Bantahan

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

mencabut manhaj muwazanah hingga ke akar-akarnya

MENCABUT MANHAJ MUWAZANAH HINGGA KE AKAR-AKARNYA Asy-Syaikh Muhammad bin Hady al-Madkhaly hafizhahullah Sekarang ini mereka (para pengekor hawa nafsu -pent) datang membawa manhaj baru dengan mengatakan, “Dia seorang sunni, walaupun dia memiliki kesalahan-kesalahan, itu juga seorang sunni walaupun dia memiliki kesalahan-kesalahan.” Jelaskan apa kesalahan-kesalahannya itu?! Apakah dia meyakini madzhab Khawarij?! Ketika kita lihat ternyata orang yang dia anggap sunni itu adalah seorang pengikut Khawarij. Yang lainnya ketika kita lihat ternyata dia seorang Rafidhah yang suka mencela para Shahabat. Yang lainnya lagi ketika kita perhatikan ternyata dia seorang yang berpemahaman Jahmiyah. Maa syaa Allah, orang yang semacam itu dianggap seorang sunni walaupun dia memiliki kesalahan-kesalahan. Mereka menilai seorang mubtadi' satu persatu seperti itu, maa syaa Allah. Semua itu menjadikan bahan tertawaan bagi akal-akal manusia, terkhusus para pemuda Salafiyun. Ucapan ini adalah ucapan yang bathil yang sangat jelas kesalahannya, karena sesungguhnya siapa saja yang bersikap loyaal kepada seorang mubtadi', menolongnya, dan membelanya, maka dia ini sama-sama sebagai seorang mubtadi' seperti dia, tanpa syak dan tanpa ada keraguan lagi. Ternyata keadaannya seperti penjelasan yang lalu berkaitan dengan sikap suka duduk bermajelis dengan para pengekor hawa nafsu: عن المرء لا تسأل وأبصر قرينه *** فإن القرين بالمقارن مقتدى ولا تصحب أخ  .*** الجهل وإيــاك وإياه فكم من جاهل *** أردى حليمًا حين أخاه يُقاس المرء بالمرء  *** إذا مـا هو ماشــاه Janganlah bertanya tentang seseorang, cukup lihatlah temannya Karena sesungguhnya seseorang itu suka meniru temannya Jangan berteman dengan orang yang bodoh Hati-hatilah engkau jangan mendekat kepadanya Berapa banyak orang yang bodoh menyeret orang yang baik Ketika dia menjadikannya seperti saudara Seseorang itu dinilai dengan orang lain Jika dia suka berjalan bersamanya Intinya jika engkau melihat seseorang suka bersama seorang mubtadi' lalu engkau memperingatkan dia namun dia mengabaikan, maka gabungkanlah dia dengannya! Kenapa demikian?! Karena: الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ “Seseorang mengikuti agama teman dekatnya.” (Ash-Shahihah no. 927 -pent) الأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ “Ruh-ruh itu seperti satu pasukan yang diatur, yang saling mengenal akan bersatu, sedangkan yang tidak saling mengenal maka akan berselisih.” (HR. al-Bukhary no. 3158 dan Muslim no. 2638 -pent) إن القلوب لأجناد مجندة   ***  قول الرسول كلام ليس يختلف فما تعارف منها فهو مؤتلف ***  وما تناكر منها فهو مختلف Sungguh hati-hati manusia itu benar-benar seperti pasukan yang diatur Ucapan Rasul adalah ucapan yang tidak keliru Yang saling mengenal pasti akan bersatu Sedangkan yang tidak saling mengenal maka akan berselisih Maka jika engkau masih melihatnya bersama seorang mubtadi', berarti dia mencintainya, karena telah kita ketahui bersama: أوثق عُرَى الْإِيمَانِ الْحُبُّ  فِي  اللَّهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ “Tali ikatan iman yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (Lihat: Ash-Shahihah no. 998 -pent) Jadi tidak mungkin seorang Ahlus Sunnah akan mencintai seorang ahli bid'ah, hal itu karena cinta merupakan kecenderungan hati, sehingga tidak mungkin akan terwujud kecuali jika hati-hati itu saling berdekatan. Al-Ashma'iy rahimahullah mengatakan: إذا تقاربت القلوب في النسبة تلاقت الأبدان في الصحبة “Jika hati-hati itu berdekatan dalam hal, maka badan akan saling berjumpa dalam persahabatan.”  http://ar.miraath.net/article/10564 Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata Klik ➡️JOIN⬅️ Channel Telegram: http://bit.ly/tukpencarialhaq http://tukpencarialhaq.com || http://tukpencarialhaq.wordpress.com **** Disebarkan Oleh Happy Islam | Arsip Fawaid Salafy Join Channel Telegram telegram.me/happyislamcom
