Tanya Jawab

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

apakah rasulullah puasa 10 hari awal dzulhijjah?

APAKAH MEMANG TETAP (TSABIT) DARI RASULULLAH ﷺ PUASA 10 HARI (AWAL) DZULHIJJAH? Mufti: al-Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah Pertanyaan:"Semoga Allah memperbaiki keadaan anda, apakah tsabit dari Rasulullah ﷺ bahwasanya beliau berpuasa di 10 hari Dzulhijjah?" Jawaban: "Apakah telah sampai kepadamu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: "tidak ada hari-hari dimana amalan shalih yang dilakukan di hari-hari tersebut lebih Allah cintai daripada amalan yang dilakukan di 10 hari Dzulhijjah." (Apakah) sudah sampai padamu (hadits ini)?" ☑️ Penanya:"Iya" ✅ Syaikh:"Apakah puasa termasuk amalan shalih? Tentu saja. Lalu apakah yang membuat dia (puasa) keluar dari (pernyataan) umum ini? Apakah Rasulullah ﷺ bersabda:"(tidak ada hari-hari dimana amalan shalih yang dilakukan di hari-hari tersebut lebih Allah cintai daripada amalan yang dilakukan di 10 hari Dzulhijjah) kecuali puasa. Maka janganlah kalian berpuasa?" ☑️ Penanya:"Tidak (beliau tidak mengatakan seperti itu)." ✅ Syaikh:"Kalau begitu, apa yang mengeluarkan puasa dari keumuman hadits tersebut? (Apakah) hadits Aisyah: "(aku sama sekali tidak melihat beliau berpuasa di hari-hari tersebut)." Beliau tidak melihat, tetapi selain beliau melihatnya. Dalam hadits lain dari salah satu ummahatul mukminin, beliau berkata:"(Sesungguhnya Rasulullah ﷺ tidak meninggalkan puasa 9 Dzulhijjah)." Berkata Imam Ahmad: "yang menetapkan lebih didahulukan daripada yang meniadakan." Kemudian seandainyapun memang diasumsikan bahwasanya Rasulullah tidak berpuasa di hari-hari tersebut, (akan tetapi bukankah) puasa masuk dalam keumuman hadits:"(tidak ada hari-hari dimana amalan shalih yang dilakukan di hari-hari tersebut lebih Allah cintai daripada amalan yang dilakukan di 10 hari Dzulhijjah)?" Anggaplah betul, bahwa beliau tidak berpuasa pada hari-hari tersebut, maka ini adalah kasus personal, dimana boleh jadi beliau tidak berpuasa karena kesibukan beliau dengan perkara yang lebih penting lagi (daripada puasa). ✊🏻 Di sana ada satu kaidah yang wajib untuk kita mengetahuinya:" jika telah datang nash-nash berupa ucapan yang sifatnya umum, maka jangan engkau katakan apakah para sahabat mengamalkannya atau tidak. Karena secara asal, mereka telah beramal dengan nash tersebut. Dan ketidaktahuan (kita) tentang amalan mereka bukan berarti kita tahu bahwa mereka tidak beramal (dengan amalan tersebut). Karena secara asal mereka beramal (dengan nash-nash yang sifatnya umum). . 