Tanya Jawab

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum menyalakan lampu listrik ketika tidur

HUKUM MENYALAKAN LAMPU LISTRIK DI MALAM HARI Adalah tidak mengapa. Dari shahabat Umar ibnul Khotthob rodhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan: “Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: 6293«لاَ تَتْرُكُوا النَّارَ فِي بُيُوتِكُمْ حِينَ تَنَامُونَ» “Jangan biarkan api di rumah-rumah kalian (menyala) tatkala kalian sedang tidur.” [ HR. Al-Bukhori no. 6293 &. Muslim no.2015-(10) ] Sebab Pelarangan: Dari shahabat Abu Musa rodhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan: ”Dahulu di kota Madinah ada sebuah rumah yang terbakar menimpa penghuninya di waktu malam.” Tatkala kejadian yang menimpa mereka dikabarkan kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam , beliau kemudian menyatakan: «إِنَّ هَذِهِ النَّارَ إِنَّمَا هِيَ عَدُوٌّ لَكُمْ، فَإِذَا نِمْتُمْ فَأَطْفِئُوهَا عَنْكُمْ» “Api ini adalah musuh bagi kalian. Jika kalian hendak tidur padamkanlah api itu dari kalian.” Dalam hadits terdapat rincian penjelasan bahwa lampu yang berbahaya terbuat dari api. Dalam hadits Jabir rodhiyallahu ‘anhu disebutkan sisi  bahayanya; Rasulullah shollallahu ‘alaihiwasallam bersabda: «فَإِنَّ الْفُوَيْسِقَةَ تُضْرِمُ عَلَى أَهْلِ الْبَيْتِ بَيْتَهُمْ» ”Karena sesungguhnya tikus-tikus itu bisa menyebabkan rumah terbakar menimpa penghuninya.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rohimahullah menjelaskan; Adapun "lampu pelita gantung" jika bisa menyebabkan kebakaran maka masuk pada larangan ini. Jika dirasa aman sebagaimana yang biasa terjadi, maka hukumnya tidak mengapa. [ Fathul Bari 6/356 ] Lampu Listrik Tidak Masuk dalam Larangan: Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rohimahullah menjelasakan: Di zaman sekarang ini lampu dari api tidak lagi dinyalakan sebagaimana tempo dulu. Hari ini listrik sudah ada, dengannya lampu bisa menyala. Misal saja, ada orang tidur dan lampu dirumahnya masih menyala –biasanya dinamakan dengan “Lampu Begadang”—maka hukumnya tidak mengapa. Karena sebab pelarangan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam yang ada pada api tidak ada pada listrik. [ Syarah Riyadhis Sholihin  6/390 ] Wallahu A'lamu bisshowab Dikirim oleh: al-Ustadz Abdul Hadi Pekalongan #Fawaidumum 〰〰➰〰〰 Warisan Salaf menyajikan Artikel dan Fatawa Ulama Ahlussunnah wal Jama'ah Channel kami https://bit.ly/warisansalaf Situs Resmi http://www.warisansalaf.com
8 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum membeli barang black market (bm)

Hukum Membeli Barang BM : Black Market (selundupan) Sumber: .http://siskiyou.sou.edu/ Disampaikan Oleh: (Asy-Syaikh Hani bin Buraik hafizhahullah) Pertanyaan: Apa hukum membeli barang-barang yang diimpor dari luar negeri yang tidak melalui pemeriksaan negara (barang selundupan-pent). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengambil cukai (pajak) atas barang-barang yang diimpor tersebut? Jawaban: Peraturan-peraturan yang dibuat oleh negara, Negara mengharuskan masyarakat untuk melaksanakannya, seperti mengambil cukai (pajak) terhadap barang-barang yang diimpor dari luar negeri. Maka rakyat di dalam negeri ini tetap (mesti) menunaikan peraturan ini, dan yang menanggung dosanya adalah yang mengambil (cukai), yang memaksanya dan mengharuskannya. Mereka dibebani membayar berbagai pajak yang banyak jenisnya, yang bukan disini tempat menyebutkannya. Bagaimanapun,  maka pajak ini dibayarkan untuk mereka (pemerintah-pent), maka yang menanggung dosa adalah yang memaksanya. Adapun penyelundupan barang-barang, ini menyelisihi peraturan pemerintah dalam hal ini, hal ini bisa mengantarkan kepada perkara yang lebih besar kejelekannya dari pada kejelekan membayar cukai (pajak), yaitu terjadinya penyelundupan barang-barang haram dan penyelundupan barang-barang terlarang, dan semakin menyemangati para penyelundup, dan ini termasuk kerusakan. Maka dengan melihat kerusakan membayar pajak, maka ini lebih ringan daripada kerusakan membuka pintu-pintu penyelundupan. Selesai. Sumber: Pertanyaan ditanyakan kepada Asy-Syaikh Hani bin Buraik hafizhahullah pada daurah asatidzah di Ma’had Al-Anshar. Pada rekaman menit 03:23-05:06. Ditranskrip dan diterjemahkan oleh: Umar Al-Atsary. Sumber: Forum Salafy سئل الشيخ‎ ‎هاني بن بريك‎ ‎حفظه الله تعالى السؤال : ما حكم شراء‎ ‎البضائع المستوردة من خارج البلد التي لا تمر على التفتيش‎ ‎من قبل البلد. وهذا التفتيش يقصد به أخذ الضريبة على تلك البضائع المستوردة?‎ الجواب : الأنظمة التي تضعها الدولة كانت تجبر عليهاالموطنين إجبارا كأخذ الضرائب‎ ‎على البضائع المستوردة‎ ‎فإن المواطن‎ ‎في هذه الدولة‎ ‎يؤدي هذا الأمر والإثم على من أخذ وأجبر وألزم‎ ‎. وهم يتضرعون بضرائب كثيرة لا مجال‎ ‎لذكرها. على ‎كل حال فإن تؤدى لهم والإثم على من أجبر. أما تهريب البضائع‎ ‎مخالفة ولاة الأمورفي ذالك سيجر إلى ما هو أعظم شرا من دفع‎ ‎الضريب وهي تهريب المحرمات تهريب الممنوعات وتشجيع المهربين‎ ‎وهذامن الإفساد. وبالنظر لمفسدة ضرب الضريبة وهي أخف من مفسدة فتح مجال التهريب انتهى. ⚪️ Sumber: Forum Salafy 🔁 Publikasi: 🔎 Fawaid Jual Beli 🔍 🌐 https://tlgrm.me/fawaidjualbeli 📱 JOIN Channel: @fawaidJualBeli 📝 Senin, 7 Shafar 1438 H / 7 Nopember 2016
8 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ungkapan "kalau bukan..." yang boleh dan tidak boleh

