hari Jumat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum khatib dan imam shalat jumat / id orang berbeda

KHATIB DAN IMAM SHALAT JUM'AT ORANG YANG BERBEDA Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah Pertanyaan: في بعض المناطق يجعلون أحد الشباب يخطب الخطبة ، ويصلي الصلاة رجل آخر ، ومستمرون على هذا، فما حكم صلاتهم؟ Di beberapa wilayah menjadikan khatib dan imam pada shalat Jum'at dari orang yang berbeda, dan mereka selalu melakukannya. Apa hukum shalat mereka? . Jawab: ليس فيه بأس إذا كان الشاب يحسن الخطبة أكثر والإمام لا يحسنها إلا قليلا واستعملت الجهات المسئولة من يخطب بالناس خطبة أكثر فائدة فلا بأس ، ولا يلزم أن يتولى الصلاة والخطبة شخص واحد ؛ لأن الصلاة مستقلة عن الخطبة ، ولكن الأفضل والأولى أن يتولاهما شخص واحد ، وأن تختار الجهات المسئولة من يصلح لذلك تأسيًا بالنبي ﷺ وبخلفائه الراشدين وبأتباعهم بإحسان ، والله ولي التوفيق. Hal tersebut tidaklah mengapa apabila khatib memang mahir berkhutbah namun kurang mahir menjadi imam, sehingga lembaga pengurus masjid menunjuknya sebagai khatib saja karena demikian lebih baik, dan ini tidak mengapa. Tidak harus yang menjadi imam dan khatib adalah orang yang sama. Karena shalat dan khutbah adalah dua ibadah yang berbeda. Namun yang afdhal adalah keduanya dilakukan oleh satu orang. Dan lembaga pengurus sebuah masjid hendaknya memilih orang yang benar-benar pantas untuk melakukannya, dalam rangka meniru Nabi ﷺ, para Khulafaur Rasyidin, dan para pengikut setia mereka. Wallahu waliyyut taufiq. Majmu' Fatawa wa Maqalat Asy-Syaikh Ibnu Baz: 12/383 https://binbaz.org.sa/fatwas/5130/أحد-الشباب-يخطب-الخطبة-ويصلي-الصلاة-رجل-آخر 📲Join & Share Channel: https://t.me/salafy_sorowako https://t.me/assunnahsorowako --------- BOLEHKAH IMAM DAN KHOTIB BERBEDA?  Pertanyaan,  Alhamdulillaah. Mau bertanya ustadz, bagaimana hukum sholat ied dgn imam dan khotib yang berbeda. Termasuk ada larangan tidak..? Baarokallohu fiikum.. Jawaban,  al-Ustadz Abu Fudhail 'Abdurrahman bin 'Umar hafizhahullah,  Ini termasuk permasalahan yang terjadi perbedaan pandangan di kalangan ulama. Kita nukilkan secara ringkas penjelasan syekh Abdulaziz Ibnu Baz. Beliau rahimahullah berkata, فالأفضل والسنة أن يتولى الخطابة من يتولى الإمامة فيكون هو الإمام وهو الخطيب يوم الجمعة، وهكذا العيد، لكن لو قدر أن الخطيب لم يتيسر له ذلك بأن أصابه مانع أو حيل بينه وبين ذلك فالصلاة صحيحة، وهكذا لو صلى باختياره ولم يخطب بل استناب من يخطب عنه فلا بأس... فالصواب في هذا أنه لا بأس أن يتولى الإمامة غير من تولى الخطبة هذا هو الصواب؛ لأن هذه عبادة مستقلة وهذه عبادة مستقلة ولكن الأفضل والأولى أن يتولاهما واحد كما فعله النبي ﷺ والخلفاء بعده، السنة أن يكون الإمام هو الخطيب، لكن لو عرض عارض ومنع مانع فصلى غير الخطيب فلا بأس. "Yang afdal dan sunnah adalah yang berkhotbah, dialah yang menjadi imam sehingga dia menjadi imam dan khotib di hari Jumat, demikian pula ini berlaku pada hari Id. Namun, jika ternyata khotibnya tidak dimudahkan untuk itu, seperti ada sesuatu yang menjadi penghalang akan hal itu, salatnya sah. Demikian pula kalau memang keinginannya untuk menjadi imam saja dan tidak berkhotbah bahkan dia mencari ganti orang untuk berkhotbah, tidak mengapa.  Pendapat yang benar dalam hal ini adalah tidak mengapa orang yang menjadi imam bukan orang yang berkhotbah, inilah pendapat yang benar. Karena khotbah merupakan ibadah tersendiri dan salat juga ibadah tersendiri. Namum, yang afdal dan lebih utama adalah satu orang yang menjalankan kedua tugas tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan  para khulafa' setelah beliau. Yang sesuai dengan sunnah adalah yang menjadi imam, dialah yang menjadi khotib, namun, jika ada kendala tertentu sehingga dia menjadi imam saja bukan khotib, tidak mengapa." (https://binbaz.org.sa/fatwas/6847/%D8%AD%D9%83%D9%85-%D8%A7%D8%B4%D8%AA%D8%B1%D8%A7%D8%B7-%D8%A7%D9%86-%D9%8A%D9%83%D9%88%D9%86-%D8%A7%D9%84%D8%AE%D8%B7%D9%8A%D8%A8-%D9%88%D8%A7%D9%84%D8%A7%D).  Wallahu A'lam 📃 𝐒𝐮𝐦𝐛𝐞𝐫: 𝐌𝐚𝐣𝐦𝐮'𝐚𝐡 𝐚𝐥-𝐅𝐮𝐝𝐡𝐚𝐢𝐥 ✉️ 𝐏𝐮𝐛𝐥𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢: https://t.me/TJMajmuahFudhail
setahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum shalat diantara dua adzan shalat jumat

