Bid'ah

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

inilah 36 poin tentang kelompok haddadiyyah, waspadalah !

INILAH KELOMPOK HADDADIYYAH, WASPADAILAH!! Asy-Syaikh Ahmad bin Mubarak bin Qadzlan al-Mazru'iy hafizhahullah 1- Haddadiyyah adalah kelompok yang diada-adakan, bid'ah, dan menyelisihi Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam manhaj dan muamalah. 2- Haddadiyyah adalah kelompok yang menyusup di barisan Ahlus Sunnah dan berkedok dengan nama as-Sunnah wal Jama'ah dan Salafiyyah. 3- Haddadiyyah adalah kelompok yang muncul dari menguat ketika Ahlus Sunnah wal Jama'ah kuat dan sedang memerangi kelompok al-Ikhwanul Muslimun serta ahli bid'ah yang lainnya. 4- Haddadiyyah dengan tindakan-tindakan mereka teranggap sebagai pelayan bagi kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan para pengekor hawa nafsu, sama saja mereka sengaja atau tidak. 5- Haddadiyyah adalah kelompok yang mengaku mengikuti para salaf yang shalih, padahal bathin mereka mencela para imam salaf dan kitab-kitab mereka. 6- Haddadiyyah ikut memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan ahli bid'ah yang lainnya dalam mencela para ulama. 7- Haddadiyyah memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dan kelompok Khawarij yang lainnya, yaitu. muda usia dan dungu akalnya. 8- Haddadiyyah memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dalam masalah pemahaman yang menyendiri, Khawarij menyendiri dengan pemahaman mereka dari salaf, sedangkan Haddadiyyah menyendiri dalam memahami perkataan salaf dari pemahaman para ulama di masa ini. 9- Haddadiyyah memiliki kesamaan dengan kelompok al-Ikhwanul Muslimun dalam menggunakan metode berubah-ubah warna, kedustaan, dan mencampur aduk permasalahan atau menimbulkan kerancuan. 10- Haddadiyyah dengan berbagai tindakan dan cara mereka sedang menyingkap apa yang terpendam dalam hati mereka berupa hasad dan kedengkian terhadap dakwah as-Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya. 11- Haddadiyyah tertimpa penyakit tertipu dan ujub, sehingga mereka menyangka bahwa diri mereka sangat hati-hati dan teliti dalam menilai permasalahan, sedangkan para ulama mereka anggap ceroboh. 12- Haddadiyyah menggabungkan sikap mengekor hawa nafsu dan kebodohan, jadi mereka berada diantara hawa nafsu yang membinasakan dan kebodohan yang menghinakan. 13- Haddadiyyah nampak pada mereka sifat kasar dan keras dalam bermuamalah dengan orang-orang yang tidak layak disikapi dengan cara seperti itu, atau dengan siapa saja yang menyelisihi mereka. 14- Haddadiyyah tidak berada di atas jalan yang ditempuh oleh para ulama dalam hal ilmu dan dakwah, dan juga tidak berada di atas jalan orang-orang yang berakal dalam muamalah dan bersikap hikmah. 15- Haddadiyyah tidak mengakui kemuliaan para ulama dan hak mereka, bahkan suka berburuk sangka terhadap mereka dan sering mencela mereka. 16- Haddadiyyah suka menjatuhkan para ulama dengan setiap kesalahan, bahkan dengan hal-hal yang mereka saja yang menganggapnya sebagai kesalahan, walaupun tidak demikian kenyataannya. 17- Haddadiyyah adalah benalu yang memperburuk dan merusak gambaran as-Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya. 18- Haddadiyyah tampilan luar mereka adalah berpegang teguh dengan riwayat-riwayat salaf yang shalih, padahal sesungguhnya itu adalah memegangi sesuatu setelah keyakinan yang salah, jadi mereka adalah termasuk orang-orang yang meyakini sesuatu terlebih dahulu, baru kemudian mencari dalilnya. 19- Haddadiyyah pada mereka terdapat sikap ghuluw atau berlebihan dalam mengambil riwayat-riwayat perkataan para ulama akibat tidak memiliki perhatian dan bersandar dengan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi was sallam. 20- Haddadiyyah tidak dikenal suka duduk bersimpuh di hadapan para ulama, bahkan sukanya belajar sendiri dan menjauhi pelajaran-pelajaran ilmiah para ulama. 21- Haddadiyyah memiliki sikap ghuluw dalam masalah vonis mubtadi', jadi mereka memvonis sebagai mubtadi' sebagian ulama yang para ulama tidak memvonisnya sebagai mubtadi'. 22- Khawarij penyimpangan mereka adalah memvonis kafir orang lain tanpa alasan yang benar, sedangkan Haddadiyyah penyimpangan mereka adalah memvonis orang lain sebagai mubtadi' tanpa alasan yang benar, vonis mubtadi' yang menyeret kepada vonis kafir. 23- Haddadiyyah memiliki banyak kesalahan dalam penerapan masalah vonis mubtadi', jadi menurut mereka siapa saja yang terjatuh dalam sebuah bid'ah maka dia adalah mubtadi', tanpa ada perincian dan tanpa menimbang maslahat dan vonis-vonis yang dijatuhkan dengan matang. 24- Haddadiyyah memvonis sebagai mubtadi' semua orang yang tidak memvonis siapa saja yang terjatuh dalam sebuah bid'ah sebagai mubtadi', menurut penggambaran mereka yang dangkal dan pemahaman mereka yang rusak. 25- Haddadiyyah mengharamkan untuk mendoakan rahmat bagi siapa saja yang terjatuh dalam sebuah bid'ah, sesuai dengan pemahaman mereka yang menyimpang dalam memvonis seseorang sebagai mubtadi'. 