🏷️ Kemudian anggaplah betul-dan ini adalah anggapan yang tidak mungkin-bahwasanya mereka tidak mengamalkannya, maka apakah kelak di hari kiamat kita akan ditanya tentang amalan para sahabat ataukah tentang sabda Rasulullah ﷺ? Tentunya tentang sabda Rasulullah ﷺ. Sebagaimana Allah berfirman: وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ ﴾[القصص:65]  Dan (ingatlah) hari ketika Dia (Allah) menyeru mereka dan berkata:"Apakah jawaban kalian terhadap para Rasul?" Apakah mungkin bagi siapapun orangnya, jika dia mendapati dalil, bila ditanya di hari kiamat tentang salah satu dari sekian ucapan (hadits) Rasulullah ﷺ yang sifatnya umum, apakah mungkin dia akan berkata:"Wahai Rabbku, para sahabat tidak beramal dengannya." Atau mengatakan:"Aku tidak tahu apakah mereka beramal dengannya atau tidak." Tidak mungkin ini menjadi hujjah (bagi kita di hari kiamat). 🤚🏻 Oleh karena itu kami menyayangkan sebagian manusia yang membuat kaum muslimin ragu tentang perkara ini. Mereka berkata: sesungguhnya puasa di hari-hari tersebut bukanlah sunnah." Subhanallah! Aku kuatir mereka akan Allah adzab di hari kiamat. Bagaimana mungkin Rasulullah ﷺ bersabda:"(tidak ada hari-hari dimana amalan shalih yang dilakukan di hari-hari tersebut lebih Allah cintai daripada amalan yang dilakukan di 10 hari Dzulhijjah) lalu kita meninggalkan amalan shalih yang Allah berkata (tentangnya):"sesungguhnya dia (puasa) itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya."? Subhanallah! ❎ Oleh karena itu wajib bagi kita untuk membantah klaim ini yang akibatnya akan menghinakan (pelakunya). Dan kami tanyakan pada orang tersebut (yang bertanya pada Syaikh melalui surat) pertanyaan itu sendiri yang diajukan padamu (pembawa acara): apakah puasa termasuk amalan shalih atau bukan? Apakah datang dari Nabi ﷺ bahwasanya beliau melarang melakukannya atau tidak? Tentunya dia akan berkata: tidak (Nabi ﷺ tidak melarang). Jika dia berkata:ya (Nabi melarangnya), maka kami katakan: tunjukkan dalilnya. Tentunya dia akan berkata: puasa itu termasuk amalan shalih. Dia juga akan berkata: tidak ada riwayat yang datang dari Rasulullah ﷺ yang melarang darinya. Maka kita katakan: Kalau begitu harusnya kita mengamalkannya. Dan ini sebenarnya adalah musibah. Dimana manusia beramal dengan suatu amalan yang tidak ada dosa di dalamnya, bahkan justru mengandung pahala, lalu sebagian orang menyelisihi dan (dia datang) memperingatkan dengan sesuatu yang menyelisihi kebiasaan, yang mana kebiasaan tersebut lebih dekat kepada kebenaran daripada pendapatnya. Dan ini adalah adalah sebuah musykilah (problem). Baca juga : ADAKAH DALIL KHUSUS PUASA 10 HARI AWAL DZULHIJJAH? 📚 Silsilah Liqa'at Babil Maftuh: Liqa' Babil Maftuh 199 Ash-Shiyam: Shawmut Tathawwu' 🍋 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS) https://telegram.me/salafysitubondo 🔎 Muraja'ah (korektor): al-Ustadz Musa bin Hadi hafizhahullah 🗓 5 Dzulhijjah 1441 H       26 Juli 2020
4 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

tentang nasyid thala'al badru 'alaina, shahih?

