CARA BERTAKZIYAH
Berkata Lajnah Daimah dalam Fatwa nomor16552:
Pertama, bertakziyah kepada orang yang terkena musibah disyari'atkan, sebagai bentuk simpati dan meringankannya, dengan cara berdoa semoga mayit diberi ampunan, dan memberi ketabahan kepada keluarga dan teman sejawat karena adanya musibah, dan menyuruh untuk bersabar dan ikhlas. Diriwayatkan dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bertakziyah kepada salah satu anak dari putri beliau yang meninggal dunia, lantas beliau bersabda,
"Sesungguhnya milik Allah-lah apa yang telah Dia ambil, milik-Nya apa yang telah Dia berikan, dan segala sesuatu di sisi-Nya dengan ketentuan yang sudah ditetapkan waktunya".
Lalu beliau menasehati putri beliau agar bersabar dan mengharapkan pahala. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim. Doa apapun boleh dipanjatkan seperti, "Semoga Allah memberi kebaikan dalam masa berkabungmu, memberikan pahala dengan musibah dan menggantikan dengan yang lebih baik". Diriwayatkan oleh Ummu Salamah radhiyallahu `anha, ia berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda:
"Tak seorang pun yang tertimpa musibah lalu dia berkata,
'Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun, Allahumma'jurni fi mushiibati, wa akhluf li khairan minha (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya kami kembali. Ya Allah berilah aku pahala karena musibah yang menimpaku dan gantikanlah untukku yang lebih baik darinya)", melainkan Allah memberinya pahala karena musibah yang menimpanya dan menggantikannya dengan yang lebih baik".
Ummu Salamah berkata, "Ketika Abu Salamah meninggal, saya mengucapkan sebagaimana yang diperintahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian Allah menggantikan dengan yang lebih baik yaitu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Muslim
Kedua : Bertakziyah dapat dilakukan di tempat manapun yang dapat dijangkau untuk bertemu. Seorang Muslim dapat bertakziyah kepada keluarganya di tempat manapun, baik di masjid ketika melaksanakan shalat jenazah, di makam, di jalan, di pasar, di rumahnya maupun melalui telpon.
Ketiga : Seorang Muslim yang melakukan takziyah baik yang meninggal itu lelaki maupun wanita, hukumnya sama. Ketika bertakziyah, tidak boleh dilakukan dengan mengadakan pertemuan. Takziyah dilakukan secara perseorangan. Tidak boleh mendirikan tenda dalam bertakziyah baik yang meninggal itu wanita maupun lelaki. Selain tidak boleh mendirikann tenda juga tidak boleh menentukan hari-hari khusus untuk bertakziyah karena tidak ada riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau dari para sahabatnya yang mulia, atau dari Khulafau' Rasyidin atau dari salah satu imam yang mengadakan pertemuan khusus ketika bertakziyah, atau menentukan hari, waktu atau tempat khusus untuk bertakziyah atau mengumpulkan orang banyak untuk bertakziyah. Kalau hal tersebut dibolehkan tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan ketika pamannya Hamzah bin Abdul Muthalib gugur dalam perang, ketika anak pamannya Ja`far bin Abi Thalib terbunuh, ketika anak lelaki Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam Ibrahim dan anak perempuan beliau Zainab meninggal. Demikian juga ketika para sahabat terbaik pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal. Demikian pula halnya ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia. Tidak diragukan lagi bahwa kaum Muslim dan seluruh sahabatnya sangat mencintai beliau, namun demikian mereka tidak pernah mengadakan pertemuan untuk bertakziyah. Jika mengadakan pertemuan untuk bertakziyah itu disyariatkan tentu mereka melakukannya. Demikian juga halnya ketika Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, para istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, para sahabat meninggal dunia. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa orang-orang mengadakan pertemuan untuk bertakziyah. Hal ini menunjukkan bahwa mengadakan pertemuan untuk bertakziyah dan menyuguhkan makanan untuk yang hadir adalah bid'ah yang tidak ada dasar dalam agama bahkan wajib diingkari dan orang yang mendukung pelaksanaannyaitu berdosa.