9 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kesesatan al-qiyadah al-islamiyah / gafatar (gerakan fajar nusantara)

RASUL BARU TERSEBUT Al MASIH AL MAW'UD MENYINGKAP KESESATAN AL-QIYADAH AL-ISLAMIYAH* ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Faruq Ayip Syafrudin hafidzahullah Sebuah ‘agama’ baru telah lahir di Indonesia. Nabinya orang Indonesia, kitabnya juga berbahasa Indonesia. Yang bikin bingung, namanya berbau Islam namun ajarannya Kristen. Sebuah upaya pemurtadan? Al-Qiyadah Al-Islamiyah adalah sebuah gerakan yang memiliki pemahaman bahwa kini telah ada orang yang diutus sebagai rasul Allah. Orang yang dimaksud, menurut kelompok ini, adalah Al-Masih Al-Maw’ud. Dia dilantik menjadi rasul Allah pada 23 Juli 2006 di Gunung Bunder (Bogor, Jawa Barat). Itu terjadi setelah sebelumnya Al-Masih Al-Maw’ud bertahannuts dan pada malam ketigapuluh tujuh, tiga hari menjelang hari keempatpuluh bertahannuts, dirinya bermimpi dilantik dan diangkat menjadi rasul Allah disaksikan para sahabatnya. Katanya, “Aku Al-Masih Al-Maw’ud menjadi syahid Allah bagi kalian, orang-orang yang mengimaniku… Selanjutnya bagi kaum mukmin yang mengimaniku agar menjadi syahid tentang kerasulanku kepada seluruh umat manusia di bumi Allah ini, seperti halnya murid-murid Yesus, tatkalah Yesus berbicara kepada murid-muridnya maka murid-muridnya itu segera melaksanakan perintahnya.” (Ruhul Qudus yang turun kepada Al-Masih Al-Maw’ud, edisi I, Februari 2007, oleh Michael Muhdats, hal. 178) Selain itu, kelompok ini memiliki pemahaman tidak ada ketentuan untuk menunaikan shalat wajib lima waktu. Orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka dinyatakan sebagai orang-orang musyrik. Mereka menolak hadits-hadits shahih yang berasal dari Nabi Shallallaahu 'alaihi Wasallam dan mencukupkan diri hanya pada Al-Qur`an. Itupun dengan penafsiran (pada ayat-ayat Al-Qur`an tersebut) berdasar ra`yu (akal) mereka, terutama akal Al-Masih Al-Maw’ud. Tanpa kaidah-kaidah penafsiran yang baku sebagaimana dipahami para ulama dari kalangan salafush shalih. Mereka memiliki lafadz syahadatain tidak seperti yang diikrarkan dan diyakini kaum muslimin. Lafadznya berbunyi: “Aku bersaksi bahwa tiada yang hak untuk diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa anda Al-Masih Al-Maw’ud adalah utusan Allah.” (idem, hal. 191) Bila seseorang melakukan ibadah tanpa mengikuti rasul setelah Muhammad, yaitu Al-Masih Al-Maw’ud, maka tidak akan diterima ibadahnya. (idem, hal. 175) Bagi mereka, Islam yang sekarang ini sudah tidak sempurna. Mereka berkeyakinan bahwa ajaran yang dibawa Moses, Yesus, dan Ahmad adalah sama karena memiliki sumber ajaran yang sama pula (dari Allah). Bahkan kata mereka, di dalam ajaran Islam ada konsep trinitas sebagaimana dalam ajaran Kristen. Mereka tidak segan-segan untuk menyatakan: “Sebetulnya ajaran Yesus sama dengan ajaran Islam.” Para anggota kelompoknya pun diberi atribut nama yang berbau Kristen, seperti asal namanya Muhammad, lalu ditambahi dengan nama Kristen menjadi Muhammad Joseph. Fatwa mui al qiyadah-al-islamiyah / GAFATAR from Happy Islam Dalam sejarah perkembangan Islam, adanya orang yang mengaku dirinya sebagai utusan Allah atau nabi, tidak satu atau dua kali saja. Tidak pula terjadi pada masa kini saja. Semenjak para sahabat Nabi  .masih hidup, orang yang mengaku sebagai nabi juga ada. Sebut misalnya, Al-Aswad Al-‘Ansi di Yaman dan Musailamah Al-Kadzdzab di Yamamah. Sudah sepantasnya bila Ibnu Katsir dalam Tasfir-nya menegaskan bahwa  siapapun yang mengaku sebagai seorang nabi yang diutus Allah kepada umat ini, layak baginya untuk disebut pendusta. Kata Ibnu Katsir, “Allah tabaraka wa ta’ala sungguh telah mengabarkan dalam Kitab-Nya dan Rasul-Nya  dalam As-Sunnah Al-Mutawatirah tentangnya, (bahwa) ‘Sesungguhnya tidak ada nabi setelah Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam’. Sungguh kalian telah mengetahui pula, bahwa setiap yang mengaku berkedudukan (sebagai nabi) ini setelah Muhammad, maka