BENARKAN RASULULLAH ﷺ DISAMBUT DENGAN NASYID "THALA'AL BADRU 'ALAINA" KETIKA HIJRAH KE MADINAH? . Syaikh Shalih bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah  Pertanyaan : Apakah benar kalau ahli Madinah ketika mereka menyambut Rasulullah ﷺ mereka menyenandungkan nasyid "Tala'al Badru 'alaina" ketika ada orang-orang yang berdalil dengan itu akan bolehnya nasyid ini? Jawaban :  Tidak ada kebenaran akan kisah ini, dan di sana ada perkara yang menunjukkan kalau kisah ini tidak ada asalnya, karena mengatakan : طلع البدر علينا من ثنيات الوداع Telah muncul Bulan Purnama (yakni Rasul ﷺ) kepada kita dari arah Tsaniyatul Wada'. Tsaniyatul Wada' bukan terletak di jalur Mekkah, karena Rasulullah ﷺ datang ke Madinah dari arah selatan, bukan dari arah utara, sampai bisa melewati Tsaniyatul Wada'.  Posisi Tsaniyatul Wada' itu di utara Madinah, maka hal ini tidak sesuai.  http://telegram.me/ahlussunnahposo صحـة نشيـد طلع البـدر علينـا للعـلامة صالح الفوزان حفظه الله   السؤال  هل صحيح ان اهل المدينة قد استقبلوا رسول الله صلى الله عليه وسلم بنشيد طلع البدر علينا حيث يوجد من يستدل بذلك على هذه الاناشيد؟  الجواب ماثبتت هذه القصة وفيها مايدل على انه لا اصل لها لانه يقول طلع البدر علينا من ثنيات الوداع ثنيات الوداع ماهي على طريق مكة لان رسول الله صلى الله عليه وسلم جاء الى المدينة من طريق الجنوب ما جاء من طريق الشمال حتى يمر على ثنيات الواداع ثنيات الواداع شمال المدينة فلا ينطبق هذا❗  الفتوى صوتياً ‏http://youtu.be/hxS2IKZGgcs ⏩|| Grup Whatsap Ma'had Ar-Ridhwan Poso  💽||_Join chanel telegram  http://telegram.me/ahlussunnahposo  🌏||_Kunjungi : www.mahad-arridhwan.com 🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
4 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

fatwa al lajnah ad da'imah terkait wabah virus corona (covid-19)

RINGKASAN FATAWA AL-LAJNAH AD-DA'IMAH TERKAIT WABAH CORONA Fatwa no : 28068 Tanggal . : 17/9/1441 Fatwa Al Lajnah ad Da'imah Terkait Wabah Virus Corona (Covid-19) 1. HUKUM SHALAT MEMAKAI MASKER DAN SARUNG TANGAN Pertanyaan : Apa hukum shalat dengan mengenakan masker dan sarung tangan di tempat yg dikhawatirkan ada penularan virus corona? Jawaban : Tidak mengapa hal itu. 2. APA HUKUM TAYAMUM BAGI TENAGA MEDIS ? Pertanyaan : Apakah boleh bagi orang yg sedang berinteraksi dengan pasien corona, yg terasa susah baginya melepaskan pakaian pelindung (APD) untuk bertayamum untuk shalat? Jawaban : Apabila tidak memungkinkan melepaskan pakaian pelindung atau bisa menimbulkan mudharat tatkala melepasnya, maka hendaknya dia shalat sesuai kondisinya. 3. MERASA KURANG DALAM MELAYANI PADA SEBAGIAN TENAGA MEDIS Pertanyaan : Disaat datang pasien corona dalam kondisi darurat, para tenaga medis memakai pakaian pelindung agar tidak tertular, yg menyebabkan terlambat penanganannya beberapa menit, sebagian tenaga medis merasa bersalah dan merasa ada kekurangan. Apakah yg demikian itu berdosa ? Jawaban : Tidak mengapa hal itu. 4. HUKUM SALING BERJAUHAN DALAM SHALAT BERJAMAAH KARENA KAWATIR TERTULAR Pertanyaan : Kami bekerja di rumah sakit,  dan kami shalat berjamaah di satu shaf, dalam keadaan terputus diantara orang satu dengan lainnya, sejarak satu meter. Dan imam ada di depan kami. Apakah shalatnya sah? Jawaban : Tidak mengapa hal itu. 5. MENGAKHIRKAN SHALAT DARI WAKTUNYA DEMI MENYELAMATKAN PASIEN Pertanyaan : Para tenaga medis yg sedang mengalami kondisi darurat dan tidak mampu shalat pada waktunya. Dan dia sibuk menyelamatkan pasien dari kebinasaan, sampai habis waktu shalat ? Jawaban : Hendaknya dia shalat kapan memungkinkan untuk itu, sekalipun sudah habis waktunya. 