Ketika hal-hal baru dilakukan oleh generasi selanjutnya, mereka menyuguhkan makanan untuk orang yang berkumpul, sahabat yang agung, Jarir bin Abdullah al-Bajali berkata, "Kami - yaitu para sahabat - menganggap berkumpul di rumah keluarga yang baru ditinggal wafat salah seorang anggota keluarganya dan menyajikan makanan setelah pemakaman termasuk perbuatan meratap". Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad dengan sanad hasan. Sedangkan menyuguhkan makanan oleh tetangga dan kerabatnya untuk keluarga mayit adalah sunah berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abdullah bin Ja`far. Dia berkata, "Ketika berita terbunuhnya Ja`far radhiyallahu 'anhu sampai, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Buatlah untuk keluarga Ja`far makanan, karena musibah yang menyibukkan mereka telah menimpa". Diriwayatkan oleh al-Imam Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi menyatakan hadits ini sebagai hadits hasan.
Menyuguhkan makanan yang disyariatkan itu adalah untuk keluarga mayit di rumahnya, bukan untuk orang yang berkumpul di tenda yang sengaja didirikan karena tujuannya adalah untuk membantu keluarga yang terkena musibah yang tertimpa musibah yang biasanya tidak sempat membuat makanan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.
Al-Lajnah ad-Daimah Lilbuhuts al-Ilmiyyah wa al-Ifta'
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Anggota: Bakr Abu Zaid, Abdul Aziz Alu asy-Syaikh, Shalih al-Fawzan, Abdullah bin Ghudayyan
Sumber: http://bit.ly/Al-Ukhuwwah
(Nomor bagian 13; Halaman 379)
Tidak ada Batasan Hari untuk Bertakziah
Pertanyaan: Adakah waktu tertentu untuk melakukan takziah?
Jawaban: Sepengetahuan saya, tidak ada waktu tertentu untuk melakukan takziah.
Pertanyaan: Apakah ada batasan hari untuk takziah karena ada yang mengatakan bahwa takziah hanya selama tiga hari. Saya mohon penjelasannya. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jawaban: Takziah tidak dibatasi dengan hari tertentu. Sebaliknya, ia disyariatkan sejak keluarnya ruh (nyawa) sebelum dan setelah mayit disalatkan. Dalam syariat tidak ada batasan waktu tertentu untuk takziah, baik di malam hari maupun siang hari; baik dilakukan di rumah, di jalan, di masjid, di kuburan maupun di tempat lain. Wallahu Waliyyut Taufiq.
Pertanyaan: Apakah membatasi waktu untuk takziah kepada keluarga mayit hanya tiga hari termasuk bid'ah? Apakah takziah juga dilakukan untuk anak-anak dan orang tua yang kesembuhannya tidak dapat diharapkan setelah keduanya meninggal dunia?
(Nomor bagian 13; Halaman 380)
Jawaban: Takziah hukumnya sunah karena takziah dapat menghibur orang yang sedang terkena musibah dan mendoakannya dengan kebaikan. Dalam hal ini, tidak ada bedanya antara yang meninggal dunia anak kecil dan orang tua. Takziah juga tidak memiliki kalimat khusus. Sebaliknya, seorang muslim dapat menyampaikan takziah dengan kalimat yang dia bisa, misalnya dengan mengucapkan, "Semoga Allah menganugerahkan kebaikan pada duka yang menimpa Anda, meringankan musibah Anda, dan memberikan ampunan kepada keluarga Anda yang telah meninggal dunia," jika yang meninggal dunia adalah seorang muslim.
Adapun jika yang meninggal dunia adalah seorang kafir, maka dia tidak perlu didoakan. Sebaliknya, yang diberi ucapan belasungkawa adalah kerabat-kerabatnya yang beragama Islam dengan ucapan yang sama dengan kata-kata tersebut.
Melakukan takziah tidak dibatasi dengan waktu atau hari tertentu. Sebaliknya, ia disyariatkan sejak meninggalnya mayit, baik sebelum maupun setelah disalatkan, baik sebelum maupun setelah dikuburkan. Namun, semakin cepat semakin baik. Takziah boleh dilakukan setelah hari ketiga meninggalnya mayit karena tidak ada dalil yang membatasi waktu takziah.
http://www.alifta.net/Fatawa/FatawaChapters.aspx?languagename=id&View=Page&PageID=2472&PageNo=1&BookID=4