26- Haddadiyyah memiliki sikap ghuluw dalam melakukan hajr, jadi mereka menjatuhkan hajr atas semua hal yang menyelisihi kebenaran walaupun perkara yang kecil, tanpa aturan dan pertimbangan yang matang. 27- Haddadiyyah memiliki kesalahan besar dalam memahami masalah-masalah iman yang berakibat menuduh para ulama di masa ini berpemahaman Murji'ah. 28- Haddadiyyah suka memvonis mubtadi' atau mencela orang yang mendoakan rahmat bagi Abu Hanifah. Semoga Allah merahmati Abu Hanifah. 29- Haddadiyyah tidak mengerti kebenaran dan tidak menyayangi hamba-hamba Allah, jadi mereka memperburuk gambaran kebenaran dan menjauhkan hamba-hamba Allah dari kebenaran serta memecah belah mereka. 30- Haddadiyyah memiliki kebencian terhadap para ulama Ahlus Sunnah di masa ini dan sikap yang tajam dalam bermuamalah dengan mereka. 31- Haddadiyyah bukan termasuk para ulama dan orang-orang yang memiliki ketelitian, bahkan mereka termasuk orang-orang bodoh, suka mencampur aduk atau merancukan masalah, dan suka menimbulkan perpecahan. 32- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah suka memata-matai dan mencari-cari kesalahan orang lain dan membesar-besarkannya. 33- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah bersikap ghuluw dalam mengharuskan sesuatu yang tidak semestinya, dengan tujuan untuk menjatuhkan orang-orang yang termasuk Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 34- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah menempelkan sebuah kesalahan kepada seseorang yang dia berlepas diri darinya dan terus menuduhkannya walaupun dia telah bertaubat darinya. 35- Termasuk cara-cara kotor yang ditempuh oleh Haddadiyyah adalah memvonis sebagian orang-orang yang menyelisihi kebenaran sebagai mubtadi' dengan bersandar kepada tahdzir-tahdzir para ulama yang bersifat umum, lalu jika para ulama tidak sependapat dengan mereka dalam memaksudkan terhadap pihak tertentu, maka mereka pun mencela para ulama dan menganggap mereka dungu. 36- Haddadiyyah adalah kelompok yang licik, penuh penyakit dan penyimpangan di jalan dakwah as-Sunnah yang benar, sifat-sifat ini ada yang terkumpul pada orang-orang tertentu dan ada yang tersebar pada orang-orang yang lain. ✒️ Sebagai penutup: wajib atas para penuntut ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah untuk membedakan diri secara jelas dari kelompok Haddadiyyah yang menyimpang ini, dan membongkar kedok kelompok yang memperburuk gambaran Ahlus Sunnah dan menyusup di tengah-tengah mereka ini. SELESAI 🌍 Sumber || https://twitter.com/aboalmubarak?s=08 ⚪️ WhatsApp Salafy Indonesia ⏩ Channel Telegram || http://bit.ly/ForumSalafy
8 tahun yang lalu
baca 6 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kesesatan-kesesatan habib al-jufri

KESESATAN-KESESATAN AL JUFRY . 1⃣ Barangsiapa yang memandang keadaan Al Jufry Al Khurofy dan orang-orang semisalnya yang berusaha menghalang-halangi dari jalan Allah maka engkau dapati ia berbuat seperti apa yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyyah sehingga agamanya dibangun di atas taqlid terhadap para pelaku khurofat sebelumnya. 2⃣ Membanggakan dengan banyaknya ahlul bida' dan berhujjah dengan banyaknya para pelaku khurofat terhadap Ahlussunnah salafiyyin padahal kuantitas yang banyak namun menyelisihi kebenaran tidak mengharuskan untuk berpaling dari mengikuti kebenaran tersebut bagi orang yang memiliki mata hati. 3⃣ Tauhid yang diselisihi Al Jufry adalah tauhid Rububiyyah dan yang berkaitan dengan pengaturan alam semesta padahal syirik orang-orang jahiliyyah terdahulu tidak mencapai tingkatan ini. 4⃣ Mengejek Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan memeranginya dengan peperangan yang membabi buta maka tidakkah cucu Ibnu Arobi az zindiq malu untuk mencela ahlul iman dan para pembawa alquran serta para penghafal sunnah pemimpin anak Adnan (nabi Muhammad صلى اللّٰه عليه وسلم ) ?! 5⃣ Meminta pertolongan kepada orang-orang mati supaya dihilangkan kesulitannya sehingga orang yang lemah akalnya meyakini bahwa orang-orang mati adalah pelaku penciptaan sesuatu. 6⃣ Dia memiliki dua wajah : wajah di depan orang-orang yang tidak mengenalnya dengan menampakkan sikap pertengahan dan tasawwuf pertengahan. Dan di sisi lain ia berwajah qubury khurofy yang berada di atas jalan orang-orang jahiliyyah. 7⃣ Ia mengaku sebagai seorang sunni padahal ia qubury khurofy yang memerangi sunnah dan Ahlussunnah dan menyifati mereka dengan Wahhabiyyah, dan ucapan serta kenyataan yang ada mendustakan pengakuannya. 8⃣ Mengikuti langkah-langkah Ibnu Aroby, As Subky, Al Haitamy, An Nabhany dan Nazhim Al Huqqony yang mereka merupakan musuh-musuh Tauhid dan Ahlut Tauhid dan mentaqlid mereka dengan membebek buta kemudian ia mengatakan : Aku seorang sunny. 