Nasehat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

menyambut anak pulang sebagai pejuang

(126) Menyambut Anak Pulang Sebagai Pejuang Thalabul Ilmi artinya sedang berjuang. Ia memperjuangkan agama Allah. Berjuang menghimpun ilmu. Bahkan, thalabul ilmu menjadi perjuangan terbaik di zaman ini. Anak yang sedang thalabul ilmu adalah seorang pejuang. Pesantren menjadi medan juangnya. Di pesantren, banyak hal yang harus ia perjuangkan. Ada tugas-tugas yang ia pikul. Berjuang dalam thalabul ilmi sangatlah berat. Bahkan, seringkali lebih berat dibanding berjuang di area perang fisik yang menggunakan alat-alat perang, seperti pedang dan tombak. Maka, jika anak pulang -apapun alasannya-, sambutlah ia sebagai pejuang! Rasanya sedih jika pulangnya anak dianggap beban. . Anak dijadikan alasan yang memberati pikiran. Seolah-olah ia sebagai musuh yang hendak dihindari. Baginya, anak sama saja dengan masalah dan problem. Saudaraku, sebelum menikah, bukankah cita-citamu bisa memiliki anak?  Setelah menikah, apa hal yang paling engkau inginkan? Anak, bukan? Siang malam berdoa. Pagi petang meminta. Semua cara dilakukan agar segera punya anak. Lalu, setelah Allah kabulkan. Allah memberimu anak, lalu engkau anggap sebagai beban hidup? Aneh! Al Husain, cucu Rasulullah ﷺ , sedang bermain di luar rumah. Saat itu, Nabi Muhammad ﷺ dan sejumlah sahabat sedang menghadiri undangan makan. Melihat cucunya, Rasulullah ﷺ mempercepat langkah dan segera menemui. Dengan membentangkan kedua tangan, beliau mencandai Al Husain. Sampai Al Husain pun tertangkap lalu digendong oleh Rasulullah ﷺ. ( Sahih Adabul Mufrad 364 dari sahabat Ya'la bin Murrah ) Di lain kesempatan, Al Hasan dan Al Husain datang. Rasulullah ﷺ pun langsung mendekap dan memeluk mereka berdua. Beliau bersabda ;  إنَّ الولدَ مَبخلةٌ مَجبنةٌ " Sungguh! Anak menjadi sebab orangtuanya kikir dan penakut " ( Disahihkan Al Albani dalam Sahih Ibnu Majah no.2972) Kenapa demikian? Sebab, anak menjadi segala-galanya bagi orangtua.  Seseorang yang semasa mudanya dikenal pemberani, suka tantangan, dan pantang ditentang, bisa berubah penakut karena memikirkan anaknya. Seseorang bisa saja dermawan, namun ketika dihadapkan pada dua atau lebih pilihan, ia akan memilih anaknya. Ia simpan harta, ia tabung uang, ia sisihkan dana, buat anaknya. Anak menjadi buah hati. Penyejuk mata. Selalu hadir dalam benak. Dirindukan tawanya. Bahkan tangisannya pun menenangkan. Sungguh celaka orangtua yang merasa terbebani anak, padahal ia juga yang berharap kehadirannya di dunia. Nabi Muhammad ﷺ selalu menyambut kedatangan anaknya. Untuk anak, Nabi Muhammad ﷺ  memberikan ruang. Selalu ada tempat duduk di dekat beliau, entah di kanan atau di kiri, buat anak. Nabi Muhammad  ﷺ pasti menampakkan bahagia dan memperlihatkan gembira setiap kali putrinya, Fathimah, datang. Beliau sambut dengan kata-kata manis ; مَرْحَبًا بِابْنَتِي " Selamat datang, aku sambut engkau, wahai Putriku " ( HR Bukhari 5928 Muslim 2450 ) Nabi Ya'qub - bi idznillah -, dapat melihat kembali padahal sebelumnya buta. Saking gembiranya, begitu bahagianya.  