6. BERSABAR DAN MENGHARAP PAHALA DALAM MENGOBATI PASIEN CORONA Pertanyaan : Para dokter dan tenaga medis terancam tertular di saat mengobati pasien. Mohon diberikan nasehat dan bimbingan buat mereka? Jawaban : Hendaknya mereka bersabar dan mengharap pahala dari sisi Allah dalam melaksanakan pekerjaan ini, di sini memberikan manfaat kepada saudara mereka yg sedang sakit. 7. BAGAIMANA TATACARA SHALAT BAGI ORANG YG KESULITAN BERSUCI KARENA SAKIT CORONA Pertanyaan : Sebagian pasien virus corona tidak mampu berwudhu dan mampu bertayamum. Akan tetapi debu tayamum dikawatirkan akan bisa mempengaruhi alat bantu pernafasannya (respirator) dan ia akan bisa mati dengan sebab itu. Bagaimana hukum dari segi tatacara bersucinya? Jawaban : Jika tayamum akan menimbulkan mudharat, maka hendaknya dia shalat sesuai keadaannya (sekalipun tanpa tayamum-pent) . 8. PASIEN CORONA YG TIBA WAKTU SHALAT, TIDAK MAMPU BERWUDHU  Pertanyaan : Seorang pasien corona dalam keadaan belum bersuci, dan dia berada di ruangan yg tidak ada air, dalam keadaan telah masuk waktu shalat. Dan akan terjadi bahaya jika dia meninggalkan tempatnya. Bagaimana cara dia bersuci dan shalatnya? Jawaban : Hendaknya dia shalat sesuai keadaannya. Jika mampu bersuci dengan air maka ia harus berwudhu, jika tidak mampu, maka hendaknya bertayamum, jika tidak memungkinkan berwudhu atau tayamum maka dia shalat sesuai kondisinya. 9. HUKUM TIDAK MENGUNJUNGI ORANG TUA KARENA KAWATIR TERTULAR Pertanyaan : Apakah para petugas medis yg merawat pasien corona, tatkala tidak mengunjungi orang tuanya karena kawatir menularkan penyakit ke mereka tergolong perbuatan durhaka? Jawaban : Apa yg disebutkan tidak termasuk durhaka. Komite Tetap untuk Fatwa Ketua : Abdul Aziz bin Abdillah bin Muhammad Alu Syaikh Anggota : 1. Shalih bin Abdillah Al-Fauzan 2. Muhammad bin Hasan Alu Syaikh 3. Abdussalaam bin Abdillah As-Sulaimaani Sumber : https://mobile.twitter.com/aliftasa Grup Whatsap Ma'had Ar-Ridhwan Poso Join chanel telegram http://telegram.me/ahlussunnahposo Kunjungi : www.mahad-arridhwan.com
4 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum shalat id (idul fitri / idul adha) di rumah

TENTANG SHALAT ID (SHOLAT IEDUL FITRI/IEDUL ADHA) DI RUMAH Hukum Shalat Id (Idul Fitri / Idul Adha) di Rumah Sebelum masuk pada pembahasan ini, alangkah baiknya kita simak penjelasan ulama tentang hukum mengqadha salat Id bagi yang terluputkan. Diantara ulama ada yang berpendapat shalat Id tetap dikerjakan, sebagaimana sifatnya bagi yang tertinggal shalat bersama imam. Ini adalah pendapat al-Lajnah al-Da’imah. ومن فاتته صلاة العيد وأحب قضاءها استُحب له ذلك فيصليها على صفتها من دون خطبة بعدها “Barang siapa yang luput padanya shalat Id dan dia ingin mengqadanya, maka