sejarah

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

cerita di balik empat muazin nabi ﷺ

 .(169) Cerita Di Balik Empat Muazin Nabi ﷺ  Peran muazin sangat urgent. Begitu penting. Ada beberapa kriteria yang seharusnya melekat pada diri muazin. Karena tugasnya yang berat, banyak pahala dan keutamaan yang dijanjikan. Menurut Ibnul Qayyim (Zaadul Ma'ad 1/124), muazin Nabi Muhamamd  ﷺ ada empat; 2 di Madinah, 1 di Quba, dan 1 di Mekkah. Mereka berempat adalah Bilal bin Rabah, Abdullah bin Ummi Maktum, Sa'ad Al Qarazh, dan Abu Mahdzurah. Masing-masing memiliki cerita unik! 1. Bilal bin Rabah (muazin di Masjid Nabawi) Seorang budak berkulit hitam keturunan Afrika yang mengalami serangkaian penyiksaan karena pilihannya masuk Islam. Walau berkali-kali disiksa, Bilal tetap teguh pendirian. Sahabat Abu Bakar lantas membeli dan memerdekakannya. Nabi Muhammad ﷺ pernah mendengar suara terompah milik Bilal di surga, yang menunjukkan derajat mulia. Bilal adalah muazin pertama yang dipilih oleh Nabi Muhammad ﷺ. Suaranya tinggi dan merdu. Lantang dan terang. Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, beberapa riwayat menyebutkan bahwa Bilal meminta izin kepada Abu Bakar selaku khalifah dan majikan yang memerdekakan agar diperkenankan pindah ke negeri Syam untuk berjihad fi sabilillah. Sejak saat itu, Bilal tidak lagi bertugas sebagai muazin. 2. Abdullah bin Ummi Maktum (muazin di Masjid Nabawi). Beliau adalah sepupu Ibunda Khadijah dari jalur ibu.  Tak mau tertinggal, Ibnu Ummi Maktum ikut berhijrah ke Madinah. Terhitung 13 kali, Nabi Muhammad ﷺ menunjuk beliau sebagai pimpinan sementara untuk kota Madinah ketika Nabi Muhammad ﷺ berangkat berperang. Ibnu Ummi Maktum adalah sahabat yang buta, namun tidak menjadi alasan dan penghalang untuk memeluk Islam. " Serahkan panji perang itu kepadaku! Saya adalah orang buta, sehingga tidak mungkin melarikan diri. Tempatkan aku di tengah-tengah dua pasukan yang saling berhadapan! ", kata Ibnu Ummi Maktum di sebuah peperangan.  Memang, Ibnu Ummi Maktum tercatat mengikuti perang Qadisiyah. 3. Sa'ad Al Qarazh (muazin di Masjid Quba) Seorang budak yang dimerdekakan oleh sahabat Ammar bin Yasir.  Beliau ditunjuk sebagai muazin di Masjid Quba, beberapa kilometer dari Masjid Nabawi. Nabi Muhamamd ﷺ pernah mengusap kepala Sa'ad dan mendoakan keberkahan.  Al Qarazh adalah sebutan beliau yang memiliki arti : daun Qarazh, yaitu daun yang menjadi bahan campuran untuk menyamak kulit binatang. Sebelumnya, Sa'ad selalu mengalami kerugian dalam berdagang. Hingga akhirnya beliau memilih jual beli daun Qarazh, barulah mendapat keuntungan. 4. Abu Mahdzurah (muazin di Masjidil Haram) Sepulang Nabi Muhammad ﷺ dan pasukan dari Perang Hunain, sejumlah pemuda Quraisy menguntit dari belakang. Ada momen salat, sehingga para pemuda itu mendengar azan yang dikumandangkan. Dengan tujuan mengejek dan menghina, para pemuda itu menirukan azan. Nabi Muhammad ﷺ mendengar azan mereka yang salah satunya menarik perhatian. Para pemuda itu ditangkap lalu diminta untuk satu per satu berazan karena mencari, suara siapa yang sebelumnya terdengar merdu. Abu Mahdzurah, salah satu pemuda, lah yang bersuara merdu. Nabi Muhammad ﷺ meminta Abu Mahdzurah duduk di hadapan beliau. Nabi Muhammad melepas penutup kepala Abu Mahdzurah, mengusap rambutnya, dan mendoakan sebanyak 3 kali, " Ya Allah, berkahilah dia dan berikanlah hidayah Islam untuknya ". Abu Mahdzurah masuk Islam lalu diperintahkan untuk menjadi muazin di Masjidil Haram. Rambut yang pernah diusap oleh Nabi Muhammad ﷺ dibiarkan panjang hingga setengah badan sampai Abu Mahdzurah meninggal dunia. Catatan : Derajat mulia dan kedudukan tinggi dapat diperoleh oleh siapa saja. Semua memiliki kesempatan yang sama. Ada peluang yang terbuka. Hanya saja, adakah keinginan dan tekad? 