ulama

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi ibnu khuzaimah an naisabury

Ibnu Khuzaimah Naisabur menjadi satu dari sekian tempat lahirnya pakar hadis dan ulama kelas dunia. Bagi sebagian pembaca mungkin Kota Naisabur masih terasa asing di telinga. Kota indah ini secara geografis terletak di Provinsi Khurasan yang sekarang masuk wilayah Iran. Kota Naisabur berjarak kurang lebih 432 mil dari arah timur Teheran yang merupakan Ibu kota Iran. Kota ini pernah mencapai masa keemasan pada abad 10 sebelum luluh lantak karena invasi pasukan Mongol. Di sinilah terlahir seorang tokoh ilmu hadis pada abad ke 4 yang sangat terkenal. Beliau adalah Ibnu Khuzaimah yang sejatinya bernama lengkap Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah bin Shalih bin Bakar An Naisaburi Asy Syafi’i rahimahullah . Ulama dengan kuniah Abu Bakar lahir pada bulan Shafar tahun 223 atau bertepatan dengan 838 M di Naisabur. PENDIDIKAN ILMIYAHNYA . Semenjak kecil beliau tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang taat beragama. Allah subhanahu wa ta’ala telah menganugerahkan antusias mempelajari hadis sejak usia kecil. Memang luar biasa, sangat jarang ada anak kecil punya semangat menggelora untuk belajar ilmu hadis. Bahkan Ibnu Khuzaimah kecil meminta izin kepada ayahnya untuk belajar hadis kepada Qutaibah bin Sa’id rahimahullah. Ia sangat berharap dukungan dari sang ayah untuk merealisasikan tekadnya tersebut. Namun sang ayah menghasung agar fokus mempelajari Al Quran terlebih dahulu. “Aku akan mengizinkanmu jika engkau menyelesaikan Al Quran terlebih dahulu.” Ujar sang ayah. Beliau pun termotivasi dengan syarat yang diajukan ayahnya, sehingga mampu menyelesaikan hafalan Al Quran ketika masih kecil. Talenta besar beliau memang sudah terlihat di masa kanak-kanak. Menjadi penghafal Al Quran di masa kecil merupakan fenomena yang biasa di kalangan salaf. Tibalah saatnya beliau berpetualang mencari hadis dari para ulama. Ibnu Khuzaimah menuturkan, “Aku pergi ke Moru dan mendengarkan hadis dari Muhammad bin Hisyam lalu sampailah berita kematian Ibnu Qutaibah kepada kami.” Ibnu Qutaibah meninggal pada tahun 240 H sehingga perjalanan ilmiyah Ibnu Khuzaimah mulai dilakukan pada usia 17 tahun. Petulangan mencari hadis dilakukan dengan antusias dan spirit yang tinggi. Beliau melawat ke berbagai negeri semata-mata demi periwayatan hadis bukan untuk tujuan lain. Belahan negeri Islam bagian timur menjadi target utama dalam periwayatan hadis. Selain Naisabur, lawatan beliau meliputi Marwa, Ray, Syam, Jazirah, Mesir, Wasith, Baghdad, Bashrah, dan Kufah. Selama penjelajahan ke negeri-negeri tersebut beliau belajar kepada para ulama semisal Ali bin Muhammad, Muhammad bin Mihran Al Jammal, Musa bin Sahl Ar Ramli, Abdul Jabbar bin Al A’la, Yunus bin Abdul A’la, Muhammad bin Harb, Nashr bin Ali Al Azdi, Abu Kuraib Muhammad bin Al A’la, Ali bin Hujr, Muhammad bin Basyar, dan masih banyak yang lainnya. Beliau banyak mencurahkan hidupnya untuk mengkaji hadis dan ilmu fikih. Hingga akhirnya menjadi ulama dengan kepakarannya dalam ilmu hadis dan dukungan intelektual yang tinggi serta hafalan super kuat. Sampai-sampai beliau pernah menyatakan, “Tidaklah aku menulis hitam di atas putih kecuali aku pasti mengetahuinya.” Bahkan di zaman itu beliau merupakan salah satu ulama yang paling berilmu tentang fikihnya Syafi’i. Beliau juga seorang imam mujtahid dalam bidang fikih bahkan telah mencapai level mujtahid mutlak. Tak pelak beliau menjadi incaran para penuntut ilmu dari berbagai penjuru negeri. Sehingga Al Bukhari dan Muslim juga pernah meriwayatkan darinya pada selain kedua kitab shahihnya. Bahkan sebagian syaikhnya juga meriwayatkan darinya seperti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, Yahya bin Muhammad bin Sha’id, Abu Ali an-Naisaburi, dan yang lainnya. PUJIAN ULAMA  Ada banyak ulama yang memberikan apresiasi yang baik kepada beliau atas kapasitas keilmuan dan integritasnya dalam dakwah. Berkata Ibnu Hibban rahimahullah, “Aku belum pernah melihat di atas muka bumi ini orang yang sangat baik penguasaan terhadap hadis melebihi Muhammad bin Ishaq. Ia mampu menghafal lafal-lafal hadis beserta dengan tambahannya. Seakan-akan seluruh hadis berada di hadapan kedua pelupuk matanya.” “Seorang Hafizh (penghafal), Hujjah, Syaikhul Islam, Imamnya para ulama, pemilik berbagai karya tulis, mengerahkan segenap kemampuan di masa mudanya untuk mempelajari hadis hingga menjadi simbol dalam ilmu agama dan kekuatan hafalan.” Demikian sanjungan Adz Dzahabi rahimahullah dalam Siyar A’lamin Nubala. Ad Daruquthni tak ketinggalan memujinya setinggi langit, “Ibnu Khuzaimah adalah seorang imam dan pakar hadis yang sangat teliti dan ulama yang tiada duanya.” Para pembaca yang budiman, apa rahasianya hingga beliau menjadi ulama yang ilmunya sangat luas dan bermanfaat bagi Islam serta kaum muslimin. Rasa penasaran mendorong sebagian orang untuk bertanya kepada beliau, “Dari mana engkau mendapatkan ilmu sedemikian luas.” Ibnu Khuzaimah rahimahullah menjawab, “Air zam-zam memberikan manfaat sesuai yang diinginkan ketika meminumnya. Dan aku ketika minum air zam-zam memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.” Tentu semua adalah karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang terlimpah kepada beliau. Dengan didukung tajamnya kecerdasan, kekuatan hafalan, dan perjuangan nan tinggi. Pantaslah jika Ibnu Abi Hatim merasa heran ketika ditanya bagaimana status Ibnu Khuzaimah. Ibnu Abi Hatim rahimahullah berkata, “Celaka kalian, semestinya beliau yang ditanya tentang kami, bukan kami yang ditanya tentang beliau! Jelas beliau adalah seorang Imam yang pantas diteladani.” Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ia adalah lautan ilmu yang telah mengembara ke banyak negeri untuk mencari hadis dan ilmu. Lalu ia mencatat, menulis, dan mengumpulkannya. Adapun kitabnya Ash Shahih termasuk kitab yang paling bermanfaat lagi agung. Dialah seorang mujtahid dalam agama Islam.” KARYA TULISNYA  Ratusan karya ilmiyah terlahir dari tangan beliau sepanjang hidup. Pengabdiannya terhadap Islam tidak hanya terwujud dengan lisan semata. Namun ternyata beliau sangat aktif menorehkan tinta hitam dalam berbagai disiplin ilmu agama. Tentang hal ini Al Hakim rahimahullah pernah berkata, “Menurutku, kelebihan-kelebihan Ibnu Khuzaimah terhimpun dalam kertas-kertas yang begitu banyak. Sementara karya tulisnya lebih dari 140 buku dan itu pun belum termasuk karyanya yang berupa masail yang jumlahnya lebih dari 100 juz. Beliau juga mempunyai tulisan yang membahas fikih hadis Barirah sebanyak 3 juz.” Namun sangat disayangkan mayoritas karya tulisnya tidak sampai kepada kita hingga saat ini. Di antara kitabnya yang sangat terkenal adalah Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah. Nama asli kitab ini sebagaimana disebutkan oleh penulisnya sendiri adalah Mukhtasharul Mukhtashar minal Musnad Ash Shahih ‘anin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam binaqlil ‘adli ‘anil adli maushulan ilaihi shallallahu ‘alaihi wa sallam min ghairi Qath’in fi Atsnail Isnad wa Jarhin fi Naqilil Ikhbar. Demikian halnya kitab At Tauhid yang mendeskripsikan tentang akidah Ahlus Sunnah wa Jama’ah. Dan juga di antara buah karyanya adalah kitab Sya’nun Du’a wa Tafsirul Ad’iyah al-Ma’tsurah ‘an Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ibnu Khuzaimah merupakan figur ulama yang komitmen terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan akidah yang lurus. Tulisan-tulisan ilmiyahnya terutama At Tauhid mencerminkan bagaimana hakikat akidah beliau. Demikian halnya statmen beliau dalam bab Tauhid Asma’ wa Shifat semisal pernyataannya, “Siapa saja yang enggan menetapkan bahwa Allah beristiwa’ di atas Arsy-Nya di atas tujuh langit, berarti dia seorang kafir.” Tentang Al Quran beliau menyatakan, “Al Quran adalah Kalamullah (firman Allah) dan barang siapa mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluk maka dia telah kafir. Pelakunya harus dimintai tobatnya, jika dia bertobat maka itu yang diinginkan. Namun jika tidak maka hukumannya adalah dibunuh dan tidak boleh menguburkannya di pemakaman kaum muslimin.” Ibnu Khuzaimah juga tegas membantah kelompok-kelompok menyimpang semisal Jahmiyah, Kullabiyah, dan yang lainnya. AKHIR HAYATNYA  Beliau meninggal pada malam Sabtu di bulan Dzulqa’dah tahun 311 H dalam usia 88 tahun. Jenazah Ibnu Khuzaimah disalati oleh putranya sendiri, yaitu Abu Nashr bersama dengan segenap kaum muslimin. Pada awalnya jenazah beliau dimakamkan di kamar rumahnya. Namun selanjutnya kamar tersebut dijadikan sebagai kuburan. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan memberikan balasan yang terbaik atas segala kebaikan beliau untuk Islam serta kaum muslimin. Allahu A’lam. Sumber: Majalah Qudwah edisi 58 vol.05 1439 H rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2018/04/ibnu-khuzaimah.html biografi-imam-ibnu-khuzaimah-an-naisabury via Pexels
7 tahun yang lalu
baca 7 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi imam abu dawud

Biografi Imam Abu Dawud Nama lengkap ulama kita kali ini adalah Sulaiman bin Al-Asy’ats bin Syaddad yang lebih populer dengan sebutan Abu Dawud. Adz-Dzahabi rahimahullah menyatakan bahwa Abu Dawud Al-Azdi As-Sijistani adalah seorang pemuka, pimpinannya para hafizh dan ahli hadits Bashrah. Ia dilahirkan pada tahun 202 H di sebuah daerah yang bernama Sijistan. Abu Dawud mempunyai kesungguhan yang besar dalam menuntut ilmu. Semenjak usia muda, beliau telah melakukan rihlah (perjalanan) ke berbagai penjuru negeri untuk menuntut ilmu. Suatu hal yang bisa dimaklumi karena ia tumbuh di lingkungan keluarga yang mencintai hadits-hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Ayahanda yang bernama Al-Asy’ats bin Syaddad adalah seorang perawi hadits. Selain itu, saudara laki-lakinya yang bernama Muhammad bin Al-Asy’ats juga seorang perawi hadits. Bahkan sempat menjadi teman berkelana dan melanglang buana untuk mencari ilmu hadits. Sehingga, keadaan ini sangat mendukung Abu Dawud untuk menekuni ilmu hadits sejak usia muda. Belum lagi ditunjang semangat besarnya untuk mendalami ilmu hadits dan meriwayatkannya kepada kaum muslimin di zamannya. Abu Dawud banyak menghasilkan karya tulis dalam berbagai cabang ilmu. Sunan Abu Dawud menjadi salah satu karya monumentalnya dan masih eksis hingga saat ini. Bahkan kitab susunan beliau ini menjadi salah satu kitab induk penting dalam masalah hadits. Di antara karya tulisnya adalah Kitab Al-Qadar, An-Nasikh wal Mansukh, Kitab Az-Zuhd, Dala`ilun Nubuwwah, Akhbarul Khawarij dan yang lainnya. Salah satu bukti yang menunjukkan begitu seriusnya Abu Dawud melakukan rihlah menuntut ilmu adalah tersebarnya guru beliau di berbagai penjuru negeri. Di Makkah, ia meriwayatkan hadits dari Al-Qa’naby dan Sulaiman bin Harb. Adapun di Bashrah meriwayatkan hadits dari Muslim bin Ibrahim, Abdullah bin Raja’, Abul Walid Ath-Thayalisi, Musa bin Ismail, dan yang lainnya. Sementara di Kufah nama-nama seperti Al-Hasan bin Ar-Rabi’ Al-Burani dan Ahmad bin Yunus Al-Bura’i. Adapun di Harran ia meriwayatkan hadits dari Abu Ja’far An-Nufaili, Ahmad bin Syuaib dan yang lainnya. Adapun di Halab meriwayatkan dari Abu Taubah Ar-Rabi’ bin Nafi’. Ia juga bertemu dan belajar kepada Haiwah bin Syuraih di Hims. Di Damaskus ia menimba ilmu dari Shafwan bin Shalih dan Hisyam bin Ammar. Kemudian di Khurasan meriwayatkan dari Ishaq bin Rahuyah dan yang lainnya. Tidak terlewatkan di Baghdad ia belajar kepada Imam Ahmad bin Hanbaldan di Mesir meriwayatkan dari Ahmad bin Shalih dan selainnya. Demikianlah, Abu Dawud melanglang buana demi untuk menimba ilmu dari para ulama. Masih banyak guru-gurunya yang tersebar di berbagai penjuru negeri yang tidak tercatat dalam biografinya. Dengan perantauan ke berbagai negeri itu membuat Abu Dawud mampu mengoleksi hadits-hadits yang sangat banyak. Dari situlah kemudian ia menyusun kitab Sunan yang sampai sekarang menjadi bagian dari Kutubus Sittah [1]. MURID-MURIDNYA Para ulama yang pernah menimba ilmu dan meriwayatkan hadits dari Abu Dawud cukup banyak. Di antaranya adalah Abu Isa At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, An-Nasai, Ahmad bin Muhammad Al-Khallal, Abu Ahmad Ja’far Al-Ashbahani, Harb bin Ismail Al-Kirmani, Ishaq bin Musa Ar-Ramli, Ahmad bin Ali bin Al-Hasan Al-Bashri dan masih banyak yang lainnya. PUJIAN PARA ULAMA Pembaca yang budiman, kepakaran Abu Dawud dalam bidang hadits telah diakui oleh sekian banyak ulama besar di masanya maupun setelahnya. Ia menguasai kurang lebih lima ratus ribu hadits, Subhanallah! Ini menggambarkan hafalannya yang sangat kuat. Secara karakter, ia disebut-sebut sebagai ulama sangat mirip dengan Imam Ahmad yang merupakan salah satu gurunya. Sebagian ulama yang menyatakan bahwa Abu Dawud mempunyai kemiripan dengan Imam Ahmad. Suatu hal yang wajar karena Imam Ahmad adalah salah satu guru besarnya di Baghdad. Adz-Dzahabi menyatakan dalam kitabnya Siyar A’lamin Nubala, “Abu Dawud adalah seorang imam dalam ilmu hadits dan cabang ilmu yang lainnya. Bahkan ia termasuk ulama besar dalam bidang ilmu fikih. Ia adalah salah satu murid Imam Ahmad yang cerdas. Ia telah menetapi majelis Imam Ahmad selama beberapa tahun dan bertanya kepadanya tentang berbagai permasalahan rumit terkait furu’ (cabang ilmu, seperti fikih dan lainnya, red.) dan ushul (pokok ajaran agama, yakni akidah, red.).” Simaklah pujian dan sanjungan dari para ulama besar berikut ini. Abu Bakar Al-Khallal rahimahullah berkata, “Abu Dawud adalah seorang imam yang menonjol di zamannya.” Ahmad bin Muhammad bin Yasin berkata, “Abu Dawud adalah salah seorang penghafal hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kandungannya, penyakit dalam riwayatnya, dan sanadnya. Beliau memiliki ibadah, kehormatan diri, kebaikan, dan sikap wara’[2] yang tinggi.” Ibrahim Al-Harabi rahimahullah berkata, “Tatkala Abu Dawud menulis kitab Sunan, hadits telah dilunakkan (yakni dimudahkan,red.) bagi Abu Dawud sebagaimana besi dilunakkan untuk Nabi Dawud.” Sungguh ungkapan yang tidak berlebihan, Allah telah memudahkan Abu Dawud untuk menyusun kitab Sunannya hingga manfaatnya bisa dirasakan oleh kaum muslimin sampai detik ini. Muhammad bin Makhlad berkata, “Tatkala Abu Dawud selesai menulis kitab Sunan kemudian dibacakan kepada kaum muslimin, sejak saat itulah kitabnya seolah-olah menjadi mushaf bagi para ahli hadits. Mereka menyetujui keberadaan kitab tersebut dan tidak menyelisihinya. Mereka juga mengikrarkan pengakuan terhadap hafalan dan keunggulannya.” Al Hafizh Musa bin Harun berkata, “Abu Dawud tercipta di dunia untuk hadits dan di akhirat untuk surga[3]. Aku belum pernah melihat ulama yang semisal dengannya.” Ibnu Hibban berkata, “Abu Dawud adalah salah seorang ulama [yang menguasai ilmu seluruh] dunia secara kefakihan, keilmuan, hafalan, ibadah, dan sikap wara’nya. Ia mengumpulkan hadits, membuat karya tulis dan membela sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Abu Abdillah Al-Hakim berkata, “Abu Dawud adalah imamnya ahli hadits pilih tanding di zamannya.” KEPRIBADIAN DAN AKHLAKNYA Dalam hal berpakaian, Abu Dawud mempunyai kebiasaan yang cukup unik. Ia mempunyai baju yang salah satu lengannya lebar dan yang satunya sempit. Apabila ada yang bertanya mengenai hal itu, ia pun menjawab, “Lengan yang lebar ini untuk membawa kitab. Adapun yang satunya tidak diperlukan untuk itu.” Abu Dawud adalah seorang figur ulama yang sangat memuliakan ilmu dan para penuntut ilmu. Adalah Abu Bakar bin Jabir, pembantu Abu Dawud yang setia ini pernah menjadi saksi sifat terpuji yang dimiliki Abu Dawud tersebut. Abu Bakar berkisah, “Aku pernah menemani Abu Dawud di kota Baghdad. Tatkala kami usai mengerjakan shalat Maghrib, datanglah amir (penguasa) Abu Ahmad Al-Muwaffaq ke rumahnya. Setelah masuk rumah, Abu Dawud pun datang menemuinya. Abu Dawud bertanya, ‘Apa gerangan yang mendorong amir datang malam-malam begini?’ Amir pun menjawab, ‘Ada tiga urusan yang mendorongku datang ke sini.’ ‘Urusan apa?’ tukas Abu Dawud. Ia pun berkata, ‘Hendaknya anda pindah ke Bashrah lalu menjadikannya sebagai tempat tinggal supaya para penuntut ilmu berdatangan kepada anda. Dengan demikian, Bashrah akan menjadi makmur lagi karena sesungguhnya kota tersebut telah hancur dan ditinggalkan penduduknya karena peristiwa Zanji. Ini yang pertama.’ Katanya. ‘Kemudian yang kedua anda meriwayatkan kitab sunan kepada anak-anakku.’ ‘Baik, coba sebutkan yang ketiga.’ Pinta Abu Dawud. Amir pun berkata, ‘Anda membuat majelis tersendiri untuk mereka. Karena anak-anak penguasa tidak pantas duduk-duduk bersama rakyat jelata.’ Mendengar permintaan itu, Abu Dawud dengan tegas menyatakan, ‘Adapun permintaan yang ketiga ini tidak bisa aku penuhi. Karena seluruh manusia itu sama statusnya dalam menuntut ilmu.’” Ibnu Jabir menuturkan, “Sejak saat itu, anak-anak penguasa itu hadir di majelis kerumunan orang-orang awam dengan tirai pemisah dan mendengarkan hadits bersama mereka.” Beliau pun tinggal di Bashrah setelah tewasnya Az-Zanji dan menyebarkan ilmu agama di tempat tersebut. Namun demikian, ia sering mengunjungi Baghdad untuk bersua dengan Imam Ahmad. Abu Dawud pernah memaparkan kitabnya kepada Imam Ahmad dan dinilai baik olehnya. Abu Dawud adalah seorang ahli hadits dan ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mengenai hal ini Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Abu Dawud di atas manhaj (jalan) salaf terutama dalam hal mengikuti sunnah.” Hal ini juga terbukti dengan bantahannya terhadap beberapa kelompok sesat yang telah muncul saat itu. Seperti Qadariyah dan Khawarij yang bantahannya termaktub dalam Sunan Abu Dawud. Selain itu juga terdapat bantahan terhadap kelompok Jahmiyah, Mu’tazilah, dan Murji’ah. Abu Dawud juga pernah menyatakan, “Umair bin Hani’ adalah seorang Qadary (pengikut paham Qodariyah).” Abu Dawud meninggal dunia di kota Bashrah pada tanggal 16 Syawal 275 H. Hal ini diungkapkan oleh muridnya yang bernama Abu Ubaid Al-Ajurri. Beliau meninggalkan seorang putra yang bernama Abu Bakar Abdullah bin Sulaiman bin Al-Asy’ats. Ia juga merupakan seorang pakar hadits dan imam di kota Baghdad. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan keridhaan-Nya kepada Imam Abu Dawud. Allahu a’lam. _________ [1] Enam induk kitab hadits: Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan At-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan An-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah. [2] Wara’: Bersikap hati-hati dalam memilih sesuatu [3] Di antara pokok keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kita tidak boleh memastikan seseorang masuk surga atau neraka tanpa ada dalil yang benar dari Al-Quran maupun hadits. Meskipun orang tersebut adalah orang yang paling taat beribadah, atau orang yang paling fajir. Karena kita tidak tahu akhir hayat dari orang tersebut. Sumber: Majalah Qudwah, edisi 17 vol. 2 1435 H/ 2014 M, rubrik Biografi. |http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2014/05/abu-dawud.html?m=1 "Leave writing tools" via Pixabay
7 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi abdullah bin mubarak

Abdullah bin Mubarak rahimahullah (Ulama yang Kaya) Abdullah bin Al Mubarak rahimahullah merupakan salah seorang ulama yang sangat terkenal di masanya. Seorang ulama dengan seabrek keutamaan yang telah Allah karuniakan kepada beliau. Betapa tidak, sekian banyak gelar yang beliau dapat dari para ulama yang sezaman dengan beliau atau setelahnya. Baik terkait dengan kapasitas keilmuan beliau, zuhudnya, kedermawanannya, keberaniannya dalam berperang melawan orang-orang kafir dan lain sebagainya. Seorang figur ulama yang dikenal sering melakukan perjalanan jauh dalam rangka untuk mencari hadits, berhaji, berdagang atau berjihad fi sabilillah. Dalam sejarah tercatat beliau pernah melakukan perjalanan ke Haramain, Syam, Mesir, Irak, Khurasan dan negeri lainnya. Perjalanan beliau dalam menimba ilmu dan meriwayatkan hadits dimulai sejak usia dua puluh tahun. Namun hal itu bukan faktor yang menghalangi beliau untuk mengungguli ulama-ulama di zamannya. Itulah keutamaan yang Allah berikan kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya. Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih. Adapun kuniah [1] beliau adalah Abu Abdurrahman Al-Hanzhali. Beliau dilahirkan pada tahun 118 H dari ibundanya yang berasal dari Khawarizmi, sebuah kota di Persia. Adapun ayah beliau berasal dari Turki yang merupakan budak milik seorang pedagang Hamadzan dari kabilah Bani Hanzhalah. Sehingga jika Ibnul Mubarak datang ke Hamadzan, beliau pun sangat menghormati dan memuliakan kedua orang tuanya. Beliau sangat aktif dalam melakukan jihad di medan perang, berdagang, berinfak untuk saudara-saudara seiman dan melayani kebutuhan jama’ah haji. Sungguh beliau menghabiskan usia untuk melakukan berbagai ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena seringnya melakukan rihlah (perjalanan jauh, red), maka tidak mengherankan jika beliau mempunyai guru yang sangat banyak dari berbagai penjuru negeri. Guru yang pertama kali beliau temui adalah Ar-Rabi’ bin Anas Al-Khurasani. Meskipun saat itu Ar-Rabi’ tengah dipenjara oleh penguasa, namun Ibnul Mubarak tetap berupaya untuk menimba ilmu darinya. Hingga di penjara tersebut, beliau berhasil meriwayatkan sekitar empat puluh hadits darinya. Subhanallah dalam kondisi sedemikian sulitnya beliau tetap berusaha untuk belajar dan menuntut ilmu agama. Selanjutnya beliau melakukan rihlah pada tahun 141 H dan meriwayatkan dari para tabi’in yang masih hidup saat itu. Sederet nama-nama tenar pernah beliau temui seperti Sulaiman At-Taimi, Ashim Al-Ahwal, Humaid Ath-Thawil, Hisyam bin Urwah, Al-A’masy, Khalid Al-Hadzdza’, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Al-Auzai, Haiwah bin Syuraih Al-Misri, Sufyan Ats-Tsauri, Malik, Laits bin Sa’d Al-Misri, Abu Hanifah, dan masih banyak yang lainnya. Bahkan diriwayatkan dari Ibrahim bin Ishaq Al-Bunani bahwa Ibnul Mubarak pernah berkisah, “Aku telah belajar dari 4.000 guru dan meriwayatkan dari 1.000 ulama.” Al-Abbas bin Mush’ab rahimahullah berkata, “Maka aku pun meneliti guru-gurunya dalam periwayatan hadits, ternyata aku menjumpai gurunya ada 800 ahli hadits.” Demikian halnya dengan muridnya yang sangat banyak dan tak terhitung jumlahnya. Murid beliau tersebar di seluruh penjuru negeri dan tak terhitung jumlahnya. Sebut saja nama Abdurrahman bin Mahdi, Ibnu Wahb, Abdurrazzaq bin Hamam, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Ali bin Hujr dan sederet ulama ternama yang lainnya. Di antara keutamaan yang telah Allah anugerahkan kepada Abdullah bin Mubarak adalah harta yang sangat banyak. Beliau adalah hartawan yang sangat ringan dalam mengalokasikan harta untuk membantu orang-orang yang membutuhkannya. Berikut ini adalah salah satu potret gambaran kedermawanan beliau yang sangat luar biasa. Adz-Dzahabi rahimahullah mengisahkan dalam ensiklopedi beliau [2] bahwa apabila telah datang musim haji, maka sebagian kaum muslimin dari penduduk Marwa datang menemuinya seraya menyatakan bahwa mereka ingin berhaji bersama beliau. Mendengar hal itu, Ibnul Mubarak rahimahullah berkata, “Kalau begitu, berikan uang yang kalian alokasikan untuk haji kepadaku.” Tentu orang yang berhaji sudah mempersiapkan uang guna melakukan ibadah tersebut. Kemudian beliau mengambil uang tersebut. Lalu beliau masukkan dalam sebuah kotak lantas menguncinya. Selanjutnya beliau menyewakan kendaraan yang bisa membawa mereka dari Marwa ke Baghdad. Sejak saat itu beliau senantiasa memberikan makanan yang paling enak dan membawa mereka keluar dari kota Baghdad dengan penampilan yang sangat indah nan berwibawa. Setibanya di kota Madinah, maka setiap orang yang turut dalam rombongan ditanya oleh beliau, “Barang apa yang menjadi pesanan keluargamu supaya engkau membelinya di kota Madinah?” Masing-masing dari mereka menyebutkan sesuai dengan pesanan keluarganya. Maka beliau berbelanja memenuhi semua pesanan dan kebutuhan tersebut. Selanjutnya mereka bertolak ke kota Makkah dan setelah mereka menunaikan ibadah haji, lagi-lagi beliau berkata, “ Barang apa yang menjadi pesanan keluargamu supaya engkau membelinya di kota Makkah?” Masing-masing dari mereka menyebutkan sesuai dengan pesanan keluarganya. Maka beliau berbelanja memenuhi semua pesanan dan kebutuhan tersebut. Kemudian mereka kembali ke Marwa dan di sepanjang perjalanan beliau terus memenuhi kebutuhan kepada mereka. Bahkan setibanya di Marwa, beliau merenovasi rumah-rumah mereka. Tidak cukup sampai di situ, bahkan tiga hari setelah pelaksanaan haji tersebut beliau mengundang mereka untuk makan bersama dan memberi pakaian kepada mereka. Nah setelah mereka selesai makan dan merasa senang, Ibnul Mubarak mengambil kotak tempat penyimpanan uang haji mereka lantas dikembalikan kepada pemiliknya. Setiap kantong telah tertulis nama pemiliknya. Allahu akbar, sebuah teladan yang sangat indah bagi orang-orang yang berharta. Hendaknya mereka termotivasi untuk memberangkatkan dan membiayai para fakir miskin dalam berbagai amal kebajikan, baik untuk berhaji, menuntut ilmu, jihad, dan lain sebagainya. Pembaca yang budiman, menyelami perjalanan hidup Abdullah bin Mubarak rahimahullah sungguh akan memompa semangat kita untuk berhias dengan keutamaan yang beliau miliki. Telah dipaparkan di atas bahwa beliau merupakan salah satu ulama multitalenta yang Allah berikan keutamaan yang sangat banyak. Namun tengoklah bagaimana kerendahan hati ulama sekaliber beliau di hadapan ulama yang lain. Beliau sangat bersahaja di hadapan para ulama terutama guru-guru beliau. Suatu saat, Ibnul Mubarak menghadiri majelis salah seorang gurunya yang bernama Hammad bin Zaid, maka para pakar hadits berkata kepada Hammad, “ Mintalah Abu Abdirrahman (Ibnul Mubarak) supaya meriwayatkan hadits kepada kami.” Sang guru berkata, “Wahai Abu Abdirrahman, riwayatkanlah hadits kepada para hadirin. Sungguh mereka telah memohon kepadaku supaya engkau melakukannya.” Maka dengan penuh kerendahan sang murid mengatakan, “Subhanallah! Wahai Abu Ismail (kuniah Hammad bin Zaid). Bagaimana mungkin aku meriwayatkan hadits kepada mereka sementara Anda ada di sini?” Mendengar jawaban tersebut, akhirnya Hammad bin Zaid berkata, “Aku bersumpah kepadamu agar kamu melakukannya.” Sumpah inilah yang membuat sang murid melaksanakan hal itu, maka Ibnul Mubarak berkata, “Ambillah oleh kalian, telah meriwayatkan hadits kepada kami Abu