disunahkan baginya mengqadha. Hendaknya dia kerjakan sesuai dengan sifatnya tanpa khotbah setelahnya” (Fatawa al-Lajnah al-Da’imah, Jilid 8, hlm. 306). Diantara ulama ada yang berpendapat tidak disyariatkan qadha. Ini adalah pendapat al-‘Allamah Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah. Beliau mengatakan, صلاة العيد شرعت على وجه الاجتماع فلا تقضى إذا فاتت كصلاة الجمعة لكن صلاة الجمعة وجب أن يصلي الإنسان بدلها صلاة الظهر لأنها فريضة الوقت أما صلاة العيد فليس لها بدل فإذا فاتت مع الإمام فإنه لا يشرع قضاءها وهذا هو اختيار شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله وهو عندي أصوب من القول بالقضاء والله أعلم “Shalat Id disyariatkan dengan berkumpul dan tidak diqadha jika terluputkan, sebagaimana shalat Jumat. Akan tetapi, shalat Jumat jika terluputkan, wajib bagi seseorang untuk menggantinya dengan shalat Zuhur karena shalat itu adalah kewajiban pada waktunya. Adapun shalat Id tidak ada gantinya. Apabila seseorang terluput mengerjakannya bersama imam, maka tidak disyariatkan qadha. Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dan pendapat ini menurutku lebih benar daripada yang berpendapat qadha” (Majmu‘ Fatawa, Jilid 16, hlm. 255–256). Berdasarkan fatwa al-Lajnah al-Da’imah di atas, asy-Syaikh al-Mufti ‘Abdul‘aziz bin ‘Abdillah bin Muhammad Alu asy-Syaikh hafizhahullah berpendapat bahwa shalat Id disyariatkan untuk dikerjakan di rumah pada masa-masa wabah Covid-19 sekarang ini. Beliau hafizhahullah mengatakan, “Adapun shalat Id, apabila keadaan ini (wabah Covid-19) terus berlanjut sehingga tidak mungkin menegakkannya di tanah lapang dan di masjid yang menjadi tempat khusus terhadap pelaksanaannya, maka dikerjakan di rumah tanpa khotbah setelahnya. Telah terbit Fatwa dari al-Lajnah al-Da’imah, yaitu : "Barangsiapa yang luput padanya shalat Id dan dia ingin mengqadhanya, maka disunahkan baginya mengqadha. Hendaknya dia kerjakan sesuai dengan sifatnya tanpa khotbah setelahnya. Apabila qadha disunahkan bagi yang luput padanya shalat Id bersama imam dan kaum muslimin, tentu lebih pantas lagi dilakukan bagi yang tidak ditegakkan shalat Id di negara mereka. Yang demikian itu adalah menegakkan syiar agama sesuai dengan kemampuan” (http://www.spa.gov.sa/ 2075735). Diantara ulama kita pula ada yang berpendapat bahwa shalat Id tidak disyariatkan untuk dilakukan di rumah, sebagaimana pendapat al-‘Allamah ‘Ubaid al-Jabiri hafizhahullah yang terekam (https://bit.ly/2KxqLtd). Demikian pula asy-Syaikh Fu’ad al-Zintani hafizhahullah yang condong dengan pendapat ini, yaitu shalat Id tidak disyariatkan dikerjakan di rumah (https://bit.ly/2zfpFzV. https://bit.ly/3b6sxwe). Dengan demikian, kesimpulan dari pendapat ini adalah jika dimudahkan untuk shalat Id di tanah lapang atau di masjid, maka itulah yang dilakukan. Jika tidak, karena kesulitan seperti masa-masa wabah seperti sekarang ini, maka tidak dikerjakan. Allah Subhanahu wa taala berfirman, لا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (Al-Baqarah: 285). Pendapat kedua ini mengisyaratkan pada pendapat yang dipilih oleh Syaikul Islam dan Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahumallah di atas, yaitu