4 muazin yang ditunjuk dan dipercaya oleh Rasulullah  ﷺ :   2 mantan budak, 1 orang buta, dan 1 pemuda belia yang sebelumnya mengolok-olok azan. Jangan pesimis! Jangan berkecil hati! Tabalong, 18 Desember 2022 t.me/anakmudadansalaf
2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah utsman bin affan menjadi khalifah

UTSMAN BIN AFFAN MENJADI KHALIFAH Al-Ustadz Abu Abdirrahman Huda حفظه الله تعالى Pada saat mangkatnya Amirul Mukminin Umar bin Khaththab رضي الله عنه, kaum Muslimin tertimpa ujian dengan kehilangan seorang shahabat Rasul ﷺ yang paling utama setelah Abu Bakr Ash Shidiq رضي الله عنه. Manusia pun berkumpul menuju Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه. Mereka bermusyawarah dengannya tentang permasalahan ini. Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه memanggil Sa'ad dan menanyakan kepadanya, “Siapa orang yang engkau tunjukkan kepadaku untuk menjadi pengganti️? Adapun aku dan engkau, kita tidak menginginkannya. Maka Sa'ad pun menjawab, “Utsman.” maka Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه mengajak musyawarah beberapa orang dari kalangan pembesar shahabat dan kebanyakan mereka condong untuk Utsman bin Affan menjadi khalifah. Para pemuka shahabat pun memilih Utsman bin Affan رضي الله عنه sebagai pengganti Umar رضي الله عنه. Manusia serentak berbaiat kepada beliau setelah 3 hari dari wafatnya Umar bin Khaththab رضي الله عنه. Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه mengatakan kepada Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه, “Wahai Ali, sesungguhnya aku melihat manusia tidaklah keluar dari Utsman. Maka janganlah engkau menjadikan pada dirimu jalan." Ali Abi Thalib رضي الله عنه pun membaiatnya. Beliau mengatakan sambil mengambil tangan Utsman رضي الله عنه, “Kami membaiatmu di atas sunnah Rasul-Nya dan di atas sunnah kedua khalifah yang setelahnya." Lalu Abdurrahman bin Auf dan para shahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar membaiat Utsman رضي الله عنه. Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه saat pembaiatan itu duduk untuk membaiatnya, beliau membaca tahmid dan memuji Allah kemudian beliau berkata sesungguhnya manusia hanya mau membaiat Utsman bin Affan. Segala puji bagi Allah سبحانه وتعالى yang telah menjadikan urusan kaum muslimin bersatu tidak ada perselisihan saat pengangkatan Utsman bin Affan رضي الله عنه menjadi khalifah. Dengan diangkatnya Utsman bin Affan menjadi khalifah setelah wafatnya Umar رضي الله عنه berarti para shahabat telah menunaikan harapan dan wasiat Umar bin Khaththab رضي الله عنه yang mengutus Abu Thalhah Al Anshari رضي الله عنه untuk menyampaikan wasiatnya. Beliau mengatakan, “Janganlah sampai berlalu tiga hari kecuali sudah ada yang memimpin kaum muslimin." Demikianlah Allah سبحانه وتعالى telah menetapkan Utsman bin Affan menjadi khalifah. Seorang shahabat yang memiliki keutamaan yang besar. Malaikat pun malu darinya. Seseorang yang Rasulullah ﷺ nikahkan dengan kedua putrinya. Ruqayah رضي الله عنها, dan setelah Ruqayah wafat, maka beliau ﷺ menikahkannya dengan Ummu Kultsum رضي الله عنها. Gelar dzun nurain, pemilik dua cahaya pun, melekat pada diri beliau رضي الله عنه. . Pada masa beliau, ditaklukkanlah benteng-benteng yang kokoh dari kekuasaan Romawi dengan banyak membutuhkan pengorbanan. Pada masa-masa awal kepemimpinan Utsman, Allah سبحانه وتعالى telah mengaruniakan kaum muslimin dengan ditaklukkannya negeri Ar Ray.  