HUKUM SHALAT DIANTARA DUA ADZAN SHALAT JUM'AT [Terkandung Kaidah Penting dalam Melaksanakan atau Meninggalkan Sunnah demi Maslahat] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : ".. Adzan (pertama) ini ketika (Khalifah) Utsman menyunnahkannya dan kaum muslimin menyepakatinya maka ia menjadi adzan yang syar'i. Dan pada saat itu pula, . shalat antara adzan pertama dengan adzan kedua ini menjadi boleh dan baik. Namun BUKAN SHALAT RAWATIB , sama hukumnya seperti shalat sebelum shalat Maghrib. Dengan demikian, siapa yang mengerjakannya tidak diingkari  dan siapa yang meninggalkannya tidak pula diingkari. Dan ini adalah pendapat yang paling pertengahan. Ucapan Imam Ahmad menunjukkan kepadanya. Sehingga terkadang MENINGGALKANNYA ITU AFDHAL(LEBIH UTAMA) apabila orang-orang yang tidak tahu hukumnya AKAN MENGIRA bahwa shalat ini adalah Sunnah Rawatib. Atau menduga shalat (antara dua adzan shalat Jum'at)  ini wajib. Maka ditinggalkan sehingga orang-orang memahami  bahwa shalat itu bukan Sunnah Rawatib dan tidak wajib. Terlebih lagi jika manusia TERUS-MENERUS MELAKSANAKANNYA maka sepatutnya untuk meninggalkannya sesekali, sehingga TIDAK menyerupai shalat fardhu. Sebagaimana kebanyakan ulama menyukai untuk tidak dilakukan terus-menerus membaca surat As-Sajadah pada (shalat shubuh)  hari Jum'at, bersamaan  telah tetap riwayat  di dalam shahih bahwa Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam melakukannya. Maka, jikalah dibenci untuk konsisten atas bacaan itu (yang telah disunnahkan) maka meninggalkan dari terus-menerus atas sesuatu yang tidak disunnahkan Nabi shalallahu 'alaihi wasallam tentu lebih utama. Dan apabila seorang melaksanakan shalat antara dua adzan (pada shalat Jum'at)  itu sesekali karena shalat mutlaq saja atau shalat antara dua adzan (secara umum) , sebagaimana ia shalat sebelum Ashar dan Isya, bukan karena menganggapnya sunnah rawatib,  maka hal ini dibolehkan. Dan apabila seseorang berada di suatu kaum yang mereka melaksanakan shalat tersebut (terus-menerus), jika ia adalah seorang yang ditaati (didengar ucapannya) ketika ia meninggalkan shalat tersebut dan apabila ia jelaskan kepada mereka perkara yang sunnah (dalam permasalahan  ini) mereka tidak akan mengingkarinya BAHKAN mereka akan memahami Sunnah; maka (dalam kondisi ini) ia meninggalkan shalat tersebut adalah perkara kebaikan. Dan apabila ia bukan orang yang ditaati dan ia memandang bahwa jika ia shalat akan menyatukan hati mereka kepada perkara yang lebih besar manfaatnya atau mencegah dari perdebatan dan hal yang jelek - karena tidak memiliki kekuatan untuk menerangkan perkara yang hak kepada mereka dan tidak ada penerimaan mereka kepadanya, dan yang semisalnya- ; maka pengerjaannya ini juga kebaikan. Sehingga suatu amalan terkadang melaksanakannya itu disukai dan terkadang meninggalkannya disukai pula, sesuai dengan apa yang lebih kuat untuk mencapai maslahat dalam pelaksanaan atau meninggalkannya, sesuai dengan dalil-dalil yang syar'i. Dan seorang muslim terkadang  meninggalkan hal yang mustahab (berdasar bimbingan dalil yang syar'i) apabila dalam pengamalannya ada kerusakan yang lebih besar daripada maslahatnya." Al-Fataawa al-Kubraa, Ibnu Taimiyyah, hal. 115-116. Alih Bahasa: Al-Ustadz Abu Yahya al-Maidany hafizhahullah https://t.me/ForumBerbagiFaidah [FBF] www.alfawaaid.net | www.ilmusyari.com BACA JUGA : KAPANKAH JUAL BELI DILARANG KETIKA HARI JUMAT?
6 tahun yang lalu
baca 4 menit

Tag Terkait