Tanya Jawab

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum jual beli sistem inah disertai contoh kasus

SEBAB DITIMPAKANNYA KEHINAAN Dari Shahabat Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda:  .إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةورضيتم بالزرعِ وَاتبعتمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمْ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ.  “Apabila kalian sudah melakukan jual beli dengan cara 'inah (jual beli yang terdapat unsur riba), sangat menyukai bertani dan mengukuti ekor-ekor sapi (sibuk dengan lahan pertanian), dan meninggalkan jihad fi sabilillah, Niscaya Allah akan timpakan kehinaan kepada kalian. Dan Dia (Allah) tidak akan melepaskannya sampai kalian kembali kepada agama kalian.”  [HR. Abu Dawud dan Ahmad] t.me/ForumSalafyPurbalingga HUKUM JUAL BELI SISTEM INAH Asy Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al-Utsaimin rahimahullah Pertanyaan:  Apa yang dimaksud dengan jual beli sistem 'inah? Jawaban: Jual beli dengan sistem 'inah adalah seseorang menjual sesuatu dengan harga yang dibayarkan secara diangsur, kemudian dia membelinya kembali dengan harga lebih murah dengan harga kontan,  Sebagai contoh:  Dia menjual mobil dengan harga lima puluh ribu dengan pembayaran dalam waktu satu tahun, kemudian dia beli kembali mobil tersebut kepada si pembeli tadi dengan harga empat puluh ribu tunai, inilah yang dinamakan dengan permasalahan 'inah, maka jual beli dengan sistem ini hukumnya adalah haram, dikarenakan sistem ini hanya sekedar trik dari perbuatan riba,  Dikarenakan orang yang menjual mobil dengan harga lima puluh ribu tadi, kemudian membelinya kembali dengan harga empat puluh ribu tunai, seakan-akan dia memberikan kepada laki-laki ini uang empat puluh ribu tunai dengan mendapatkan lima puluh ribu dalam jangka waktu satu tahun,  Dan mobil ini  adalah huruf yang yang datang membawa makna(hanya sekedar perantara saja),  Oleh karena ini disebutkan dari Ibnu Abbas radhiyallahuanhuma bahwa beliau berkata tentang jual beli dengan sistem ini :  "Sesungguhnya jual beli dengan sistem ini adalah dirham-dirham dengan dirham-dirham yang masuk diantara keduanya adalah kain sutera yakni baju" Dan sungguh telah disebutkan celaan jual beli dengan sistem 'inah ini didalam sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:  إذا تبايعتم بالعينة وأخذتم بأذناب البقر ورضيتم بالحرث وتركتم الجهاد سلط الله عليكم ذلا لا ينزع من قلوبكم حتى ترجعوا إلى دينكم  "Apabila kalian telah melakukan jual beli dengan sistem 'inah, kalian telah mengambil ekor-ekor sapi (sibuk dengan peternakan), kalian telah ridha dengan pertanian, dan kalian tinggalkan jihad, niscaya Allah akan kuasakan terhadap kalian kehinaan, tidak akan di cabut kehinaan tersebut dari hati kalian, sampai kalian kembali kepada agama kalian"   Sistem jual beli dengan 'inah ini mungkin kita katakan untuk menyebutkan ketentuannya:  كل عقد يتوصل به  إلى الربا فإنه من العينة في الواقع  "Setiap jual beli yang sampai pada riba, maka sesungguhnya itulah sistem 'inah pada kenyataannya".  Sumber: http://binothaimeen.net/content/11057 Alih Bahasa : Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'Umar غفرالرحمن له. || https://t.me/alfudhail HUKUM MEMINTA ORANG LAIN MEMBELI BARANG SECARA KONTAN UNTUK DIJUAL KEMBALI KEPADANYA SECARA KREDIT Fatwa Lajnah Daimah Fatwa Nomor: 2020 Pertanyaan : Seseorang meminta temannya untuk membeli mobil secara kontan untuk dijual kembali kepadanya secara kredit dengan adanya laba. Dengan kata lain, bila harga mobil seharga seribu secara kontan, maka dia jual kembali seharga seribu seratus secara kredit misalnya, maka bagaimana hukumnya?  