Sejalan dengan luasnya negeri-negeri Islam dan banyaknya penduduk kota Makkah serta banyaknya jamaah haji, maka pada tahun 26 H, Utsman رضي الله عنه memperluas Masjidil Haram sehingga kaum muslimin tidak berdesak-desakan ketika Haji. Beliau membeli tanah-tanah yang ada di sekitar Masjidil Haram. Pada tahun ke 27 H, beliau memerintahkan Muawiyah رضي الله عنه untuk menaklukkan Qabrus. Mu'awiyah pun mengarungi bahtera lautan untuk melaksanakan perintah Utsman رضي الله عنه. Ubadah bin Shamit dan istri beliau, Ummu Haram bintu Milhan Al Anshariah, ikut serta dengan pasukan Mu'awiyah. Namun, Ummu Haram terjatuh dari tunggangannya dan menyebabkan beliau gugur menjadi syahidah.  Ya, dan ini sejatinya telah Rasulullah ﷺ kabarkan. Rasulullah ﷺ bersabda yang artinya, “Ada sekelompok orang dari umatku yang dihadapkan pada peperangan di jalan Allah, mereka menaiki bahtera di atas laut layaknya raja-raja di atas singgasananya.” Ummu Haram رضي الله عنها waktu itu berkata, "Mintalah kepada Allah supaya aku termasuk mereka.” Maka Rasulullah ﷺ pun berdoa, kemudian meletakkan kepalanya dan tidur kemudian bangun sambil tertawa. Ummu Haram pun bertanya, dan Rasulullah ﷺ menjawab dengan jawaban yang seperti sebelumnya. Beliaupun meminta kembali kepada Rasulullah ﷺ untuk mendoakannya maka beliau pun berkata, “Kamu termasuk golongan yang pertama.”  Di tahun tersebut, Utsman mengganti Amr bin Ash yang sebelumnya menjadi gubenur Mesir. Beliau menggantinya dengan Abdullah bin Sa'ad bin Abi Sarh. Di bawah kepemimpinan beliau inilah, para mujahidin mengadakan ekspansi ke Afrika. Dan segala puji bagi Allah, kaum mujahidin dapat menaklukkannya dengan mudah. Kala itu, setiap prajurit mujahidin banyak mendapatkan rampasan perang. Sampai-sampai, dikatakan bahwa setiap prajurit mendapatkan 1000 dinar dan ada yang mengatakan 3000 dinar. Jumlah ini, jika dirupiahkan akan setara dengan milyaran rupiah, sungguh jumlah yang sangat banyak.  Pada tahun ke 29 H Utsman bin Affan رضي الله عنه meluaskan Masjid Nabawi di Madinah. Beliau membangun dindingnya dan tiangnya dari batu serta atapnya dari kayu. Kala itu masjid diperluas dengan ukuran panjang 66 hasta dan lebar 150 hasta.  Utsman رضي الله عنه memerhatikan rakyatnya dengan sungguh-sungguh. Berbagai kenikmatan dan kecukupan sangat dirasakan kala itu. Al Hasan Al Bashri رحمه الله mengatakan, “Aku melihat juru panggil Utsman bin Affan رضي الله عنه sedang memanggil-manggil, “Wahai manusia kemarilah ambillah jatah bagian kalian."  Maka kaum muslimin berduyun- duyun datang mengambil jatah bagian mereka. 'Kemarilah ambil pakaian-pakaian untuk kalian. Kemarilah ambillah daging dan madu untuk kalian.' Maka mereka mengambil kesejahteraan yang Allah karuniakan kepada mereka, kedamaian dan keamanan pun dapat dirasakan kaum muslimin.”  Walaupun kedudukan beliau berada di pucuk kepemimpinan, hal itu tidaklah menghalangi beliau untuk tawadhu dan memerhatikan hak orang lain sekali pun kepada pembantu beliau. Inilah yang terpancar dari diri seorang yang mulia ini. Abdullah Ar Rumy mengatakan, "Dulu Utsman رضي الله عنه mengambil sendiri air wudhu di malam hari."  