Setelah puluhan tahun terpisahkan dengan anaknya, yaitu Nabi Yusuf. Belum juga bertemu, masih sebatas mencium aroma gamis Nabi Yusuf. Bertemu anak adalah momen indah dalam hidup. Jika anak pulang, dengan alasan apapun. Entah bolos, kabur, atau tidak betah di suatu tempat, ia tetaplah anak. Sambutlah dia dengan hangat! " Masya Allah, Abi rindu. Kini engkau pulang ", " Subhanallah, anak Ummi tambah besar dan dewasa ", " Ada pakaian kotormu, biar Ummi cucikan ", " Engkau ingin makan apa, Nak? ", atau kalimat-kalimat cinta semisal. Biarlah ia tenang. Buat ia merasa terlindungi. Alhamdulillah ia pulang ke rumah. Artinya, ia masih menganggap rumah sebagai tempat mencari kedamaian. Ia masih kembali ke orangtua. Ia pulang karena berharap diayomi, dilindungi, dan dikuatkan orangtua. Jika sudah ada kesempatan, tiba momen yang tepat, tawarkan bantuan untuknya, " Apa yang bisa Abi atau Ummi bantu, Nak?". Tidak perlu menginterogasi. Sebab, jika merasa nyaman, anak akan bercerita selengkapnya. Jika thalabul ilmi adalah proses berjuang, maka bisa jadi anak sebagai pejuang pulang dalam keadaan penuh luka. Bisa jadi ia kalah berperang. Bisa juga ia dipukul mundur musuh. Mungkin turun semangatnya. Tugas orangtua adalah memotivasi dan suntikkan semangat untuknya. Lebih-lebih jika anak pulang dengan izin ustadznya. Ia pulang karena memang liburan lebaran. Apa salah anak, jika ia ingin mencari kehangatan kasih sayang orangtuanya? Jika khawatir anak akan bergaul dengan teman-teman yang buruk selama liburan, maka pertanyaannya, " Kenapa ia memilih bergaul dengan teman-temannya yang buruk? " Jawabannya : karena anak tidak nyaman di rumah. Maka, buatlah rumah menjadi tempat ternyaman buat anak.  Semoga Allah Ta'ala memberi hidayah buat anak-anak kita. Lendah, 05 Dzulhijjah 1443 H/05 Juli 2022 t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

walau sebatas ingin bederma

 .(125) Walau Sebatas Ingin Bederma Dia punya seorang teman. Dia ingin seperti temannya. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi buat agama. Dia hanya bisa berandai-andai, " Semoga aku bisa seperti dia. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi untuk agama " Kamus Bahasa Indonesia mengartikan iri; sebagai sikap kurang senang melihat kelebihan orang lain. Sementara hasad, disebut dengan dengki. Dia iri kepada temannya. Tapi, bukan iri karena benci. Bukan sebab tidak suka. Apalagi membayangkan temannya itu kehilangan atau berkurang kenikmatan. Nabi Muhammad ﷺ menerangkan  (HR Bukhari 5025 Muslim 815 dari sahabat Ibnu Umar) : لا حسدَ إلا على اثنتينِ  " Tidak boleh hasad kecuali terhadap dua orang "  Nabi Muhammad ﷺ membahasakan dengan hasad. Namun, bukan dalam arti yang tercela atau terlarang. Tidak disebabkan benci atau kurang suka. Siapa mereka? Kenapa hasad diperbolehkan terhadap mereka? Satu dari dua jenis orang itu adalah : رجلٌ آتاه اللهُ مالًا فهو ينفقُ منه آناءَ الليلِ وآناءَ النهارِ " Seseorang. Allah memberinya harta. Ia berinfak sepanjang malam, sepanjang hari, dengan harta itu " Bukan semata-mata kaya raya. Tidak hanya karena banyak harta. Tapi, tidak dipakai buat kebaikan. Buat dihabiskan untuk foya-foya dan sia-sia. Terhadap orang semacam itu, buat apa iri? Adakah gunanya? Tapi, iri lah kepada seorang dermawan. Ia berharta dan harta itu ia pakai buat infak, sedekah, wakaf, hibah, dan amal kebaikan lainnya. Iri lah kepada orang dermawan. Tidak hanya memikirkan diri sendiri. Bukan ingin memuaskan diri. Justru ia kurang tenang dan tidak senang, bila tidak bisa berbagi. Nabi Muhammad ﷺ bersabda : لَوْ كانَ لي مِثْلُ أُحُدٍ ذَهَبًا ما يَسُرُّنِي أنْ لا يَمُرَّ عَلَيَّ ثَلاثٌ، وعِندِي منه شيءٌ إلَّا شيءٌ أُرْصِدُهُ لِدَيْنٍ " Andai aku punya emas sebanyak gunung Uhud, aku tidak merasa tenang, berlalu 3 hari kemudian masih ada yang tersisa. Kecuali yang aku siapkan untuk melunasi utang " (HR Bukhari 2389 Muslim 991 dari sahabat Abu Hurairah) Subhanallah!  Sedemikian dermawan Nabi Muhammad ﷺ. Beliau hanya ingin memberi, memberi, dan memberi. Berbagi, berbagi, dan terus berbagi. Lebih-lebih, Nabi Muhammad ﷺ menyatakan : وإنَّما أنا قاسِمٌ ويُعْطِي اللَّهُ " Saya hanya sebatas membagi. Allah lah yang memberi " (HR Bukhari 71 Muslim 1037 dari sahabat Muawiyah) Artinya? Beliau mengingatkan bahwa harta yang ada, harta yang dipunya, hakikatnya milik Allah. Dia-lah yang memberikan dan menitipkan. Tugas hamba adalah membagikan dan menyalurkan di jalan- Nya. 0000____0000 Dia punya seorang teman. Dia ingin seperti temannya. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi buat agama. Dia hanya bisa berandai-andai, " Semoga aku bisa seperti dia. Suka bederma. Senang berbagi. Apalagi untuk agama " Dia juga susah hati. Sedih. Menangis. Bahkan seolah-olah tersiksa.  Ingin rasanya bederma. Maunya ia saja yang membangun masjid, mendirikan pesantren, membebaskan lahan, membiayai santri-santri, menanggung operasional pendidikan, dan mewakafkan apa yang diperlukan untuk berdakwah. Tapi, dia tidak bisa. Sebab, ia tak berharta. Atau terkadang ada harta, namun belum bisa berlapang dada. Kadang dia berpikir, apakah pantas sederajat di surga dengan Nabi Muhammad ﷺ yang terdepan dalam berinfak? Bisakah ia sederajat di surga dengan Abu Bakar Ash Shidiq yang berinfak dengan semua harta? Umar bin Khattab yang berinfak separuh harta? Atau Utsman bin Affan yang sedekahnya tidak terhitung karena saking sering dan begitu banyaknya? Maunya berjumpa dan dihimpun di surga bersama Rasulullah ﷺ , bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali, namun apakah itu hanya angan-angan tanpa kenyataan? Sementara, pikirnya, dia masih belum bisa seperti Rasulullah ﷺ yang memberi seperti orang yang tidak takut miskin. Sebab, tidak ada orang dermawan jatuh miskin. Lendah, 28 Dzulqa'dah 1443 H/27 Juni 2022  (Tentang teman yang berkenan wakaf tanah. Baarakallah fiik) t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

temukan kelebihan anak!

