian mengatakan bahwa syaiton itu musuh kalian namun kalian mencocoki amalannya. ⑥ Kalian mengatakan jannah itu ada namun kalian tidak beramal untuk mendapatkannya. ⑦ Kalian mengatakan neraka itu benar adanya namun kalian tidak lari darinya. ⑧ Kalian mengatakan bahwa kematian itu ada namun kalian tidak menyiapkan bekal untuk menghadapinya. ⑨ Kalian terjaga dari tidur namun kalian sibuk dengan aib manusia (ghibah yang haram) dan meninggalkan aib kalian sendiri. ⑩ Kalian memakamkan orang-orang yang wafat, namun kalian tidak mengambil pelajaran dari mereka. (Jami' Bayanil 'Ilmi Wa Fadhlihi, 12/2) [Abdurrahman Al-Bakasy] __________________________ 💠 [ قلـوبنا ماتت والـسبب ] !!! 🔖 مر إبراهيم بن أدهم - رحمه الله - بسوق البصرة ؛ فاجتمع الناس إليه ، ❒  .وقالوا : يا أبا إسحاق : ما لنا ندعوا فلا يستجاب لنا ؟ ❍ قال : لأن قلوبكم ماتت بعشرة أشياء .!! ❒  قالوا : وما هي  ؟! 🔖 قال : 1⃣ - أنكم عرفتم الله ؛ فلم تؤدوا حقه . 2⃣ - زعمتم أنكم تحبون رسول الله ﷺ ، ثم تركتم سنته . 3⃣ -  قرأتم القرآن ، ولم تعملوا به . 4⃣ - أكلتم نعمة الله ، ولم تؤدوا شكرها . 5⃣ - قلتم إن الشيطان عدوكم ، ووافقتموه 6⃣ - قلتم إن الجنة حق ، فلم تعملوا لها. . 7⃣ - قلتم إن النار حق ، ولم تهربوا منها . 8⃣ - قلتم إن الموت حق ، فلم تستعدوا له . 9⃣ - انتبهتم من النوم ، واشتغلتم بعيوب الناس ، وتركتم عيوبكم . 0⃣1⃣ - دفنتم موتاكم ، ولم تعتبروا بهم. 📝 المصــدر : [ جامع بيان العلم وفضله (2/12) ] https://bit.ly/fawaidilmiyyah
9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ada asap, ada api - sebab munculnya hasad

Ada Asap Ada Api Mungkin anda pernah mendengar pepatah ini " Ada asap ada api " yaitu segala sesuatu itu pasti ada sebabnya. Demikian juga hasad, dia tidaklah muncul dengan sendiri kalau tidak ada hal yang memicunya dan menyebabkannya. Maka perlu kiranya kita pengetahui faktor-faktor pemicu munculnya hasad karena dengan mengetahui penyebab dari suatu penyakit kita bisa mengetahui obatnya. Berkata Al Imam Ibnu Qudama dalam kitab Mukhtashor Minhajul Qosidin " Sebab-sebab terjadinya hasad banyak sekali. Di antaranya: Permusuhan, . Takabur (sombong),  Bangga diri, Ambisi kepemimpinan, Jeleknya jiwa  Kebakhilannya. Hasad yang paling dahsyat adalah yang ditimbulkan oleh permusuhan dan kebencian. Karena orang yang disakiti orang lain dengan sebab apapun, akan menumbuhkan kebencian dalam hatinya, serta tertanamnya api kedengkian dalam dirinya. Kedengkian itu menuntut adanya pembalasan, sehingga ketika musuhnya tertimpa bala` ia pun senang dan menyangka bahwa itu adalah pembalasan dari Allah untuknya. Sebaliknya, jika yang dimusuhinya memperoleh nikmat, ia tidak senang. Maka, hasad senantiasa diiringi dengan kebencian dan permusuhan. Adapun hasad yang ditimbulkan oleh kesombongan, seperti bila orang yang setingkat dengannya memperoleh harta atau kedudukan maka ia khawatir orang tadi akan lebih tinggi darinya. Ini mirip hasad orang-orang kafir terhadap Rasulullah n sebagaimana yang dikisahkan Allah Ta'ala: “Kalian tidak lain kecuali manusia seperti kita.” (Yasin: 15) Yakni mereka heran dan benci bila ada orang yang seperti mereka memperoleh derajat kerasulan, sehingga mereka pun membencinya. Demikian pula hasad yang ditimbulkan oleh ambisi kepemimpinan dan kedudukan. Misalnya ada orang yang tak ingin tertandingi dalam bidang tertentu. Ia ingin dikatakan sebagai satu-satunya orang yang mumpuni di bidang tersebut. Jika mendengar di pojok dunia ada yang menyamainya, ia tidak senang. Ia justru mengharapkan kematian orang itu serta hilangnya