Mohon disertakan pula penjelasan mengenai ucapan Imam Malik rahimahullah bahwa beliau menerima riwayat hadis Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam yang melarang dua akad dalam satu transaksi. Mohon pula dijelaskan mengenai bentuk-bentuk transaksinya. Apakah ini termasuk dalam kategori riba? Jawaban:  Seseorang meminta orang lain untuk membeli mobil tertentu atau yang sudah jelas spesifikasinya, dan orang yang meminta tadi berjanji akan membeli mobil itu darinya. Lalu, mobil tersebut dibeli dan telah menjadi hak miliknya. Dalam keadaan ini, orang yang mengajukan permintaan tersebut boleh membelinya, baik secara kontan maupun kredit, dengan besaran keuntungan yang jelas. Ini tidak termasuk dalam kategori jual beli barang yang belum dimiliki, karena pihak yang diberikan pengajuan itu baru menjual kepada pemesan setelah barang itu dibeli dan dimiliki. Dia tidak boleh menjual kepada kawannya itu sebelum dibeli, atau sudah dibeli namun barangnya belum diterima. Ini berdasarkan larangan Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam mengenai menjual barang sebelum dibeli dan dibawa para saudagar ke tempat tinggal mereka. Adapun larangan Nabi Shallalahu Alaihi wa Sallam tentang dua akad dalam satu transaksi diterangkan dalam penafsiran jumhur ulama berikut ini. Misalnya pemilik barang berkata, "saya jual barang ini dengan 10 dirham kontan, atau 15 dirham selama satu tahun,". Atau berkata, "saya jual salah satu dari dua ekor kerbau ini seharga seribu riyal,". Lalu pembeli menerima, dan keduanya berpisah tanpa adanya penentuan akad, kontan atau kredit pada bentuk pertama, atau tanpa ada penentuan salah satu dua ekor kerbau pada bentuk yang kedua.  Praktik jual beli seperti ini diharamkan karena tidak adanya kejelasan, apakah kontan atau kredit dan tidak ada kejelasan harga pada kasus yang pertama, sedangkan pada kasus kedua, disebabkan oleh tidak adanya kejelasan objek barang yang dijualbelikan. Salah satu contoh larangan di atas menurut jumhur ulama adalah perkataan seseorang kepada orang lain, "saya jual rumah saya ini dengan harga sekian, asalkan Anda jual pula rumah Anda ini dengan harga sekian. Atau, syaratnya Anda bekerja sebagai buruh saya selama satu bulan dengan upah sekian. Atau, jika Anda bersedia menikahkan anak perempuan Anda kepada saya dengan mahar sekian. Atau Anda menikah dengan putri saya dengan mahar sekian. Semua ini termasuk bentuk jual beli yang batil karena termasuk dalam kategori dua akad dalam satu transaksi, yang telah dilarang oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Contoh lainnya adalah jual beli 'inah yang cukup populer. Kami menyarankan Anda untuk menelaah kembali kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah rahimahullah dalam masalah ini. Telaah pula penjelasan al-'Allamah Ibnu al-Qayyim terhadap hadis Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang hukum dua akad dalam satu transaksi, dalam kitabnya Tahdzib as-Sunan dan I'lam al-Muwaqqi'in. Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam. Al Lajnah Ad Daimah Lilbuhutsil Ilmiyyah Walifta' Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Wakil: Abdurrazzaq 'Afifi Anggota: Abdullah bin Qu'ud Sumber http://telegram.me/ukhwh BACA JUGA : KUMPULAN TANYA JAWAB JUAL BELI BENTUK JUAL BELI SECARA KREDIT YANG DILARANG Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah Pertanyaan :  Syaikh, saya harap Anda sudi menyebutkan beberapa bentuk jual beli secara kredit yang diharamkan. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan. Jawaban : Jika seseorang membeli sesuatu secara tidak kontan dengan pelunasan secara kredit kemudian menjualnya kembali secara kontan kepada orang yang telah menjualnya kepadanya, maka ini disebut dengan jual beli 'inah . Jual beli model ini tidak diperbolehkan. Namun, jika dia menjualnya kepada orang lain, maka ini diperbolehkan. Contohnya, dia membeli sebuah mobil secara kredit kemudian menjualnya kepada orang lain secara kontan untuk biaya menikah, melunasi hutangnya atau untuk membeli rumah, maka ini diperbolehkan. Adapun jika dia membeli sebuah mobil atau yang lain secara kredit kemudian menjualnya secara kontan kepada orang yang menjual kepadanya, maka ini disebut dengan bai' al-`inah . Model ini tidak diperbolehkan karena ini adalah trik untuk mendapat sejumlah uang secara kontan dengan uang yang jumlahnya lebih banyak secara tidak kontan. http://www.binbaz.org.sa/fatawa/3845 || http://telegram.me/ukhwh APA PERBEDAAN JUAL BELI DENGAN SISTEM 'INAH DAN SISTEM TAWARRUK Asy Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah Jual beli dengan sistem tawarruk hukumnya adalah boleh, menurut mayoritas para Ulama, adapun jual beli dengan sistem 'inah hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan para Ulama,  Jual beli dengan sistem 'inah adalah seseorang menjual barang dengan sistem angsuran, kemudian dia membeli kembali barang tersebut kepada si pembeli tadi dengan harga lebih rendah dari harga yang telah dia beli dengan sistem angsuran tersebut, ini namanya jual beli sistem 'inah dan sistem ini adalah riba,  Adapun jual beli sistem tawarruk contohnya: Seseorang membutuhkan harta(uang), namun dia tidak mendapatkan pinjaman, maka dia berinisiatif untuk membeli barang  dengan pembayaran diangsur, kemudian dia menjualnya dengan harga tunai, agar dia bisa membelanjakan uangnya dengan harga tersebut untuk keperluannya,  Namun dia tidak menjualnya kepada orang yang menjualkan barang kepadanya dengan pembayaran sistem angsuran tadi, jika seperti ini keadaannya hukumnya haram dan dinamakan dengan jual beli sistem 'inah, dikarenakan harta tersebut kembali lagi kepadanya.  Sumber: https://www.alfawzan.af.org.sa/ar/node/16273 Alih bahasa: Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'Umar غفرالرحمن له.  || Telegram: https://t.me/alfudhail BACA JUGA : HUKUM MAKELAR DALAM JUAL BELI CONTOH JUAL BELI 'INAH = RIBA Ketika ada orang membutuhkan uang semisal 250 ribu, saya memberikan emas 1 gram yang harganya 250 ribu tetapi saya jual kepada orang tersebut dengan harga 300 ribu karena secara angsuran. Setelah diterima, kemudian emas tersebut dijual lagi kepada saya dengan harga 245 ribu. Apakah itu suatu riba, dan haramkah jual beli itu? Jawaban: Itu tergolong transaksi riba terlaknat yang direkayasa, yang dikenal dengan istilah ‘inah. Rekayasa itu tidak menjadikannya halal, tetapi semakin haram, karena mengandung unsur mempermainkan syariat pengharaman riba. Seakan-akan Allah ‘azza wa jalla tidak tahu, seperti mempermainkan anak kecil. ____________ Kalau saya mengkreditkan emas 1 gram seharga 250 ribu, tetapi saya jual 300 ribu karena mengangsur 4 bulan, dan saya TIDAK mau membeli emas itu lagi dari orang tersebut. Saya serahkan mau diapakan emas tersebut oleh si pembeli; apakah itu tetap sama riba? Jawaban: al-ustadz Muhammad as-Sarbini hafizhahullah Hal itu tetap tergolong riba, karena tidak kontan, tidak serah terima langsung dengan tuntas antara kedua belah pihak sebelum pisah majelis. Ketahuilah bahwa emas, perak, dan uang adalah barang-barang ribawi yang illat (faktor) hukum ribawinya sama. Jika diperjualbelikan satu sama lainnya dengan sejenis, harus sama nilainya dan serah terima langsung (tuntas) sebelum pisah majelis. Jika diperjualbelikan dengan berbeda jenis, harus serah terima langsung (tuntas) sebelum pisah majelis. Jika syarat itu ada yang dilanggar, itu adalah riba. Sumber: http://asysyariah.com/tanya-jawab-ringkas-edisi-115/ Definisi dan Hukum Jual Beli Sistem Inah
6 tahun yang lalu
baca 11 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum memiliki kunyah abul qasim, seperti rasulullah

BOLEHKAH BERKUNIYYAH DENGAN ABUL QASHIM? Telah disebutkan dengan sanad-sanad yang shahih didalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dan yang lainnya bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang untuk berkuniyah dengan sebutan Abul Qashim, . Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:  تسموا باسمي ولا تكنوا بكنيتي  "Bernamalah dengan namaku dan jangan berkuniyah dengan kuniyahku" Para Ulama telah menyebutkan tiga madzhab dalam permasalahan ini 1⃣ Pendapat pertama adalah melarang berkuniyah dengan Abul Qashim secara mutlak, diantara Ulama yang berpendapat dengan pendapat ini adalah Al-Imam Asy Syafi'i rahimahullah dan para Ulama menyebutkan bahwa ini adalah madzhab dzhahiriyyah, mereka berdalil dengan hadits ini bahwa Nabi shallallahu alaihi wa salam mengatakan:  ولا تكنوا بكنيتي "Jangan kalian berkuniyah dengan kuniyahku" 2⃣ Pendapat kedua adalah menyatakan boleh secara mutlak, namun mereka mengatakan bahwa larangan didalam hadits tersebut adalah khusus dimasa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mereka