Ada yang mengatakan kepada beliau, "Andaikata engkau mau menyuruh pembantu niscaya mereka akan melayani.” Maka Utsman رضي الله عنه pun menyanggahnya, “Tidak, waktu malam waktu untuk istirahat mereka."  Beliau menjadi khalifah selama 12 tahun. Banyak jasa-jasa beliau yang dirasakan kaum muslimin. Beliau berupaya menyejahterakan masyarakat, menciptakan rasa aman, dan selalu memerhatikan keadaan rakyatnya. Beliau menanyakan keadaan kaum muslimin yang sakit, yang kelaparan sebagaimana yang di katakan Musa bin Thalhah “Aku melihat Utsman bin Affan رضي الله عنه pada hari Jumat memakai dua pakaian berwarna kuning.  Beliau duduk di mimbar dan muadzin mengumandangkan adzan. Kemudian Utsman menanyakan siapa di antara mereka yang kelaparan dan siapa di antara mereka yang sakit." Walaupun demikian keadaan  kepemimpinan Utsman رضي الله عنه, masih saja ada orang-orang yang menginginkan kerusakan. Mereka mengkritisi, mencela, dan menuduh  Utsman رضي الله عنه. Mereka menuduh Utsman melakukan nepotisme, padahal keluarga yang diangkat memang memiliki kemampuan dalam mengemban amanah. Selain itu, pegawai yang bukan dari keluarga beliau pun banyak. Sayangnya, hati mereka telah ditutupi hawa nafsu. Mereka memaksa Utsman رضي الله عنه melepaskan baju kepemimpinan. Mereka lupa jasa-jasa Utsman dalam menaklukkan negeri-negeri. Mereka menutup mata atas jasa Utsman meluaskan Masjid Nabawi dengan dana yang beliau miliki. Sebagaimana dahulu, Utsman juga menginfakkan ribuan dinar dan 300 unta disertai bekalnya untuk pasukan yang hampir dibatalkan keberangkatannya karena tiada bekal. Saat itu Rasulullah ﷺ mengatakan yang artinya, “Tidaklah membahayakan Utsman apa yang dilakukannya setelah hari ini.” Beliau juga membeli sumur rumah dengan hartanya sehingga penduduk Madinah bisa meminumnya. Mereka menutup mata atas kedermawaan Utsman رضي الله عنه pada saat-saat paceklik yang dialami kaum muslimin pada masa Umar bin Khaththab رضي الله عنه. Saat itu, kafilah dagang Utsman datang dengan seribu unta membawa gandum, minyak zaitun, dan anggur kering. Semuanya diinfakkan kepada fakir miskin pada masa itu. Pada hari Jumat 18 Dzulhijjah di tahun ke-35 setelah hijrah, para pemberontak menghabisi nyawa Utsman رضي الله عنه. Mereka berusaha untuk mengudeta kepemimpinan Utsman bin Affan رضي الله عنه. Namun, beliau berupaya menunaikan wasiat Rasulullah ﷺ, sebuah wasiat yang tidak bisa terlupakan di dalam sanubarinya, “Wahai Utsman, barangkali Allah akan memakaikan baju kepadamu, maka apabila ada orang munafik menginginkan untuk melepasnya maka janganlah engkau lepaskan sampai engkau berjumpa denganku.” Itulah wasiat beliau ﷺ.  “Utsman akan terbunuh pada masa-masa ujian dalam keadaan terzalimi.” Demikian Rasulullah ﷺ sampaikan dalam kesempatan yang lain. Beliau pun bersabar menanti datangnya janji Rasulullah ﷺ. Kesabaran luar biasa kala masa-masa kritis di akhir masa kekhilafahan beliau. Memang Allah سبحانه وتعالى telah menjadikan kesabaran sebagai amalan yang besar dan Allah telah menyiapkan pahala yang tiada tara. Lisan Utsman bin Affan رضي الله عنه waktu itu pun berucap, “Sesungguhnya Rasulullah ﷺ menjanjikan kepadaku suatu janji maka aku bersabar dengan janji tersebut.”  