9⃣ Berdalil dengan hadits-hadits dan kisah-kisah dusta yang ia ambil dari Ibnul Muthohhir dan orang-orang semisalnya dari kalangan orang-orang yang menganggap Syaikhul Islam dungu, oleh karena inilah ia mengobarkan kemarahan dan dendam terhadap Ibnu Taimiyyah. 🔟 Ia memiliki sikap ghuluw terhadap shohabat 'Ali رضي اللّٰه عنه yang sejenis dengan sikap ghuluw kaum Rofidhoh, oleh karena inilah engkau tidak mendapatinya bersemangat dalam memusuhi kaum Rofidhoh namun ia berusaha keras dalam memusuhi Ahlul Hadits Was Sunnah. Sumber : Tulisan syaikh 'Arofat Bin Hasan Al Muhammady حفظه اللّٰه yang berjudul "Dholalat Al Jufry Wa Haqiqotuh". telegram.me/Arafatbinhassan telegram.me/dinulqoyyim BACA: FATWA ULAMA' TENTANG HABIB AL JUFRI PERINGATAN BAGI KAUM MUSLIMIN YANG BERAKAL SEHAT DARI BAHAYA 'ALI AL JAFRY SEORANG DA'I PENYERU KEPADA KEBID'AHAN, KEJAHILAN DAN JAHILIYYAH TERDAHULU Ditulis oleh syaikh Nizar Bin Hasyim Al 'Abbas حفظه اللّٰه (Salah seorang masyaikh sunnah di negeri Sudan) الحمد لله والصلاة والسلام على رسول اللّٰه وعلى آله وأصحابه وأتباعه إلى يوم لقائه. أما بعد ؛ ▫️Telah shohih dari Nabi صلى اللّٰه عليه وسلم bahwa beliau bersabda : "Sesungguhnya sebelum datangnya hari kiamat akan muncul para pendusta". Diriwayatkan oleh Muslim. Dan dalam lafazh yang lain : "Sesungguhnya sebelum datangnya hari kiamat akan muncul 30 para pendusta". Dan Nabi صلى اللّٰه عليه وسلم bersabda : (سيأتي على الناس سنوات خداعات، يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق، ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين، وينطق فيها الرويبضة قيل : وما الرويبضة ؟ قال : الرجل التافه يتكلم في أمر العامة). "Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang menipu yang mana pada tahun-tahun tersebut seorang pendusta dibenarkan ucapannya dan seorang yang jujur didustakan ucapannya, dan seorang pengkhianat dipercaya dan orang terpercaya dikhianati pada tahun-tahun tersebut serta Ar Ruwaibidhoh berani berbicara". Ditanyakan kepada beliau : Siapakah Ar Ruwaibidhoh ? Beliau menjawab : " seorang dungu yang berbicara tentang urusan umat". Apa yang diberitakan oleh nabi صلى اللّٰه عه وسلم dalam nash-nash ini nyata terjadi di kehidupan kaum muslimin pada hari ini. Maka beliau sebagaimana yang difirmankan Allah Ta'ala : ((وما ينطق عن الهوى * إن هو إلا وحي يوحى)). "Tidaklah beliau berucap dari hawa nafsunya. Tidaklah ucapannya melainkan wahyu yang diwahyukan kepadanya". Dan seseorang yang bernama Ali Al Jafry-seorang yang berasal dari Yaman dan bermukim di Emirat- termasuk jenis orang yang disebutkan dalam hadits diatas baik dari segi sifatnya, perbuatannya, kesesatannya maupun kedustaannya; dikarenakan orang yang memperhatikan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatannya serta memperhatikan manhaj dakwah sesat lagi menyimpang yang ia geluti maka ia akan sampai pada hakikat-hakikat berikut ini : 1. Bahwasanya Al Jafry menyerukan kepada penghancuran dasar-dasar islam dengan dakwahnya yang mengajak kepada peribadatan terhadap kuburan dan para penghuninya serta seruan untuk melakukan thowaf di kuburan-kuburan tersebut. Dan ini merupakan dakwah kepada kejelekan dan kemaksiatan terbesar yaitu kesyirikan kepada Allah; Allah Ta'ala berfirman : ((واعبدوا اللّٰه ولا تشركوا به شيئا)). "Dan beribadahlah kepada Allah dan jangan menyekutukanNya dengan sesuatu apapun". Dan Allah berfirman : ((وإذ قال لقمان لابنه وهو يعظه يابني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم عظيم)). "Dan tatkala Luqman berkata kepada anaknya ketika memberinya nasehat : Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah sesungguhnya kesyirikan merupakan kezholiman yang besar". Dan Allah berfirman : ((إن اللّٰه لا يغفر أن يشرك به ويغفر ما دون ذلك لمن يشاء)). "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa kesyirikan dan mengampuni dosa selain itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki". Dan berdoa kepada selain Allah merupakan bentuk peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah baik kepada nabi yang diutus atau malaikat yang didekatkan atau manusia yang sholih; Allah berfirman : ((ولا تدع من دون اللّٰه ما لا ينفعك ولا يضرك فإن فعلت فإنك إذا من الظالمين)). "Janganlah engkau berdoa kepada selain Allah yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak bisa memberi mudhorot kepadamu maka jika engkau lakukan maka niscaya engkau termasuk orang-orang yang dholim". Maka Al Jafry menyeru manusia dengan ucapan dan perbuatannya untuk mengembalikan mereka kepada keadaan jahiliyyah terdahulu yang Allah mengutus nabiNya Muhammad صلى اللّٰه عليه وسلم dan semua Nabi dan RosulNya untuk menyelamatkan umat-umat manusia dari keadaan jahiliyyah tersebut serta dari kegelapan syirik dan kesesatan menuju cahaya islam dan tauhid yang murni dengan mendakwahi manusia kepada peribadatan kepada Allah semata tanpa sekutu baginya. Allah berfirman : ((ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا اللّٰه واجتنبوا الطاغوت)). "Sungguh kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rosul untuk menyerukan : Beribadahlah kalian kepada Allah dan jauhilah thoghut". 