Ismail Hammad bin Zaid.” Sehingga tidak satu pun hadits yang beliau sampaikan melainkan pasti dari gurunya, Hammad bin Zaid rahimahullah.” Selain keilmuan dan kedermawanan Abdullah bin Al-Mubarak, beliau juga dikenal sebagai pejuang sejati di medan tempur. Simak kisah berikut ini, dalam kitab Talbis Iblis karya Ibnu Jauzi rahimahullah, dinukilkan sebuah kisah nyata yang dialami oleh Abdah bin Sulaiman rahimahullah. Ia berkisah, “Kami pernah tergabung dalam sebuah rombongan pasukan bersama Abdullah bin Mubarak ke negeri Romawi. Saat itu kami bertemu dengan musuh dan ketika kedua pasukan sudah saling berhadapan, tiba-tiba ada seorang lelaki dari pasukan musuh yang tampil ke depan untuk mengajak perang tanding (satu lawan satu). Maka bangkitlah seorang lelaki dari pasukan kami lalu menerjangnya, namun dalam sekejap sang musuh mampu menusuk lalu membunuhnya. Lalu bangkitlah prajurit muslim berikutnya namun ia pun terbunuh dan disusul oleh prajurit berikutnya namun ia juga terbunuh. Demikianlah, tiga prajurit muslim meninggal secara beruntun di tangannya hingga akhirnya majulah seorang laki-laki yang dengan sekali tebas mampu membunuh prajurit Romawi tersebut. Serentak kaum muslimin pun berdesak-desakan mengelilinginya dan aku termasuk di antara mereka. Namun anehnya laki-laki tersebut segera menutup wajah dengan lengan bajunya, maka kupegang dan kutarik ujung lengan bajunya. Ternyata dia adalah Abdullah bin Mubarak, ia pun berkata kepadaku, ‘Dan engkau wahai Abu Amr (kuniah Abdah bin Sulaiman) hendak berbuat jelek terhadapku?’ . Abdullah bin Al-Mubarak memang dikenal sebagai ulama sekaligus mujahid yang sangat bersahaja. Beliau sangat tidak ingin amal kebaikannya diketahui oleh orang lain. Kisah di atas menjadi salah satu buktinya, lihatlah bagaimana tawadhu’ Ibnul Mubarak di medan perang dan upaya beliau dalam menjaga diri dari pujian manusia dan popularitas. Ini merupakan salah satu tanda yang menunjukkan keikhlasan beliau dalam berjihad fi sabilillah. Meskipun sering terlibat langsung dalam berbagai jihad melawan musuh-musuh Islam, namun beliau meninggal di atas ranjang. Peristiwa ini terjadi sesuai peperangan melawan pasukan Romawi pada bulan Ramadhan tahun 181 H. Semoga Allah merahmati Abdullah bin Al-Mubarak dan membalas jasanya dengan balasan yang terbaik. Allahu a’lam. ________________ [1] Nama yang didahului dengan Abu atau Ummu. Biasanya nama ini digunakan untuk memuliakan yang dipanggil. [2] Yakni Siyar A’lamin Nubala. Sumber: Majalah Qudwah, edisi 13 vol. 02 2013, rubrik Biografi, pemateri: Ustadz Abu Hafy Abdullah. | http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2013/12/abdullah-bin-mubarak-rahimahullah.html Foto : Mountains Red Earth Desert | Sumber: Pexels.com
7 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

biografi singkat ibnu hajar al-'asqalani

Biografi Singkat Ibnu Hajar Al-'Asqalani Oleh : Al-Ustadz Abu Hafiy Abdullah "Sungguh Allah telah memilih beliau untuk menjadi golongan ulama yang langka dan istimewa. Pada masanya, beliau adaLah seorang ulama multi talenta sehingga bagaikan bintang yang paling cemerlang di antara keberdaan ulama besar yang lainnya. Kecemerlangan beliau tersebut terus berlanjut hingga saat ini" Ya, beliau adalah Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin alari Mahmud bin Hajar Al Kinani Al Asqalani Asy syafi'i. Yang begitu populer dengan sebutan lbnu Hajar. Gelar Al Hafizh sangat identik dengan nama beliau. Beliau dilahirkan pada bulan Sya'ban tahun 773 H di pinggiran sungai Nil di Mesir kuno. Beliau adalah seorang anak yatim. Sang bapak meninggal saat beliau masih berusia empat tahun. Adapun ibunda beliau telah meninggal dunia sebelumnya. Setelah ayahnya meninggal, beliau diasuh oleh Zakiyyudin Al-Kharrubi yang merupakan kakak tertua ibnu Hajar, hingga kakaknya tersebut meninggal dunia. Sebelumnya, sang ayah sempat berwasiat kepada syaikh Syamsuddin Ibnu Al-Qaththan Al-Mishri supaya turut memperhatikan kepentingan Ibnu Hajar sepeninggalnya. Meski yatim piatu, semenjak kecil beliau memiliki semangat belajar yang tinggi.  .Beliau masuk kuttab (semacam Taman Pendidikan Al Qur'an) setelah genap berusia lima tahun. Hafal Al Qur'an ketika genap berusia sembilan tahun,  Ketika Ibnu Hajar berumur 12 tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat Tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785 H. Sungguh Ibnu Hajar memiliki perjalanan ilmiah yang sangat mengesankan. Setelah hafal Al-Qur'an,  beliau pun mulai mempelajari kitab-kitab induk dan Sunan.  Seperti Shahih Al-Bukhari dan yang lainnya.  Mendekati usia tiga puluh tahun,  beliau  terlihat sangat unggul di atas teman-teman sejawatnya.  Beliau lebih dalam penguasaan adab, ilmu sya'ir, dan ilmu sejarah dengan berbagai cabangnya. Sejak awal Ibnu Hajar telah dikaruniai kesenangan untuk meneliti kitab kitab sejarah (tarikh).  Beliau pun banyak menghafal nama-nama perawi sekaligus keadaannya Kemudian dari tahun 792 H,  beliau banyak meluangkan analiti dan menekupi ilmu sastra Arab. Bahkan, akhirnya beliau menjadi pakar dalam ilmu syair. Memasuki tahun 793 H, kecintaan beliau berpindah kepada ilmu hadits.  Hanya saja, saat itu beliau belum bisa konsentrasi penuh dalam ilmu ini,  hingga tahun 796 H.  Di saat itulah beliau fokus secara total untuk mencari dan memperdalam ilmu hadits.  