UNGKAPAN LAW LA (KALAU BUKAN) YANG BOLEH DAN TIDAK BOLEH . Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah "Dalam bab ini kami memiliki beberapa ungkapan, maka hendaknya perhatikan mana yang tepat? Pertama: Kalau bukan karena Allah menyelamatkanku dengan fulan niscaya aku mati. Ungkapan ini benar dan merupakan ungkapan yang paling bagus. Kedua: kalau bukan karena fulan menyelamatkanku niscaya aku tenggelam. Hal ini benar apabila orang yang menyelamatkannya itu nyata. Adapun jika  keberadaan orang yang menyelamatkannya telah meninggal maka hal ini tidak boleh. Ketiga: kalau bukan karena Allah kemudian (tsumma) fulan niscaya aku tenggelam. Maka ungkapan ini boleh. Keempat:Kalau bukan karena Allah lalu (al-fa') fulan niscaya aku tenggelam. Maka ungkapan ini tidak baik. Kelima: kalau bukan karena Allah dan fulan, maka ungkapan ini tidak boleh, karena Anda telah menyekutukan Allah bersama fulan dengan huruf al-wawu (dan) yang berkonsekuensi menyamakam. Dan hal ini tidak boleh. Wallahu a'lam Ta'liq 'ala Shahih Muslim 1/726-728 Al-UKHUWWAH http://bit.ly/Al-Ukhuwwah  ولدينا في هذا الباب عبارات ، فلننظر أيها أصح ؟ الأولى : لولا أن الله أنقذني بفلان لهلكت ، هذه صحيحة ، وهي من أحسن العبارات . الثانية : لولا أن فلاناً أنقذني لغرقت ، هذا صحيح ـ إذا كان أنقذه حقيقة ـ أما إذا كان ميتاً ، فهذا لا يجوز . الثالثة : لولا الله ثم فلان لغرقت ، فهذه جائزة . الرابعة : لولا الله ففلان لغرقت ، فهذه بين بين . الخامسة : لولا الله وفلان ، فهذه غير جائزة ؛ لأنك شركت الله تعالى مع فلان بحرف يقتضي التسوية ، وهذا لا يجوز ، والله أعلم . ص726 ـ 728 . Dalil untuk point 2 artikel ungkapan law laa yang boleh dan tidak boleh Dari Al Abbas bin Abdul Muthalib, berkata, “Wahai Rasullulah, apakah engkau bisa memberi manfaat kepada Abu Thalib, sebab dia dulu memeliharamu dan membelamu?” Jawab beliau, “Benar, dia berada di neraka yang paling dangkal, kalau bukan karenaku niscaya dia menjadi penghuni neraka yang paling bawah. Berkata Syaikh Ibnul 'Utsaimin rahimahullah: Boleh menyandarkan sesuatu kepada sebabnya dengan lafadh law laa (kalau bukan) berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: (kalau bukan karenaku niscaya dia menjadi penghuni neraka yang paling bawah) dan syahidnya (dalilnya) : kalau bukan karenaku  عن العباس بن عبدالمطلب أنه قال : يارسول الله هل نفعت أبا طالب بشيء فإنه كان يحوطك ويغضب لك ؟ قال : ( نعم . هو في ضحضاح من نار . ولولا أنا لكان في الدرك الأسفل من النار ) . يجوز إسناد الشيء إلى سببه بلفظ لولا ، لقوله ( لولا أنا ، لكان في الدرك الأسفل من النار ) والشاهد قوله : ( لولا أنا ) .
8 tahun yang lalu
baca 3 menit

Tag Terkait