2. Bahkan yang lebih besar dari itu ialah pengakuan Al Jafry yang mana pengakuan tersebut belum pernah diakui oleh orang-orang jahiliyyah terdahulu yaitu bahwa diantara makhluk ada yang mengatur alam semesta dan mengatur ciptaan-ciptaan Allah serta bisa memberikan keturunan...!! dan seterusnya dari kedustaan-kedustaannya. 3. Al Jafry merendahkan malaikat Jibril عليه السلام dan para shohabat Rosulullah صلى الله عليه وسلم serta sikap ghuluwnya terhadap Ali رضي اللّٰه عنه. 4. Ia berdusta dan membuat kebohongan atas nama nabi صلى اللّٰه عليه وسلم dalam rangka membangun dakwah dan aqidah watsaniyyah (berhalaisme) yang ia yakini untuk kemudian ia mempromosikan dakwah dan keyakinannya tersebut dan menyebarkannya di tengah-tengah kaum muslimin, semoga Allah menyelamatkan kaum muslimin dari kejelekan dan kesesatannya. 5. Al Jafry mencela para ulama dari kalangan ahlus sunnah salafiyyin baik terdahulu maupun sekarang yang syiar mereka ialah dakwah kepada Allah Ta'ala dengan mengangkat syiar dan bendera tauhidullah dan mutaba'ah (mengikuti) terhadap nabi صلى اللّٰه عليه وسلم serta memerangi perkara-perkara yang menyelisihinya berupa kesyirikan kepada Allah dengan beragam bentuknya dan kebid'ahan dengan beragam bentuknya agar ibadah seluruhnya untuk Allah semata. Allah berfirman : ((ألا لله الدين الخالص)). "Ketahuilah hanya untuk Allahlah agama yang murni". Dan mereka (para ulama) melakukan hal itu sebagai bentuk penjagaan terhadap agama Allah dan bimbingan nabiNya serta dalam rangka melindungi kaum muslimin dari perkara-perkara yang membahayakan agama, dunia dan akhirat mereka dan itu merupakan keutamaan Allah yang Allah berikan kepada hamba-hanmbaNya yang Allah kehendaki. Maka Al Jafry mencela mereka dan mencela dakwah mereka yang murni lagi bersih yang ia terhalangi untuk merasakan manisnya dan selamatnya dakwah mereka tersebut. Hal itu ia lakukan dalam rangka mencelupkan dirinya dan orang-orang yang ia dakwahi dari kalangan kaum muslimin yang jahil ke dalam lumpur dakwahnya yang berbau pemikiran Watsaniyyah (berhalaisme) dan pemikiran Syiah Rofidhoh, yang mana dakwahnya kosong dari kebaikan dan kejernihan, terkotori dengan kotoran dusta dan dakwahnya tersebut berupaya untuk menghancurkan dasar-dasar islam dan prinsip wala' dan baro' di atas kebenaran yang nyata. Inilah Al Jafry dan inilah dakwahnya yang rusak wahai kaum muslimin-semoga Allah menjaga kalian-, oleh karena inilah para ulama memperingatkan bahaya orang ini dan mereka menjelaskan keadaannya dan bahayanya serta penyimpangannya. Maka waspadalah darinya dengan penuh kewaspadaan, berpegang teguhlah dengan agama kalian yang agung dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham kalian serta mintalah kepada Allah al 'afiyah (keselamatan). Allah berfirman : ((واعتصموا بحبل اللّٰه جميعا ولا تفرقوا)). "Dan berpegang teguhlah dengan tali(agama) Allah dan janganlah kalian berpecah-belah". وفق اللّٰه المسلمين لما فيه رضاه عنا وعنهم في الدنيا والآخرة، وصلى اللّٰه على محمد وآله وسلم. Ditulis oleh Nizar Bin Hasyim Al 'Abbas Alumni Jami'ah Islamiyyah di Madinah Nabawiyyah dan Admin website "Royatus Salaf" di Sudan 28/Jumada Al Akhiroh/1437 H Sumber artikel : http://rsalafs.com/play-1977.html telegram.me/dinulqoyyim
8 tahun yang lalu
baca 9 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum ucapan "shadaqallahul 'adzim" setelah membaca al-quran

Fatwa Asy syaikh Muhammad bin Saleh Al utsaimin rahimahullah HUKUM UCAPAN :" SHODAQOLLOOHUL 'ADZIIM " SETELAH SELESAI MEMBACA AL QUR'AN . BAARAKALLAHU FIIKUM ,( penanya) berkata: " Ketika selesai dari membaca surat Al fatihah dan surat setelahnya apakah boleh mengucapkan " shodaqolloohul 'adziim"(Maha Benar Allah Yang maha Agung) ?" JAWAB : " Ucapan shodaqolloohul 'adziim setelah selesai membaca di dalam shalat atau selainnya adalah BID'AH , karena hal itu tidaklah datang dari Nabi shalallaahu 'alaihi wa sallam tidak pula dari para shahabat beliau bahwasanya mereka apabila selesai membaca (Al Qur'an) mengucapkan "shodaqolloohul 'adziim " Dan telah di ketahui bahwasanya ucapan seseorang : "shodaqolloh" merupakan  IBADAH , karena dia memuji Allah dengan bersyukur , apabila hal itu merupakan IBADAH maka sesungguhnya TIDAK BOLEH bagi kita untuk mensyariatkan ibadah - ibadah yang tidak  di syariatkan oleh Allah dan RasulNya , jika kita mengerjakan hal itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat . Berdasarkan hal ini maka orang yang membaca apabila selesai dari bacaannya ia diam dan tidak mengucapkan "shodaqolloohul 'adziim" tidak pula mengucapkan selainnya , karena yang demikian tidak pernah datang (perintah) dari Nabi shallallahu 'alaihi wa salam tidak pula dari para shahabat beliau radhiyallohu 'anhum .Sungguh Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu telah membacakan kepada Nabi shalallahu 'alaihi wa salam  sebuah ayat dari surat An Nisa hingga sampai pada ayat : فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاَءِ شَهِيدًا {Bagaimanakah jika Aku datangkan saksi untuk setiap umat, Aku datangkan kamu sebagai saksi bagi mereka semua.