Karena kesabaran yang luar biasa pada diri Utsman ini, Abdurahman bin Mahdi رحمه الله mengatakan, “Dua perangai yang tidak ada pada Abu Bakar dan Umar: kesabaran pada saat beliau dibunuh dan saat beliau mengumpulkan manusia pada satu mushaf.” Memang, kesabaran merupakan kepahitan yang membutuhkan pengorbanan. Terkadang harta, terkadang tenaga, dan terkadang nyawa. Namun Allah سبحانه وتعالى menyiapkan pahala yang besar bagi orang-orang yang sabar, dan kesudahan bagi orang yang bersabar lebih manis daripada madu yang paling manis sekali pun. Kesabaran Utsman ini membuahkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah سبحانه وتعالى. Allah سبحانه وتعالى berfirman:  وَالَّذِينَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً وَيَدْرَءُونَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَٰئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ “Dan orang-orang yang bersabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, baik secara sembunyi-sembunyi ataupun dengan terang-terangan, serta menolak kejahatan dengan kebaikan, maka dialah yang mendapatkan tempat kesudahan yang baik.” (Q.S. Ar Ra'd: 22) Utsman bin Affan رضي الله عنه menutup usianya dalam keadaan syahid. Beliau wafat sebagai seorang syahid yang sabar menunggu janji Allah سبحانه وتعالى. Semoga Allah سبحانه وتعالى meridhai beliau. Amin. والله تعالى عالم بااصواب Referensi: Tarikhul Khulafa' Shuwar Min Hayatis Shahabah. Sumber || Majalah Qudwah Edisi 015 || t.me/majalah_qudwah
2 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ketika gunung diangkat di atas kepala bani israil

INGATLAH! KETIKA GUNUNG DIANGKAT DI ATAS KEPALA BANI ISRAIL Al-Ustadz Abu Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal." terjemah Q.S. Yusuf: 111 Duduk santai ditemani secangkir kopi panas dan potongan-potongan singkong goreng tentulah sebuah kenikmatan. Apalagi sambil kedua mata menatap gunung yang gagah dan kokoh menampakkan keelokannya diiringi hembusan angin gunung yang demikian segar. . Subhanallah.  Cobalah sesekali kita tanyakan, apa yang akan kita lakukan jika tiba-tiba sang gunung terangkat ke atas langit, tepat di atas kepala kita. Apa yang akan kita lakukan? Lari? Teriak? Atau apa yang kita perbuat? Jangan ada yang berkata, "Mustahil" Sungguh bukan hal yang susah bagi Allah untuk mengangkat gunung dan menjatuhkannya pada suatu kaum, seandainya Allah menghendaki. Sebagaimana hal ini pernah terjadi pada umat-umat sebelum kita. Bukan pula hal yang mustahil bagi Allah untuk menenggelamkan seseorang atau suatu kaum ke dalam bumi, dengan sebab dosa mereka. Sebagaimana pernah terjadi pula di masa lalu, seperti yang menimpa Qarun beserta harta dan keluarganya. Gunung diangkat? Di masa Rasulullah ﷺ hampir-hampir sebuah gunung diangkat untuk mengazab penentang Rasulullah ﷺ. Ketika itu beliau disakiti kaumnya, diusir, dan dilempari batu. Allah utus malaikat penjaga gunung untuk mengangkat dan menjatuhkannya pada kaum yang durjana. Suatu hari, ketika Rasulullah ﷺ bercengkerama dengan Ummul Mukminin Aisyah Radiallahu'anha, beliau bersabda yang artinya,  ”Wahai Aisyah, sungguh aku telah mendapatkan gangguan dari kaummu. Dan peristiwa yang sungguh menyakitkanku adalah peristiwa hari Aqabah, ketika aku menyeru Ibnu Abdi Yalil bin Abdu Kulal masuk Islam, namun ia tidak menyambut apa yang kuhendaki.” Aku pun beranjak pergi dengan hati yang sedih, dan tidaklah aku tersadar kecuali setelah tiba di Qornu Tsa‘alib¹. Aku tengadahkan kepalaku ke langit, tiba-tiba tampak segumpal awan menaungiku. Aku angkat kepalaku, ternyata Jibril berada di sana dan berseru kepadaku, ’Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan jawaban mereka terhadapmu. Dan Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu untuk engkau perintahkan apa yang menjadi kehendakmu atas mereka (orang-orang kafir)'. Kemudian malaikat gunung berseru kepadaku serta mengucapkan salam, lalu berkata, ’Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu kepadamu dan aku adalah malaikat gunung yang telah diutus Rabbmu agar engkau memerintahkan kepadaku sesuai dengan perintahmu. (Wahai Muhammad) apa yang kamu inginkan? Jika kamu menginginkan, aku akan menimpakan kepada mereka dua gunung itu².’ Rasulullah ﷺ menjawab, ’Tidak, bahkan aku berharap semoga Allah melahirkan dari keturunan mereka orang-orang yang akan menyembah Allah semata, serta tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apa pun. Kisah malaikat penjaga gunung ini diriwayatkan Al-lmam Al-Bukhari dalam Shahihnya.  Diangkatnya Gunung Kepada Bani Israil Diangkatnya gunung pernah terjadi di waktu silam, tepatnya di zaman Nabi Musa عليه السلام. Kisah menakjubkan tersebut Allah sebutkan di beberapa tempat dalam Al-Qur'an. Gunung Thursina³ diangkat di atas kepala-kepala Bani Israil sebagai ancaman atas kedurhakaan mereka, karena tidak mau menerima Taurat. Kisah ini disebutkan di beberapa tempat dalam Al-Qur’an. Dalam Surat Al-Baqarah Allah berfirman yang artinya,  ”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atas kalian (seraya Kami berfirman), ”Peganglah dengan kuat apa yang Kami berikan kepada kalian dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kalian bertakwa.” Kemudian kalian berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atas kalian, niscaya kalian tergolong orang-orang yang rugi." [Q.S. Al-Baqarah: 63-64]. Dalam Ayat ke-92 dan 93, masih dalam surat Al-Baqarah. Allah سبحانه وتعالى berfirman yang artinya, ”Sesungguhnya Musa telah datang kepada kalian membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kalian jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kalian adalah orang-orang yang lalim. Dan (ingatlah),  ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkat bukit (Thursina) di atas kalian (seraya Kami berfirman), “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, "Kami mendengarkan tetapi tidak menaati“. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah, "Amat jahat perbuatan yang diperintahkan oleh iman kalian kepada kalian jika betul kalian beriman (kepada Taurat).”  Kisah diangkatnya gunung di atas kepala-kepala Bani Israil juga Allah sebutkan pula dalam Surat Al-A'raf:  ۞ وَإِذْ نَتَقْنَا ٱلْجَبَلَ فَوْقَهُمْ كَأَنَّهُۥ ظُلَّةٌ وَظَنُّوٓا۟ أَنَّهُۥ وَاقِعٌۢ بِهِمْ خُذُوا۟ مَآ ءَاتَيْنَٰكُم بِقُوَّةٍ وَٱذْكُرُوا۟ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka, seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka), "Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepada kalian, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa." (Q.S. Al-A’raf: 171) Inilah ayat-ayat Al-Quran yang mengisahkan berita-berita Bani Israil di zaman Musa عليه السلام.  Mengapa Allah Angkat Gunung Kepada Mereka? Al-lmam Al-Baghawi dalam kitab Tafsirnya mengisahkan sebab diangkatnya gunung kepada Bani Israil dari riwayat shahabat Abdullah bin Abbas رضي الله عنهما. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Allah memerintahkan salah satu gunung di Palestina. Maka terangkatlah gunung tersebut seakar-akarnya, diangkat hingga berada di atas kepala Bani Israil. Allah angkat gunung karena kedurhakaan Bani Israil. Ketika Allah turunkan Taurat kepada Nabi Musa عليه السلام, beliau memerintahkan kaumnya untuk segera menerima dan mengamalkan hukum-hukum Taurat. Namun mereka enggan dan menolaknya. Mereka enggan karena beratnya hukum yang ada di dalamnya, dan syariat Musa memang syariat yang berat. Karena penolakan itulah, Allah memerintahkan Jibril عليه السلام mengangkat gunung, menaungi seluruh Bani Israil, berjarak setinggi manusia. Lalu Musa berkata, "Jika kalian tidak mau menerima Taurat, gunung ini akan dijatuhkan kepada kalian."  Gunung apa yang diangkat di atas kepala Bani Israil? Imam Ahli Tafsir, Abu Ja’far Ath-Thabari رحمه الله menyebutkan beberapa perkataan ahli tafsir mengenai gunung yang dimaksud dalam firman Allah:  وَرَفَعْنَافَوْقَكُمُ الطُّورَ ”..dan Kami angkatkan Ath-Thur di atas kalian.” Di antara ahli tafsir ada yang mengatakan Ath-Thur maknanya gunung. Yakni, tidak ditentukan gunung apa yang dimaksud, yang jelas salah satu dari gunung-gunung yang ada.  Ibnu Abbas رضي الله عنهما menjelaskan bahwa Ath-Thur adalah gunung tempat Musa عليه السلام diajak bicara oleh Allah. Allahu a’lam. Hikmah-Hikmah Kisah-kisah Qurani adalah wahyu Allah yang penuh keindahan. Sangat dalam samudra faedah yang bisa diambiI seorang mukmin. Tidak seperti kisah-kisah dusta yang merebak di zaman ini, yang justru banyak digandrungi. Allah berfirman:  ۞ لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصْدِيقَ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman." (Q.S. Yusuf: 111) Berita Allah dalam ayat-ayat yang agung di atas banyak hikmah yang bisa kita ambil. Di antara hikmah-hikmah tersebut:  1. Pentingnya mengingat kejadian umat terdahulu untuk diambil pelajaran. Allah berfirman: وَ إِذْأَخَذْنَامِيثَاقَكُمْ "Dan (ingatlah), ketika Kami  mengambil janji dari kalian....” 2. Kisah yang agung ini mengingatkan Yahudi tentang apa yang terjadi pada nenek moyang mereka, agar mereka mau mengambil ibrah (peIajaran). Ketika Allah turunkan Al-Quran kepada nabi yang terakhir, wajib bagi mereka untuk bersegera mengimaninya. Jangan seperti kaum Musa yang enggan mengambll Taurat setelah diturunkan. Selain itu, walaupun kisah ini terkait dengan Bani lsrail di zaman Musa, nasihat ini tentunya juga berlaku bagi kaum mukminin, bukan nasihat khusus untuk Yahudi. 3. Kisah ini menunjukkan betapa besar kekuatan dan kekuasaan Allah سبحانه وتعالى. Allah Maha Kuasa untuk mengangkat gunung dan menjatuhkannya kepada orang- orang yang ingkar kepada-Nya. Dan sungguh, alam semesta yang kita saksikan adalah sebagian kecil dari bukti kekuasaan AIlah. Allah berfirman: ۞ إِنَّ اللَّهَ يُمْسِكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ أَن تَزُولَا وَلَئِن زَالَتَا إِنْ أَمْسَكَهُمَا مِنْ أَحَدٍ مِّن بَعْدِهِ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا "Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun."[Q.S. Fathir: 41]. 4. Dalam kisah ini ada ancaman azab dari Allah bagi mereka yang berpaling dari Al-Qur’an, berpaling dari syariat Allah. Jika Allah berkehendak, Allah perintahkan bumi untuk menenggelamkan kaum yang ingkar, atau Allah angkat gunung dan ditimpakan kepada kaum yang enggan berpegang dengan syariat Allah. Allah Ta’ala berfirman, ۞ أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ (16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17) “Apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit, bahwa Dia akan menjungkirbalikkan bumi bersama kalian, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu berguncang❓Atau apakah kalian merasa aman terhadap Allah yang di langit, bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kalian akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku.” (QS. Al Mulk: 16-17) Banyak dari kisah-kisah Al-Quran yang juga Allah sebutkan mengenai kesudahan buruk yang dialami kaum yang durhaka. Seperti kaum Nabi Luth, kaum Nabi Shalih, dan kaum Nabi Nuh عليه السلام.  