(122) Temukan Kelebihan Anak! Anak identik dengan dunia unik. Alam berpikir mereka menjelajah jauh. Anak-anak tetaplah anak-anak. Belum bisa dinilai apalagi disamakan dengan yang telah dewasa. Orang dewasa saja masih banyak yang kekanak-kanakan! Menilai anak jangan terburu-buru! Tidak boleh menghukumi, sementara mereka masih proses berkembang. Apa alasan Anda memutuskan seorang anak . bodoh, nakal, lemah ingatan, pemalas, suram masa depannya, tidak bisa apa-apa, hanya beban saja, atau vonis-vonis buruk lainnya?! Setiap anak pasti punya kelebihan. Jangan hanya melihat kekurangan-kekurangannya saja! Ada yang lemah secara akademis, namun unggul di bidang sosial. Ada yang terbelakang dalam hafalan, tetapi kedisiplinan waktunya menakjubkan. Ada anak kurang daya ingatnya, di sisi lain ia pantang menyerah. Tidak ada anak terlahir sia-sia. Setiap anak di atas fitrah, kedua orangtuanya lah yang berpengaruh. Menyaksikan alam semesta beserta seluruh ciptaan yang ada, doa orang beriman adalah : رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَٰطِلًا سُبْحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّار " Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka lindungilah kami dari siksa neraka " (QS Ali Imran: 191) Ya Allah, tiadalah Engkau menciptakan anak-anak kami sia-sia. Maha suci Engkau. Lindungilah kami dan anak-anak kami dari siksa neraka. 0000____0000 Mata pelajaran dan disiplin ilmu, anak-anak pun berbeda-beda. Ada yang lemah di satu bidang ilmu, namun kuat di bidang yang lain. Ada yang berbakat di satu mata pelajaran,  tetapi di mata pelajaran lainnya tertinggal jauh. Tidak mengapa lah! Selama masih mau belajar, tetap kita support. Asalkan ada keinginan belajar, kita semangati saja. Adz Dzahabi ( Tadzkiratul Huffaz 3/1031) menyatakan, " Banyak ulama spesialisasi nya di satu bidang ilmu, namun tidak di bidang yang lain. Sibawaih, contohnya. Beliau imam di bidang Nahwu, namun tidak mendalami hadis. Waki' adalah imam di bidang hadis, tetapi tidak menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab. Abu Nuwas tokoh penyair, namun di bidang lainnya tidak. Abdurrahman bin Mahdi tokoh besar ilmu hadis, tidak mengerti ilmu kedokteran sama sekali. Muhammad bin Al Hasan pakar fikih tetapi tidak menguasai ilmu Qiraat. Juga Hafs yang menjadi imam di bidang Qiraat, namun lemah dalam hadis" Berikut ini contoh-contoh lain yang disebutkan Adz Dzahabi dalam Siyar A'lam Nubala : 1. Adh Dhahak bin Muzahim. Ahli tafsir dan tidak begitu bagus dalam hadis (4/598) 2. Ibnu Ishaq. Pakar tarikh dan sejarah namun statusnya hasan dalam hadis (7/37) 3. Umar bin Hasan bin Dihyah. Pakar bahasa tetapi lemah di hadis (22/391) Intinya begini...  Sejak sedini mungkin, anak-anak harus dipantau dan dimonitor. Perkembangan mereka diamati, terutama mata pelajaran yang diajarkan, mana yang membuat anak tertarik dan senang, dan apa yang menjadikan mereka kesusahan. Mata pelajaran yang ia senangi, kita support semaksimal mungkin. Mata pelajaran yang baginya dirasa sulit, kita bantu dengan privat-privat. Menggunakan metode yang beragam. Tidak terkesan memaksa atau menekan di luar batas kemampuan. Optimis dan jaga harapan, bahwa ada bidang-bidang ilmu yang disenangi anak. Cari, temukan, lalu bantulah anak untuk mengembangkan. Boleh jadi anak kita ; ada yang ahli qiraat, ada yang pakar nahwu, ada yang menjadi sejarawan Islam, ada yang spesialis fikih, ada yang hafiz, ada yang menonjol materi akhlak nya, atau bidang ilmu lainnya.  Jangan menuntut anak menjadi ahli di segala bidang! Mari mendampingi anak dengan senang hati dan penuh kegembiraan. Agar anak-anak dapat tersenyum dan bahagia. Insya Allah.  رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَٰجِنَا وَذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ " Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami)" Lendah, 15 Dzulqa'dah 1443 H/15 Juni 2022 t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 3 menit