} Nabi sholallohu 'alaihi wa sallam bersabda :" CUKUP !" Ia berkata : Ternyata kedua mata beliau berlinangan semoga sholawat dan salam atas beliau .Dan Ibnu Mas'ud tidak mengucapkan : Shodaqollooh , dan tidak pula Nabi sholallohu 'alaihi wa sallam memerintahkan beliau dengan hal itu .Demikian juga Zaid Bin Tsabit pernah membaca di sisi beliau-sholallohu 'alaihi wa sallam  surat An Najm hingga selesai dan Nabi sholallohu 'alaihi wa sallam tidak berkata kepada beliau : " Ucapkanlah shodaqolloohul 'adziim." dan (Zaid bin tsabit) juga tidak mengucapkannya . Maka hal ini menunjukan bahwasanya  bukan termasuk petunjuk Nabi sholallohu 'alaihi wa salam dan juga bukan petunjuk para shahabat beliau seseorang ketika selesai membaca mengucapkan : shodaqollohul 'adziim tidak didalam sholat maupun di luar sholat ." Sumber: Silsilah fatawa nur 'alad darb ,kaset no 237 BACA : Sunnah Yang Ditinggalkan Setelah Membaca Al-Quran =========== 🔵 السؤال : بارك الله فيكم تقول : عند الانتهاء من قراءة سورة الفاتحة والسورة التي تليها هل يجوز قول صدق الله العظيم؟ 🔴 الجواب : الشيخ : قول صدق الله العظيم بعد انتهاء التلاوة في الصلاة، أو في غيرها بدعة، وذلك لأنه لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم ولا عن أصحابه أنهم كانوا إذا انتهوا من القراءة، قالوا : صدق الله، ومن المعلوم أن قول القائل : صدق الله عبادة؛ لأنه ثناء على الله بالشكر، وإذا كان عبادة، فإنه لا يجوز أن نشرع من العبادات ما لم يشرعه الله ورسوله، فإن فعلنا ذلك كان بدعة، وكل بدعة ضلالة، وعلى هذا فالقارئ إذا انتهى من قراءته يسكت، ولا يقول: صدق الله العظيم ولا غيرها؛ لأن ذلك لم يرد عن النبي صلى الله عليه وسلم، ولا عن أصحابه رضي الله عنهم، وقد قرأ ابن مسعود رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم شيئاً من سورة النساء حتى إذا بلغ قول الله تعالى: ﴿فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيداً﴾. قال النبي صلى الله عليه وسلم: «حسبك». قال: فإذا عيناه تزرفان صلوات الله وسلامه عليه. ولم يقل ابن مسعود: صدق الله، ولا أمره النبي صلى الله عليه وسلم بذلك، وكذلك قرأ عنده زيد بن ثابت سورة النجم حتى ختمها، ولم يقل النبي صلى الله عليه وسلم له، قل: صدق الله العظيم. ولا قالها أيضاً، فدل هذا على أنه ليس من هدي النبي صلى الله عليه وسلم، ولا هدي أصحابه أن يقولوا عند انتهاء القراءة: صدق الله العظيم لا في الصلاة ولا خارج الصلاة. 📚المصدر : سلسلة فتاوى نور على الدرب > الشريط رقم [237]. ══════ ❁✿❁ ══════ ✏️ https://telegram.me/washayasalaf
9 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kesesatan al-qiyadah al-islamiyah / gafatar (gerakan fajar nusantara)

RASUL BARU TERSEBUT Al MASIH AL MAW'UD MENYINGKAP KESESATAN AL-QIYADAH AL-ISLAMIYAH* ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Faruq Ayip Syafrudin hafidzahullah Sebuah ‘agama’ baru telah lahir di Indonesia. Nabinya orang Indonesia, kitabnya juga berbahasa Indonesia. Yang bikin bingung, namanya berbau Islam namun ajarannya Kristen. Sebuah upaya pemurtadan? Al-Qiyadah Al-Islamiyah adalah sebuah gerakan yang memiliki pemahaman bahwa kini telah ada orang yang diutus sebagai rasul Allah. Orang yang dimaksud, menurut kelompok ini, adalah Al-Masih Al-Maw’ud. Dia dilantik menjadi rasul Allah pada 23 Juli 2006 di Gunung Bunder (Bogor, Jawa Barat). Itu terjadi setelah sebelumnya Al-Masih Al-Maw’ud bertahannuts dan pada malam ketigapuluh tujuh, tiga hari menjelang hari keempatpuluh bertahannuts, dirinya bermimpi dilantik dan diangkat menjadi rasul Allah disaksikan para sahabatnya. Katanya, “Aku Al-Masih Al-Maw’ud menjadi syahid Allah bagi kalian, orang-orang yang mengimaniku… Selanjutnya bagi kaum mukmin yang mengimaniku agar menjadi syahid tentang kerasulanku kepada seluruh umat manusia di bumi Allah ini, seperti halnya murid-murid Yesus, tatkalah Yesus berbicara kepada murid-muridnya maka murid-muridnya itu segera melaksanakan perintahnya.” (Ruhul Qudus yang turun kepada Al-Masih Al-Maw’ud, edisi I, Februari 2007, oleh Michael Muhdats, hal. 178) Selain itu, kelompok ini memiliki pemahaman tidak ada ketentuan untuk menunaikan shalat wajib lima waktu. Orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka dinyatakan sebagai orang-orang musyrik. Mereka menolak hadits-hadits shahih yang berasal dari Nabi Shallallaahu 'alaihi Wasallam dan mencukupkan diri hanya pada Al-Qur`an. Itupun dengan penafsiran (pada ayat-ayat Al-Qur`an tersebut) berdasar ra`yu (akal) mereka, terutama akal Al-Masih Al-Maw’ud. Tanpa kaidah-kaidah penafsiran yang baku sebagaimana dipahami para ulama dari kalangan salafush shalih. Mereka memiliki lafadz syahadatain tidak seperti yang diikrarkan dan diyakini kaum muslimin. Lafadznya berbunyi: “Aku bersaksi bahwa tiada yang hak untuk diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa anda Al-Masih Al-Maw’ud adalah utusan Allah.” (idem, hal. 191) Bila seseorang melakukan ibadah tanpa