nikmat itu darinya. Begitu pula halnya dengan orang yang terkenal karena ahli ibadah, keberanian, kekayaan, atau yang lainnya, tidak ingin tersaingi oleh orang lain. Hal itu karena semata-mata ingin menyendiri dalam kepemimpinan dan kedudukan. Dahulu, ulama Yahudi mengingkari apa yang mereka ketahui tentang Nabi Muhammad Sholallahu alaihi wa sallam serta tidak mau beriman kepadanya, karena khawatir tergesernya kedudukan mereka. Adapun hasad yang ditimbulkan oleh jeleknya jiwa serta bakhilnya hati terhadap hamba Allah Ta'ala, bisa jadi orang semacam ini tidak punya ambisi kepemimpinan ataupun takabur (kesombongan). Namun jika disebutkan di sisinya tentang orang yang diberi nikmat oleh Allah Ta'ala, sempitlah hatinya. Jika disebutkan keadaan manusia yang goncang serta susah hidupnya, ia bersenang hati. Orang yang seperti ini selalu menginginkan kemunduran orang lain, bakhil dengan nikmat Allah Ta'ala atas para hamba-Nya. Seolah-olah manusia mengambil nikmat itu dari kekuasaan dan perbendaharaannya. Demikianlah, kebanyakan hasad yang terjadi di tengah-tengah manusia disebabkan faktor-faktor tadi. Dan seringnya terjadi antara orang-orang yang hidup sejaman, selevel, atau antar saudara. Oleh karena itu, anda dapati ada orang alim yang hasad terhadap alim lainnya, dan tidak hasad terhadap ahli ibadah. Pedagang hasad terhadap pedagang yang lain. Sumber semua itu adalah ambisi duniawi, karena dunia ini terasa sempit bagi orang yang bersaing." Hati-hati Hasad Menyerang Manusia Yang Sederajat Coba anda cermati bagian terakhir dari ucapan Ibnu Qudamah sebelumnya bahwa hasad biasanya muncul dari orang yang sederajat hal ini senada dengan ucapan Imam Ibnu Taimiyah Rohimahullah Ta'la : "Dan hasad diantara para wanita sering terjadi dan mendominasi, terutama diantara para istri-istri pada satu suami. Seorang wanita cemburu karena adanya para istri yang lain yang menyertainya. Demikianlah hasad sering terjadi diantara orang-orang yang berserikat dalam kepemimpinan atau harta jika salah seorang dari mereka mendapatkan bagian dan yang lainnya luput dari bagian tersebut. Demikian juga hasad terjadi diantara orang-orang yang setara karena salah seorang diantara mereka lebih dari pada yang lain. Sebagaimana para saudara nabi Yusuf, demikian juga hasadnya salah seorang anak Adam kepada yang lainnya. Ia hasad kepada saudaranya karena Allah menerima korbannya sementara kurbannya tidak diterima. Ia hasad kepada kelebihan yang Allah berikan berupa keimanan dan ketakwaan –sebagaimana hasadnya yahudi terhadap kaum muslimin- sehingga iapun membunuh saudaranya karena hasad tersebut" (Majmuu' Al-Fatawa 10/125-126) Oleh karena itu kita mendapati pedagang bakso hasad dengan pedagang bakso lainnya, dia tidak hasad dengan juragan mebel yang ada didepannya walaupun penghasilan juragan mebel jauh lebih besar darinya. Hal ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kecendrungan untuk mengungguli orang yang sederajat dengannya dan ini merupakan perkara yang lumrah selama tidak menimbulkan kebencian dan kedengkian dengan sesama,sehingga ketika benih-benih kedengkian mulai tumbuh segeralah musnakan jangan biarkan dia berkembang...