berdalil bahwa pada suatu hari Nabi shallallahu alaihi wa salam dipasar, dan beliau mendengar seorang laki-laki memanggil dengan sebutan wahai Abul Qashim, maka beliau shallallahu alaihi wa sallam menoleh, laki-laki itu berkata: bukan engkau yang saya maksud wahai Rasulullah, saya bertujuan memanggil seseorang, maka Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:  سموا باسمي ولا تكنوا بكنيتي "Berilah nama dengan namaku, namun jangan berkuniyah dengan kuniyahku" Mereka memahami bahwa larangan tersebut khusus ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam masih hidup, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa salam merasa terganggu dengan orang ini.  3⃣ Pendapat ketiga adalah: tidak boleh bagi seorang yang bernama Muhammad berkuniyah dengan Abul Qashim dan boleh bagi yang namanya bukan Muhammad berkuniyah dengan Abul Qashim.  Pendapat yang benar adalah pendapat kedua,  Pendapat ini adalah pendapat Al-Imam Malik rahimahullah yakni bahwa larangan tersebut khusus pada masa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan tidak dikhususkan setelah beliau shallallahu alaihi wa sallam wafat,  Dikarenakan ketika Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam hidup beliau terganggu karena tersamarkan bahwa beliau yang dipanggil, Adapun ketika seseorang memanggil Muhammad di masa  hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka tidak akan tersamarkan,  Allah azza wajalla berfirman:   تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُم بَعْضًا ۚ  Janganlah kalian jadikan panggilan Rasul diantara kalian seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian (yang lain).(An-Nur; 63)  Dan kaum muslimin tidak memanggil beliau dengan namanya, Mereka tidak mengatakan:  "Wahai Muhammad" Apabila beliau shalallahu alaihi wa salam mendengar sebutan wahai Muhammad maka beliau shallallahu alaihi wa sallam mengetahui bahwa yang dipanggil adalah orang lain, beliau tidak menoleh dan tidak menjawab, karena beliau mengetahui bahwa yang dipanggil adalah bukan beliau,  Apabila yang dipanggil beliau, maka tentu sebutannya adalah dengan lafadz :  "Wahai Rasulullah", "Wahai Nabi Allah",  Apabila dipanggil dengan sebutan:  "Wahai Abul Qashim", beliau menoleh, apabila orang yang memanggil ini bukan bertujuan memanggil Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam maka tentu yang demikian ini akan membuat beliau shallallahu alaihi wa sallam terganggu,  Maka ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam meninggal banyak dari para Ulama yang berkuniyah dengan sebutan ini (Abul Qashim),  Sungguh telah didapati sejumlah besar dari kalangan orang-orang besar pada masa tabi'in dan Ulama tabi'in berkuniyah dengan Abul Qashim,  Oleh karena itu berkuniyah dengan Abul Qashim tidak boleh semasa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan boleh setelah beliau wafat,  Disebutkan di dalam hadits Ali radhiyallahuanhu beliau mengatakan:  "Wahai Rasulullah Apabila terlahirkan setelah itu dari keturunanku seorang anak, apakah boleh aku beri nama Muhammad dan berkuniyah dengan Abul Qashim?  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjawab: ya (boleh)"  Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memberikan keringanan kepada Ali Ibnu Abi Thalib radhiyallahuanhu, maka beliaupun memberi namanya Muhammad yang dimaksud adalah Muhammad Ibnu Al-Hanafiyyah dan berkuniyah dengan Abul Qashim Sungguh Ibnul Mulaqqin rahimahullah telah menyebutkan didalam kitabnya Al-Ghayah sekumpulan besar dari tabi'in yang nama mereka Muhammad dan berkuniyah dengan AbulQashim,  Yang tertinggi dari mereka adalah Muhammad Ibnu Al-Hanafiyyah demikian pula Muhammad Ibnu Abi Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahuanhu BACA JUGA : HUKUM KUNYAH DENGAN NAMA ANAK PEREMPUAN, MISAL ABU FATIMAH Faidah dari Assyaikh Arafat Ibnu Al-Hasan Al-Muhammadi hafidzahullah || https://goo.gl/UsltjL Diterjemahkan oleh : Abu Fudhail Abdurrahman Ibnu 'Umar غفرالرحمن له.  Channel telegram: https://t.me/alfudhail Hukum Memiliki Kunyah Abul Qasim, Seperti Rasulullah
6 tahun yang lalu
baca 5 menit

Tag Terkait