Allah menjadikan beliau sangat menyukai ilmu hadits.  Oleh sebab itu,  beliau sangat menaruh perhatian terhadap hadits dalam berbagai bidangnya. Dengan sangat serius,  beliau mendatami ilmu ini. Mempelajari hadits,  menurut penuturan beliau dapat menghilangkan hijab (penghalang terkabulnya doa,  membukakan pintu,  memacu semangat yang tinggi di untuk berhasil dan mendatangkan hidayah kepada jalan yang lurus. Beliau belajar hadits di antaranya pada seorang imam besar di masanya,  Al Hafizh Abul Fadhl Zainuddin Al Iraqi selama sepuluh tahun.  Beliau juga mengadakan perlawatan ke berbagai negara seperti Syam, Hijaz,  untuk dunia. belajar dari sejumlah ulama ternama di berbagai penjuru ada syait negeri.  Maka, jumlah guru-guru beliau sangat banyak, bahkan tidak terhitung jumlahnya. Yang demikian ini karena beliau tidak merasa cukup dengan keberadaan para ulama di Mesir saja. Sehingga beliau sangat antusias untuk menimba ilmu dari para ulama di berbagai negeri meskipun harus menempuh medan berat berisiko tinggi dan jarak yang sangat jauh. Di antara guru besar beliau adalah Afifuddin An Nasyawari, Ibnul Mulaqqin,  Sirajuddin Al-Bulqini, beliau inilah yang pertama kali mengizinkan Ibnu Hajar untuk mengajar dan berfatwa, serta Abul Fadhl Al-Iraqi yang sangat menghormati Ibnu Hajar dan mempersaksikan bahwa Ibnu Hajar adalah muridnya yang paling pandai dalam ilmu hadits.  Bahkan beliaulah yang memberikan Al Hafizh kepada Ibnu Hajar, Yaitu sebuah gelar yang menunjukkan luasnya penguasaan seseorang ilmu terhadap hadits-hadist Nabi baik secara matan (redaksi hadits), maupun secara jalur periwayatan. Lebih dari itu, nama dan keadaan para perawi hadits pada setiap tingkatannya lebih banyak yang dikenal oleh seorang hafizh dari pada yang tidak ia kenal. Kisah pemberian predikat Al Hafizh kepada adalah ketika detik-detik terakhir menjelang wafat Al Hafizh Al Iraqi.  Waktu itu Al Hafizh Al-Iraqi ditanya "Siapa yang akan menggantikan Anda setelah Anda meninggal dunia? Beliau pun menjawab, "Ibnu Hajar dan kemudian Abu Zurah,  kemudian Al-Haitsami." Hafizh Al-Iraqi adalah seorang ulama besar di masanya yang sangat terkenal sebagai ahli fikih pengikut madzhab Syafi'i.  Di samping itu,  Al-Traqi juga seorang ulama yang sangat mendalam penguasaannya terhadap tafsir, dan bahasa Arab. Karena keistimewaan Al Hafiah Al-Iraqi itulah, Ibnu Hajar rela bermulazamah dengan beiau selama sepuluh tahun. Walaupun dengan selama sepuluh tahun, kebersamaan Ibnu Hajar dan gurunya tersebut, beliau juga pernah melakukan perjalanan ke negeri Syam dan yang lainnya dalam rangka untuk mencari ilmu syari. Namun dengan seizin Allah, kemudian jasa syaikh inilah Ibnu Hajar mencuat menjadi seorang ulama yang sangat mumpuni dalam berbagai cabang ilmu. Sehingga Ibnu Hajar menjadi orang pertama kali yang diberi izin oleh Al hraqi untuk mengajarkan hadits. Bahkan sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al Hafizh dan sangat memuliakannya. Dalam pujiannya terhadap muridnya, Ibnu Hajar, Al Iraqi pernah mengatakan, "Al-Hafizh adalah seorang yang alim (berilmu), Al-Fadhil (memiliki keutamaan) Al-Muhaddits (ahli hadits) Al Mufid ( yang memberikan faedah),  Al-Mujid (yang suka mengerjakan sesuatu dengan baik), Al-Hafizh yang mutqin (kuat hafalannya), yang dhabith (kuat, teliti dan seksama), yang tsiqoh (terpercaya), yang ma'mun (dapat dipercaya)" Guru-guru Al Ibnu Hajar yang lain sangat banyak. para guru tersebut merupakan ulama-ulama yang ternama di zamannya Di antaranya adalah Abdurrahim dan Razin. Dari beliau ini Al Hafizh mendengarkan dan belajar shahih Al Bukhari, Guru yang lain adalah Al 'izz bin Jama ah, yang lbnu Hajar banyak mengambil ilmu darinya. Tercatat juga nama Hummam Khawatizmi. Dalam memperdalam ilmu bahasa arab,  Al min Siyar Hafizh belajar kepada yang leb'Alamin Al Fairuz Abadi yangmerupakan penyusun kitab Al Qamus Muhith). Untuk masalah Qira'atus sab'ah  (tujuh macam bacaan Al Quran), beliau belajar kepada Al Burhan At-Tanukhi.  Dan yang lainnya.  Sungguh luar biasa, jumlah guru beliau mencapai 500 syaikh dalam berbagai binyak disiplin ilmu. Kapasitas keilmuan Al Hafizh lbnu Hajar yang diakui oleh para ulama besar di zamannya menjadi perhatian para penuntut ilmu dari penjuru dunia.  Mereka rela berbondong-bondong menempuh pegalanan yang sangat jauh untuk menimba ilmu dari beliau. Oleh karena itu,  beliau memiliki lebih dari lima ratus murid. Sebagaimana diungkapkan oleh salah satu murid beliau bernama As Sakhawi. Bahkan,  beliau mengatakan bahwa seluruh tokoh ulama dari berbagai madzhab berguru kepada Ibnu Hajar.  Sehingga,  layaknya seorang ulama yang tersohor belau pun selalu padat dan penuh dengan penuntut ilmu. Di antara mund beliau yang sangat menonjol dan terkenal adalah Al lmam As Sakhawi. la adalah murid istimewa Al-Hafizh Ibnu Hajar, di samping sederetan nama besar lainnya:  Al-Biqa'i Zakariya Al-Anshari, Ibnu Qadhi Syuhbah, lbnu Tahgri Bardi. Ibnu Fahd Al-Makki, dan masih banyak yang lainnya. https://pixabay.com/en/apple-books-garden-read-browse-2037883/ Ibnu Hajar menghabiskan umur beliau untuk menuntut ilmu  dan mendakwahkannya.  