mengikuti rasul setelah Muhammad, yaitu Al-Masih Al-Maw’ud, maka tidak akan diterima ibadahnya. (idem, hal. 175) Bagi mereka, Islam yang sekarang ini sudah tidak sempurna. Mereka berkeyakinan bahwa ajaran yang dibawa Moses, Yesus, dan Ahmad adalah sama karena memiliki sumber ajaran yang sama pula (dari Allah). Bahkan kata mereka, di dalam ajaran Islam ada konsep trinitas sebagaimana dalam ajaran Kristen. Mereka tidak segan-segan untuk menyatakan: “Sebetulnya ajaran Yesus sama dengan ajaran Islam.” Para anggota kelompoknya pun diberi atribut nama yang berbau Kristen, seperti asal namanya Muhammad, lalu ditambahi dengan nama Kristen menjadi Muhammad Joseph. Fatwa mui al qiyadah-al-islamiyah / GAFATAR from Happy Islam Dalam sejarah perkembangan Islam, adanya orang yang mengaku dirinya sebagai utusan Allah atau nabi, tidak satu atau dua kali saja. Tidak pula terjadi pada masa kini saja. Semenjak para sahabat Nabi  .masih hidup, orang yang mengaku sebagai nabi juga ada. Sebut misalnya, Al-Aswad Al-‘Ansi di Yaman dan Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah. Sudah sepantasnya bila Ibnu Katsir dalam Tasfir-nya menegaskan bahwa  siapapun yang mengaku sebagai seorang nabi yang diutus Allah kepada umat ini, layak baginya untuk disebut pendusta. Kata Ibnu Katsir, “Allah tabaraka wa ta’ala sungguh telah mengabarkan dalam Kitab-Nya dan Rasul-Nya  dalam As-Sunnah Al-Mutawatirah tentangnya, (bahwa) ‘Sesungguhnya tidak ada nabi setelah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam’. Sungguh kalian telah mengetahui pula, bahwa setiap yang mengaku berkedudukan (sebagai nabi) ini setelah Muhammad, maka dia itu pendusta, pembohong, dajjal, sesat menyesatkan.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, Ibnu Katsir, 3/599) Saat memberi tafsir terhadap ayat: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40) Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengungkapkan bahwa khatamun nabiyyin (penutup para nabi) adalah yang menutup nubuwah (kenabian). Maka telah ditentukan tabiat atas kenabian bahwa tidak dibuka bagi seorang pun (menjadi seorang nabi, pen.) setelah kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam hingga hari kiamat. (Tafsir Ath-Thabari, 19/121) Sedangkan menurut Ibnul ‘Arabi dalam Ahkamul Qur`an (3/473) dan Al-Imam Asy-Syaukani rahimahumullah dalam Fathul Qadir (4/376), bahwa khatamun nabiyyin adalah akhir mereka (para nabi, pen.). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t, saat menjelaskan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t tentang i’tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kebangkitan setelah kematian dan qadar-Nya yang baik dan yang buruk, menyatakan bahwa akhir mereka (para rasul, pen) adalah Muhammad n, berdasarkan firman Allah : “Dan akan tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (Al-Ahzab: 40) tidak dikatakan ‘wa khatama al-mursalin’ (penutup para rasul, pen.) karena sesungguhnya apabila (disebutkan, pen.) ‘khatama an-nubuwah’ (penutup kenabian) tentu ‘khatama ar-risalah’ (penutup kerasulan) lebih utama. Jika dipermasalahkan, bagaimana dengan Isa q yang akan turun di akhir zaman, bukankah dia seorang rasul? Maka jawabnya, Isa q tidak akan turun membawa syariat baru. Dia akan berhukum dengan syariat Nabi n. (Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, hal. 42-43) Juga disebutkan oleh Ibnu Katsir bahwa firman Allah : “Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40) dan firman-Nya: “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124) Ini merupakan ayat yang menjadi nash bahwa sesungguhnya tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad n. Jika tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad n, maka tidak ada lagi rasul setelah beliau n merupakan sesuatu hal yang lebih utama dan pantas. Sebab, kedudukan kerasulan (ar-risalah) lebih khusus daripada kedudukan kenabian (an-nubuwwah). Maka setiap rasul adalah nabi, namun tidak setiap nabi adalah rasul. Diriwayatkan dari Al-Imam Ahmad dari Ubai bin Ka’b z, dari Nabi n, beliau bersabda: مَثَلِي فِي النَّبِيِّيْنَ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَحْسَنَهَا وَأَكْمَلَهَا وَتَرَكَ فِيْهَا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ لَمْ يَضَعْهَا فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِالْبُنْيَانِ وَيَعْجِوُنَ مِنْهُ وَيَقُولُونَ: لَوْ تَمَّ مَوْضِعَ هَذِهِ اللَّبِنَةِ! فَأَنَا فِي النَّبِيِّيْنَ مَوْضِعُ تِلْكَ اللَّبِنَةِ “Perumpamaan aku di kalangan para nabi seperti seorang yang membangun rumah. Maka dia membaguskan dan menyempurnakan semaksimal mungkin. (Namun) ternyata ada satu batu bata yang tertinggal, belum terpasang pada bangunan tersebut. Maka orang-orang pun mengelilingi bangunan tersebut dan merasakan keheranan melihat hal itu. Mereka berucap, ‘Andai satu batu bata itu terpasang, sempurnalah (bangunan itu).’ Maka akulah, di kalangan para nabi, yang menjadi sebuah batu bata yang dipasangkan tersebut.