✍ الله المستعان و عليه التكلان Antara Hasad dan Ghibthah Dari uraian yang telah disebutkan, jelaslah bahwa hasad adalah suatu sifat yang tercela karena pelakunya mengharapkan hilangnya nikmat yang Allah berikan kepada orang lain, serta kebenciannya memperoleh nikmat tersebut. Adapun ghibthah adalah seseorang menginginkan untuk mendapatkan sesuatu yang diperoleh orang lain, tanpa menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari orang itu. Yang seperti ini tidak mengapa dan tidak dicela pelakunya. Jika irinya dalam hal ketaatan maka pelakunya terpuji. Bahkan ini merupakan bentuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Jika irinya dalam perkara maksiat maka ini tercela, sedangkan bila dalam perkara-perkara yang mubah maka hukumnya juga mubah. (Lihat At-Tafsirul Qayyim, 1/167 dan Fathul Bari, 1/167) Nabi Sholallahu alaihi wa sallam bersabda: ((لا حسد إلا في اثنتين رجل علمه الله القرآن فهو يتلوه آناء الليل وآناء النهار فسمعه جار له فقال: ليتني أوتيت مثل ما أوتي فلان فعملت مثل ما يعمل، ورجل أتاه الله مالاً فهو يهلكه بالحق فقال رجل ليتني أوتيت مثل ما أوتي فلان فعملت مثل ما يعمل )) “Tidak ada hasad atau iri –yang disukai– kecuali pada dua perkara; (yaitu) seorang yang diberikan pemahaman Al-Qur`an lalu mengamalkannya di waktu-waktu malam dan siang; dan seorang yang Allah beri harta lalu menginfakkannya di waktu-waktu malam dan siang.” (HR. Muslim, Kitab Shalatil Musafirin wa Qashriha, no. 815, dari sahabat Ibnu ‘Umar ) Sumber : Telegram Ukhuwah Imaniyah **** Disebarkan Oleh Happy Islam | Arsip Fawaid Salafy Join Channel Telegram telegram.me/happyislamcom
9 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hari ini, aku menyakiti

Hari ini, sudah berapa orang yang saya sakiti. Ah, mengapa terlalu jauh sampai sehari! Satu jam yang lalu, beberapa saat yang lalu, berapa orang yang telah saya bicarakan di hadapan orang lain? Toh, kalaupun itu benar, tetap saja termasuk ghibah yang haram. Barangkali ia tidak mau dibicarakan. Barangkali ia tersinggung dengan ucapan kita. Barangkali itu adalah sebuah aib yang ia merasa malu ada pihak ketiga yang tahu? “Wahai Rasulullah, apakah kita diazab karena apa yang kita ucapkan?” Muadz bin Jabal bertanya. Maka Rasulullah bersabda, “Bagaimana engkau ini wahai Muadz, bukankah seorang tertelungkup dalam neraka di atas wajahnya tidak lain karena sebab lisannya?” [H.R. At Tirmidzi dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam kitab Ash Shahihah]. Ini baru satu orang, dalam tempo beberapa saat yang lalu. Hari ini, kemarin, lusa, dan seterusnya, tak terhitung berapa puluh atau ratus korban lisan ini. Akankah korban-korban terus bertambah? Padahal, pemilik lisan inilah korban yang sesungguhnya. Pemilik lisan itulah yang akan berat mempertanggungjawabkannya. Tidakkah melihat, mereka yang mau bicara saja terbata-bata, atau yang bisu tanpa ada kata-kata? Lihatlah, sungguh nikmat lisan ini sangat besar. Atau hampir tidak ternilai dengan dunia seisinya. Dalam kenyataan seperti itu, justru lisan ke sana ke mari menjatuhkan martabat orang lain. Jangan heran, banyak orang binasa karena lisan! Memang, menjaga lisan butuh perjuangan dan kesabaran. Bukan sehari dua hari, bukan setahun dua tahun, bahkan butuh waktu yang panjang untuk mampu mengekangnya. Malik bin Dinar pernah mengatakan, “Sabar adalah diam, dan diam adalah bagian dari kesabaran. Tidaklah orang yang bicara lebih baik dari pada orang yang diam, kecuali orang yang paham saat diam dan mengerti kapan harus bicara.” [dalam kitab Hilyatul Auliya’, karya Abu Nu’aim ]. Nampaknya kita sangat butuh untuk meminta pertolongan kepada Allah agar mampu menjaga lisan, dan lebih dari itu mensyukurinya. [farhan]. Sumber : Majalah Tashfiyah
9 tahun yang lalu
baca 2 menit

Tag Terkait