Baik dakwah dengan lisan ataupun tulisan. Banyaknya karya ilmiah yang beliau tulis dalam berbagai cabang ilmu adalah bukti. Satu hal yang sangat luar biasa, karena beliau masih bisa menyempatkan untuk membuat karya tulis disela-sela kesibukan beliau yang begitu padat. Bahkan karya tulis kitab besar yang berjlid-jilid. Salah satu tulisan beliau yang kangat terkenal adalah Fathul Bari yang merupakan syarah (penjelasan) dari Shahih Al-Bukhari. Sampai digambarkan oleh sebagian ulama,  bahwa seandainya zamannya, kitab beliau hanya Fathul Bari,  maka sudah cukup menggambarkan kefaqihan dan keilmuan beliau yang sangat luas mendalam. Fathul Bari merupakan syarah yang sangat identik dengan Kitab Shahih Al Bukhari. Meskipun ada ulama lain yang Ibnu Hajar juga mensyarah kitab ini.  Menurut penuturan As Sakhawi, karya tulis Ibnu Hajar mencapai lebih dari 270 kitab. Adapun penelitian para ulama kontemporer mengindikasikan bahwa karya tulis beliau lebih 282 kitab Itupun belum ditambah kitab-kitab beliau yang tidak tercetak. Selain Fathul Bari yang merupakan karya monumental, masih banyak kitab penting beliau yang menjadi rujukan ulama dan kaum muslimin hingga saat ini. Sebagai contoh, Tahdzibut Tahdzib, Lisanul Mizan, At-Talhisul Habit,  Nuzhatun Nadhar,  Bulughul Maram,  Al-Ishabah fi Tamyiz Ash Shahabah,  dan masih banyak lagi yang lainnya. Meskipun Ibnu Hajar diberi anugerah sekian banyak keutamaan, beliau adalah sosok yang penuh dengan kerendahan hati dan sikap wara sebab beliau menolak tawaran untuk menjadi (hakim), itupun Beliau menyadari bahwa mengemban tugas hakim bukanlah perkara yang ringan. Bahkan sebuah tanggung jawab besar di sisi Allah. Tatkala Ash Shadr Al Munawimeminta beliau menggantikan posisinya sebagai hakim akidah beliau pun menolaknya.  Selain itu datang pula tawaran dari Sulthan Al Muayyad kepada beliau supaya menjadi hakim. Yaitu Hakim Agung di Mesir waktu itu. Beliau sempat menyesal setelah menerima jabatan tersebut. Karena banyaknya fitnah dan godaan duniawi, beliau pun mengundurkan diri.  Pada tahun 828,  Sulthan memintanya lagi dengan sangat agar beliau menerima jabatan sebagai hakim sebaga kembali. Sehingga Ibnu Hajar pun menerima jabatan tersebut Kaum muslimin pun sangat bergembira karena memandang adalah beliaulah orang yang paling berhak mendudukinya. Kekuasaan beliau pun ditambah, yaitu diserahkannya kehakiman kota Syam kepada beliau pada tahun 833 H. Beliau telah melanglang buana dalam dunia peradilan selama lebih dari tiga puluh tahun. Disebutkan oleh sebagian ahli sejarah yang menulis biografi Ibnu Hajar, sebuah kejadian unik yang pernah beliau alami selama menjabat sebagai hakim. Kisah ini juga dinukilkan oleh beliau Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam kitabul Ilmi, kitab karya beliau. Sebagai hakim besar di kota Mesir,  Ibnu Hajar senantiasa berangkat ke tempat kerjanya dengan mengendarai kereta yang ditarik kuda atau keledai dengan arak-arakannya. Suatu saat, beliau dengan keretanya tersebut melewati seorang Yahudi di Mesir. Orang Yahudi itu berprofesi sebagai penjual minyak sehingga dia terlihat berpenampilan kotor dan kumuh.  Tatkala Ibnu Hajar dan rombongan lewat di depannya, ia segera mendekat dan menghentiaknnya. Kemudian dia mengatakan kepada Ibnu Hajar, "Sesungguhnya Nabi kalian telah berkata, 'dunia adalah penjara bagi orang yang beriman dan surga bagi kafir'. Namun, kenapa profesi anda sebagai hakim di Mesir, dengan arak-arakan seperti ini, serta kenikmatan yang berlimpah. Sementara aku, kata orang yahudi tersebut, berada dalam penderitaan dan kesengsaran seperti ini." Maka Ibnu Hajar pun mengatakan, "Aku dengan kondisiku yang penuh dengan kemewahan dan kenikmatan dunia ini,  bila dibandingkan dengan kenikmatan surga adalah seperti sebuah penjara. Adapun penderitaanmu di dunia ini,  jika dibandingkan dengan siksa neraka adalah seperti surga yang penuh dengan kenikmatan." Spontan orang Yahudi langsung mengucapkan,  "Asyhadu alla ilahaillallah wa asyhadu anna muhammad rasulullah."  akhirnya ia memeluk agama Islam. Kitab Fathul Bari yang Berjilid-jilid Pembaca,  sebagai manusia biasa,  lbnu Hajar tentu tidak kekurangan dan kesalahan.  Beliau memiliki lepas dari pemikiran Asyariyah akidah yang tercampur dengan terkadang menakwil sifat-sifat Allah. Dan terkadang beliau mengalami kegoncangan dalam akidahnya tersebut. Meskipun demikian, seseorang tidak boleh menjadikan ketergelinciran beliau ini sebagai batu loncatan untuk mencela.  Apalagi memvonis beliau sebagai ahli bid'ah.  Karena,  secara umum manhaj ahlus sunnah wal adalah manhaj yang beliau tempuh jamaah. ini bisa dibuktikan dengan pembelaan beliau terhadap Al-Qur'an dan As-Sunnah yang sangat besar.  Di samping para ulama juga telah memberikan pujian dan rekomendasi terhadap beliau,  Oleh sebab itu,  para ulama dari masa ke masa tidak ada yang menggolongkan beliau sebagai ahli bid'ah.  Tidak pula melarang kaum muslimin secara untuk mengambil faedah dari karya tulis beliau. Demikianlah sepenggal kisah tentang berbagai keutamaan dan keistimewaan Ibnu Hajar Al-Asqalani. Sungguh jarang seorang ulama diberi kemampuan komplit sebagaimana membalas jasa-jasa beliau terhadap kaum muslimin,  dan beliau semoga Allah mengampuni beliau dengan rahmat dan maghfirah Nya. Wabillahi taufiq, Disalin oleh admin Happy Islam dari Majalah Qudwah Edisi 4 Vol 01 2013 BACA: AKHLAK IMAM AHMAD
8 tahun yang lalu
baca 11 menit