dengan landasan bahwa shalat Id itu dilakukan dengan bentuk perkumpulan. Apabila terluputkan, maka tidak ada gantinya seperti shalat Jum'at. Pendapat ini yang kami lebih cenderung padanya. Wal-‘ilmu ‘indallah. Ditulis Oleh: Abu Fudhail Abdurrahman bin Umar غفر الرحمن له @alfudhail https://bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF] www.alfawaaid.net PELAKSANAAN SHALAT ID APABILA WABAH COVID-19 MASIH BERLANJUT Kutipan Rangkaian Fatwa dari Asy-Syaikh Abdul Aziz Alu Syaikh hafizhahullah (Mufti Umum Kerajaan Arab Saudi) Pertanyaan kedua: هل مشروعية صلاة العيد في البيوت؟ Apakah disyariatkan shalat id di rumah masing-masing? Jawaban: أما صلاة العيد إذا استمر الوضع القائم ولم تمكن إقامتها في المصليات والمساجد المخصصة لها فإنها تصلى في البيوت بدون خطبة بعدها Apabila keadaan saat ini berlanjut sehingga shalat id tidak mungkin dilakukan di lapangan-lapangan dan masjid-masjid yang khusus untuk melaksanakannya, shalat id hendaklah dilaksanakan di rumah masing-masing tanpa disertai khutbah setelahnya. وسبق صدور فتوى من اللجنة الدائمة للفتوى جاء فيها: (ومن فاتته صلاة العيد وأحب قضاءها استُحب له ذلك فيصليها على صفتها من دون خطبة بعدها Telah terbit fatwa dari Lembaga Tetap Urusan Fatwa yang di dalamnya menyebutkan, ‘Barang siapa yang tertinggal dari shalat id dan dia ingin mengqadhanya, disunnahkan baginya untuk melaksanakannya sesuai tata cara shalat id tanpa disertai khutbah setelahnya.’ فإذا كان القضاء مستحباً في حق من فاتته الصلاة مع الإمام الذي أدى صلاة العيد بالمسلمين ، فمن باب أولى أن تكون إقامتها مشروعة في حق من لم تُقم صلاة العيد في بلدهم لأن في ذلك إقامة لتلك الشعيرة حسب الاستطاعة Mengqadha shalat id bagi makmum yang tertinggal dari shalatnya imam, hukumnya sunnah. Maka dari itu, melaksanakan shalat id (di rumah) bagi orang-orang yang tidak ditegakkan shalat id di negerinya tentu lebih disyariatkan. Hal itu merupakan penegakan terhadap syiar Islam sesuai dengan kadar kemampuan. Allah subhanahu wa taala berfirman, فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ “Bertakwalah kalian kepada Allah (semaksimal mungkin) sesuai kesanggupan kalian.” Nabi shalallahu alaihi wasallam juga bersabda إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ “Apabila aku memerintahkan kalian untuk melaksanakan sesuatu, lakukanlah (semaksimal mungkin) sesuai kemampuan kalian.” Sumber || http://www.spa.gov.sa/2075735 Kunjungi || https://forumsalafy.net/pelaksanaan-shalat-id-apabila-wabah-covid-19-masih-berlanjut/ SHALAT IED BERJAMA'AH DI RUMAH KARENA UDZUR Dahulu Anas bin Malik radliyallahu 'anhu apabila beliau terluput (terlambat) shalat Ied bersama imam, beliau mengumpulkan keluarganya. Lalu beliau shalat bersama mereka seperti shalatnya imam dalam shalat Ied Shahih Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dengan ta'liq (mu'allaq) 2/23 Ibnu Abi Syaibah meriwayatkannya dengan maushul (bersambung sanadnya sampai rawi terakhir) 5853 Dan lafazh ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi 6307 Thuwailibul 'Ilmisy Syar'i (TwIS) https://telegram.me/salafysitubondo 🔎 Muraja'ah (korektor): al-Ustadz Kharisman hafizhahullah
4 tahun yang lalu
baca 6 menit

Tag Terkait