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani) [Lihat Mukhtashar Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim Al-Musamma ‘Umdatut Tafsir ‘an Al-Hafizh Ibnu Katsir, Ahmad Muhammad Syakir t, hal. 55) Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala telah memilih Muhammad n dengan nubuwah-Nya, bahkan secara khusus dengan risalah-Nya. Maka Allah l menurunkan Al-Qur`an kepadanya dan memerintahkannya agar menjelaskan isi Al-Qur`an itu kepada segenap manusia. Allah  berfirman: “…Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44) Karena itu, untuk memahami Al-Qur`an sangat diperlukan sekali Sunnah Rasulullah n. Melalui beliau n, pesan-pesan Al-Qur`an bisa ditangkap secara tepat arah dan maksudnya. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albanimemberikan ilustrasi contoh yang cemerlang sekali tentang betapa urgennya kedudukan As-Sunnah dalam memahami ayat-ayat Al-Qur`an. Beliau  memberikan contoh sebagai berikut: Firman Allah : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Ma`idah: 38) Maka, terkait perihal pencuri masih bersifat mutlak. Demikian halnya dengan kata tangan. Dalam hal ini, As-Sunnah al-qauliyyah (berupa ucapan) menjelaskan tentang ketentuan (kaidah) nilai barang yang dicuri sehingga menjadikan pelakunya dipotong tangan. Berdasarkan As-Sunnah, pencurian senilai seperempat dinar atau lebih terkena hukum potong tangan, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: لَا قَطْعَ إِلاَّ فِي رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا “Tidak ada pemotongan (tangan) kecuali (atas kasus pencurian) seperempat dinar atau lebih.” (Muttafaqun alalih) As-Sunnah menjelaskan pula melalui perbuatan Nabi n dan para sahabat serta melalui taqrir (persetujuan) beliau n, bahwa pemotongan tangan seorang pencuri adalah pada pergelangan tangan. Demikian pula firman Allah : “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu.” (Al-Ma`idah: 6) Yang dimaksud tangan di sini adalah telapak tangan, sebagaimana sabda Nabi : التَّيَمُّمُ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ “Tayammum itu sekali tepukan ke wajah dan dua telapak tangan.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan selainnya dari hadits ‘Ammar bin Yasir c) Contoh lain adalah firman Allah l: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82) Pada saat itu, para sahabat Nabi n memahami ayat tersebut dengan kedzaliman yang bersifat umum, yang meliputi semua jenis kedzaliman, meski hanya kecil saja. Akibatnya mereka mempertanyakan ayat ini kepada Rasulullah n. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang tidak mencampuradukkan imannya dengan kedzaliman?” Nabi n pun menjawab, “Bukan seperti itu. Sesungguhnya yang dimaksud ayat itu adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman: “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13) [HR. Al-Bukhari dan Muslim serta selainnya] Dari apa yang telah dijelaskan di depan, maka betapa teramat sangat pentingnya As-Sunnah dalam syariat Islam. Dengan memerhatikan contoh-contoh di muka, dan banyak lagi contoh perkara yang tidak bisa disebutkan di sini, sampailah pada keyakinan bahwa tidak ada jalan ke pemahaman Al-Qur`an yang benar-benar shahih kecuali dengan menyertakan As-Sunnah. (Manzilatu As-Sunnah fil Islam wa Bayanu Annahu La Yustaghna ‘anha bil Qur`an, Muhammad Nashiruddin Al-Albani t, hal. 7-9) Al-Hafizh Ibnu Katsir t dalam mukadimah Tafsir-nya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Qur`an. Kata beliau: Menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an. Metodologi ini merupakan yang paling shahih (valid). Menafsirkan Al-Qur`an dengan As-Sunnah. Karena As-Sunnah merupakan pensyarah dan menjelaskan Al-Qur`an. Menafsirkan Al-Qur`an dengan perkataan para sahabat. Menurut Ibnu Katsir t, bila tidak didapati tafsir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para sahabat. Karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi. Bila tidak didapati cara menafsirkan dengan ketiga metode di atas, maka menafsirkan Al-Qur`an dengan pemahaman yang dimiliki para tabi’in (murid-murid para sahabat). Sufyan Ats-Tsauri t berkata, “Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan.” Mujahid t adalah seorang tabi’in. Fenomena memberikan interpretasi terhadap ayat-ayat Allah tanpa mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku sebagaimana dipahami salafush shalih, kini nampak mulai marak. Ini sebagaimana diungkap Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani t: “Didapati pada sebagian penafsir dan penulis dewasa ini yang membolehkan makan daging binatang buas atau memakai emas dan sutera (bagi laki-laki) dengan semata bersandar kepada Al-Qur`an. Bahkan dewasa ini didapati sekelompok orang yang hanya mencukupkan dengan Al-Qur`an saja (Al-Qur`aniyyun). Mereka menafsirkan Al-Qur`an dengan hawa nafsu dan akal mereka, tanpa dibantu