5. Azab yang menimpa seseorang  atau suatu kaum sebabnya adalah perbuatan tangan manusia itu sendiri. 6. Wajibnya menunaikan perjanjian (mitsaq), terlebih perjanjian dengan Allah سبحانه وتعالى.  7. Kewajiban mengambil dan mengamalkan hukum-hukum syariat dengan sungguh-sungguh (kuat), Allah berfirman:  خُذُوا۟ مَآ ءَاتَيْنَٰكُم بِقُوَّةٍ "Peganglah dengan kuat (teguh-teguh) apa yang Kami berikan kepada kalian..." 8. Wajibnya mengingat apa yang Allah turunkan, yaitu Al-Quran dan hadits Nabi ﷺ. Tidak boleh melupakan atau menyia-nyiakannya. Dalam kisah ini Allah berfirman:  وَٱذْكُرُوا۟ مَا فِيهِ “Serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya...” 9. Ketakwaan tidak akan sempurna bagi seorang hamba kecuali jika dia mau mengambil hukum-hukum syariat dengan kuat. Allah berfirman:  خُذُوا۟ مَآ ءَاتَيْنَٰكُم بِقُوَّةٍ وَٱذْكُرُوا۟ مَا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ "... peganglah dengan kuat (teguh-teguh) apa yang Kami berikan kepada kalian serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa.” 10. Kisah ini memberikan pelajaran kepada kita untuk bersegera mengamalkan Al-Quran, bersegera bertaubat, dan tidak seperti Bani lsrail yang enggan untuk melaksanakan apa yang Allah turunkan kepada Musa, hingga datang ancaman atau azab Allah. 11. Kisah di atas menjelaskan beberapa sifat Bani lsrail. Mereka adalah kaum yang tidak bersegera mengambil kebenaran. Mereka justru lebih memilih untuk berpaling. Ketika mereka diperintah untuk mengikuti Al-Kitab mereka justru mengatakan: Kami dengar namun kami tidak taat. Allah berfirman:  خُذُوْا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَ اسْمَعُوْا قَالُوْا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا "Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepada kalian dan dengarkanlah!” Mereka menjawab, 'Kami mendengarkan tetapi tidak menaati.” Yahudi bukan hanya mengucapkan kalimat ini di zaman Nabi Musa. Namun terus berlangsung hingga zaman Rasulullah ﷺ sebagaimana Allah firmankan:  مِّنَ ٱلَّذِينَ هَادُوا۟ يُحَرِّفُونَ ٱلْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَٱسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَرَٰعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى ٱلدِّينِ ”Di antara orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata, "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula), ”Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan), ”Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama." [Q.S. An-Nisa: 46].  Pembaca, demikian sepenggal kejadian sejarah umat terdahulu,  semoga Allah bimbing kita merenungkan dan mentadabburi ayat-ayat-Nya. Amin.  Catatan Kaki: 1) Qarnu Ats-Tsa’alib adalah Qarnu Al-Manazil, miqat bagi penduduk Nejed untuk melakukan ibadah haji atau umrah. Berjarak sekitar 94 km dari Makkah, saat ini bernama As-Sailul Kabir. 2) Dua gunung yang dimaksud adalah gunung Abu Qubais dan gunung yang di hadapannya.  3) Ada beberapa pendapat ulama tentang gunung-gunung yang diangkat di atas kaum nabi Musa.  Sumber || Majalah Qudwah Edisi 01 t.me/majalah_qudwah
3 tahun yang lalu
baca 10 menit