dengan As-Sunnah yang shahih.” (Manzilatu As-Sunnah fil Islam, hal. 11) Ibnu ‘Abbas  telah memberi peringatan: “Barangsiapa yang berbicara tentang Al-Qur`an dengan ra`yu (akal) nya, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka.” (I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, Ibnul Qayyim t, hal. 54) Wallahu a’lam.bit.ly/1Rj8wqt MODUS PENYEBARAN AJARAN AL-QIYADAH AL-ISLAMIYAH ❶ Para da’inya biasanya membawa Al-Qur`an ke mana-mana. Mereka memulai diskusi dengan membahas bencana yang terjadi. Juga membuka ayat-ayat Al-Qur`an tentang adzab dan musibah. ❷ Mereka mendatangi target ke rumah, tempat kos, kampus maupun kontrakan. Kemudian mereka mengajak berdiskusi tentang masalah agama dan Al-Qur`an. Jika target tertarik, maka akan diajak ikut pengajian mereka. ❸ Biasanya mereka menyatakan diri bahwa mereka bukan organisasi, bukan aliran, bukan firqah, dan bukan pula teroris. Mereka hanya Islam. ❹ Jika dengan cara mengajak diskusi agama tidak berhasil, mereka akan mengajak diskusi masalah ilmu dunia, seperti pelajaran sekolah, kuliah, atau seputar teknologi. Wallahu a’lam. Sumber: http://asysyariah.com/rasul-baru-tersebut-al-masih-al-mawud-menyingkap-kesesatan-al-qiyadah-al-islamiyah/ )* Wajah baru Al-Qiyadah Al-Islamiyyah adalah GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara) ••••••• #gafatar #alqiyadah #qiyadah_islamiyyah #fajar_nusantara #ahmad_mushaddeq ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ مجموعـــــة توزيع الفـــــــوائد JOIN bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF] www.alfawaaid.net
9 tahun yang lalu
baca 11 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tentang maulid nabi

HUKUM PERAYAAN MAULID NABI. Berkata Syaikh Al-'Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah: ❝... Inilah imam negeri hijrah (¹) mengatakan dengan lisan Arab yang nyata: "Apa yang pada hari itu bukan sebagai agama. maka dia pada hari ini bukanlah sebagai agama." Pada hari ini, perayaan maulid Nabi adalah agama, dan kalaulah bukan karena itu tentulah tidak akan terjadi pertikaian ini diantara para ulama yang berpegang teguh dengan sunnah dan para ulama yang membela kebid'ahan. Bagaimana hal ini termasuk dari agama padahal belum pernah ada di zaman Rasul ﷺ dan tidak juga di zaman para sahabat serta tidak pula di masa tabi'in, bahkan tidak ada di masa tabi'ut tabi'in?! Imam Malik termasuk dari tabi'ut tabi'in, dan beliau termasuk orang yang dimaksud di dalam hadits: «خير القرون قرني ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم» "Sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian orang-orang yang setelah mereka, kemudian orang-orang yang setelah mereka." Berkata Imam Malik: "Apa yang pada hari itu bukan sebagai agama maka pada hari ini bukan merupakan agama, dan tidaklah menjadi baik akhir umat ini kecuali dengan (mengikuti) kebaikan yang lakukan awalnya." ________ (¹) Negeri hijrah yang dimaksud adalah kota Madinah, dan imam yang dimaksud adalah imam Malik bin Anas rahimahullah. (Pent) Silsilah Al-Huda Wa An-Nuur, Syaikh Albani no. Kaset (1/94). ------------------------------ SIAPAKAH YANG TELAH MEMBUAT KEBID'AHAN MAULID NABI DAN BAGAIMANA DATANGNYA? Al-'Allamah Ibnu Al-'Utsaimin رحمه الله تعالى : PERTANYAAN: Siapakah mereka pertama kali yang membuat kebid'ahan maulid Nabi dan bagaimana datangnya? JAWABAN: Yang pertama kali membuatnya adalah kelompok (syi'ah) Fathimiyyah di Mesir pada abad ke-empat hijriyah dan pada abad ke-tujuh dibuat oleh raja Arbal di Irak. Kemudian menyebar di kalangan kaum muslimin... Dan sebabnya sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah di dalam kitab "Iqtidho As-Shiroth Al-Mustaqim": Sebabnya: ▪️ boleh jadi karena kecintaan kepada Rasul 'alaihis sholat was salam, sehingga mereka mengira bahwa ini merupakan keharusan dari sebuah kecintaan, ▪️ dan boleh jadi dalam rangka menandingi kaum Nashrani; dikarenakan kaum Nashrani melangsungkan hari raya bagi kelahiran Al-Masih 'alaihis sholat was salam... Dan apapun sebabnya maka SETIAP KEBID'AHAN ADALAH KESESATAN. ❞ Liqo Al-Bab Al-Maftuh [210]. -------------------------------  PERIHAL MAULID NABI ﷺ Berkata Taajuddin Al Fakihani رحمه الله تعالى tatkala ditanya perihal peringatan maulud Nabi: ❝ Aku tidak mengetahui landasan maulud Nabi ini pada kitab (Al Qur'an ) dan tidak pula pada sunnah (hadits), dan tidak dinukilkan amalnya dari satu orangpun ulama umat, yang mereka adalah tauladan dalam urusan agama ini, yang mana mereka adalah orang yang berpegang teguh pada atsar orang-orang terdahulu; bahkan amalan tersebut adalah kebid'ahan yang telah dibuat-buat oleh orang-orang yang tidak ada lagi pekerjaan (baththol), dan nafsu syahwatnya yang mengenyangkan orang-orang yang suka memakan harta haram (akkalun). ❞ Al-Maurid Fi 'Amal Al-Maulid, Al-Fakihani (1/9) Cet. Dar Al-'Aashimah - Riyadh. Baca :  Peringatan Terhadap Perayaan Maulid Nabi
9 tahun yang lalu
baca 3 menit