dia itu pendusta, pembohong, dajjal, sesat menyesatkan.” (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, Ibnu Katsir, 3/599) Saat memberi tafsir terhadap ayat: “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40) Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengungkapkan bahwa khatamun nabiyyin (penutup para nabi) adalah yang menutup nubuwah (kenabian). Maka telah ditentukan tabiat atas kenabian bahwa tidak dibuka bagi seorang pun (menjadi seorang nabi, pen.) setelah kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam hingga hari kiamat. (Tafsir Ath-Thabari, 19/121) Sedangkan menurut Ibnul ‘Arabi dalam Ahkamul Qur`an (3/473) dan Al-Imam Asy-Syaukani rahimahumullah dalam Fathul Qadir (4/376), bahwa khatamun nabiyyin adalah akhir mereka (para nabi, pen.). Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin t, saat menjelaskan perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t tentang i’tiqad Ahlus Sunnah wal Jamaah yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kebangkitan setelah kematian dan qadar-Nya yang baik dan yang buruk, menyatakan bahwa akhir mereka (para rasul, pen) adalah Muhammad n, berdasarkan firman Allah : “Dan akan tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi.” (Al-Ahzab: 40) tidak dikatakan ‘wa khatama al-mursalin’ (penutup para rasul, pen.) karena sesungguhnya apabila (disebutkan, pen.) ‘khatama an-nubuwah’ (penutup kenabian) tentu ‘khatama ar-risalah’ (penutup kerasulan) lebih utama. Jika dipermasalahkan, bagaimana dengan Isa q yang akan turun di akhir zaman, bukankah dia seorang rasul? Maka jawabnya, Isa q tidak akan turun membawa syariat baru. Dia akan berhukum dengan syariat Nabi n. (Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, hal. 42-43) Juga disebutkan oleh Ibnu Katsir bahwa firman Allah : “Tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Ahzab: 40) dan firman-Nya: “Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (Al-An’am: 124) Ini merupakan ayat yang menjadi nash bahwa sesungguhnya tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad n. Jika tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad n, maka tidak ada lagi rasul setelah beliau n merupakan sesuatu hal yang lebih utama dan pantas. Sebab, kedudukan kerasulan (ar-risalah) lebih khusus daripada kedudukan kenabian (an-nubuwwah). Maka setiap rasul adalah nabi, namun tidak setiap nabi adalah rasul. Diriwayatkan dari Al-Imam Ahmad dari Ubai bin Ka’b z, dari Nabi n, beliau bersabda: مَثَلِي فِي النَّبِيِّيْنَ كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى دَارًا فَأَحْسَنَهَا وَأَكْمَلَهَا وَتَرَكَ فِيْهَا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ لَمْ يَضَعْهَا فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِالْبُنْيَانِ وَيَعْجِوُنَ مِنْهُ وَيَقُولُونَ: لَوْ تَمَّ مَوْضِعَ هَذِهِ اللَّبِنَةِ! فَأَنَا فِي النَّبِيِّيْنَ مَوْضِعُ تِلْكَ اللَّبِنَةِ “Perumpamaan aku di kalangan para nabi seperti seorang yang membangun rumah. Maka dia membaguskan dan menyempurnakan semaksimal mungkin. (Namun) ternyata ada satu batu bata yang tertinggal, belum terpasang pada bangunan tersebut. Maka orang-orang pun mengelilingi bangunan tersebut dan merasakan keheranan melihat hal itu. Mereka berucap, ‘Andai satu batu bata itu terpasang, sempurnalah (bangunan itu).’ Maka akulah, di kalangan para nabi, yang menjadi sebuah batu bata yang dipasangkan tersebut.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani) [Lihat Mukhtashar Tafsir Al-Qur`anul ‘Azhim Al-Musamma ‘Umdatut Tafsir ‘an Al-Hafizh Ibnu Katsir, Ahmad Muhammad Syakir t, hal. 55) Sesungguhnya Allah tabaraka wa ta’ala telah memilih Muhammad n dengan nubuwah-Nya, bahkan secara khusus dengan risalah-Nya. Maka Allah l menurunkan Al-Qur`an kepadanya dan memerintahkannya agar menjelaskan isi Al-Qur`an itu kepada segenap manusia. Allah  berfirman: “…Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” (An-Nahl: 44) Karena itu, untuk memahami Al-Qur`an sangat diperlukan sekali Sunnah Rasulullah n. Melalui beliau n, pesan-pesan Al-Qur`an bisa ditangkap secara tepat arah dan maksudnya. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albanimemberikan ilustrasi contoh yang cemerlang sekali tentang betapa urgennya kedudukan As-Sunnah dalam memahami ayat-ayat Al-Qur`an. Beliau  memberikan contoh sebagai berikut: Firman Allah : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Ma`idah: 38) Maka, terkait perihal pencuri masih bersifat mutlak. Demikian halnya dengan kata tangan. Dalam hal ini, As-Sunnah al-qauliyyah (berupa ucapan) menjelaskan tentang ketentuan (kaidah) nilai barang yang dicuri sehingga menjadikan pelakunya dipotong tangan. Berdasarkan As-Sunnah, pencurian senilai seperempat dinar atau lebih terkena hukum potong tangan, berdasarkan hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: لَا قَطْعَ إِلاَّ فِي رُبُعِ دِيْنَارٍ فَصَاعِدًا “Tidak ada pemotongan (tangan) kecuali (atas kasus pencurian) seperempat dinar atau lebih.” (Muttafaqun alalih) As-Sunnah menjelaskan pula melalui perbuatan Nabi n dan para sahabat serta melalui taqrir (persetujuan) beliau n, bahwa pemotongan tangan seorang pencuri adalah pada pergelangan tangan. Demikian pula firman Allah : “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu.” (Al-Ma`idah: 6) Yang dimaksud tangan di sini adalah telapak tangan, sebagaimana sabda Nabi : التَّيَمُّمُ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ “Tayammum itu sekali tepukan ke wajah dan dua telapak tangan.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan selainnya dari hadits ‘Ammar bin Yasir c) Contoh lain adalah firman Allah l: “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82) Pada saat itu, para sahabat Nabi n memahami ayat tersebut dengan kedzaliman yang bersifat umum, yang meliputi semua jenis kedzaliman, meski hanya kecil saja. Akibatnya mereka mempertanyakan ayat ini kepada Rasulullah n. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa di antara kami yang tidak mencampuradukkan imannya dengan kedzaliman?” Nabi n pun menjawab, “Bukan seperti itu. Sesungguhnya yang dimaksud ayat itu adalah syirik. Tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman: “Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13) [HR. Al-Bukhari dan Muslim serta selainnya] Dari apa yang telah dijelaskan di depan, maka betapa teramat sangat pentingnya As-Sunnah dalam syariat Islam. Dengan memerhatikan contoh-contoh di muka, dan banyak lagi contoh perkara yang tidak bisa disebutkan di sini, sampailah pada keyakinan bahwa tidak ada jalan ke pemahaman Al-Qur`an yang benar-benar shahih kecuali dengan menyertakan As-Sunnah. (Manzilatu As-Sunnah fil Islam wa Bayanu Annahu La Yustaghna ‘anha bil Qur`an, Muhammad Nashiruddin Al-Albani t, hal. 7-9) Al-Hafizh Ibnu Katsir t dalam mukadimah Tafsir-nya menyatakan tentang kaidah menafsirkan Al-Qur`an. Kata beliau: Menafsirkan Al-Qur`an dengan Al-Qur`an. Metodologi ini merupakan yang paling shahih (valid). Menafsirkan Al-Qur`an dengan As-Sunnah. Karena As-Sunnah merupakan pensyarah dan menjelaskan Al-Qur`an. Menafsirkan Al-Qur`an dengan perkataan para sahabat. Menurut Ibnu Katsir t, bila tidak didapati tafsir dari Al-Qur`an dan As-Sunnah, kami merujuk kepada pernyataan para sahabat. Karena mereka adalah orang-orang yang lebih mengetahui sekaligus sebagai saksi dari berbagai fenomena dan situasi yang terjadi. Bila tidak didapati cara menafsirkan dengan ketiga metode di atas, maka menafsirkan Al-Qur`an dengan pemahaman yang dimiliki para tabi’in (murid-murid para sahabat). Sufyan Ats-Tsauri t berkata, “Jika tafsir itu datang dari Mujahid, maka jadikanlah sebagai pegangan.” Mujahid t adalah seorang tabi’in. Fenomena memberikan interpretasi terhadap ayat-ayat Allah tanpa mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku sebagaimana dipahami salafush shalih, kini nampak mulai marak. Ini sebagaimana diungkap Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani t: “Didapati pada sebagian penafsir dan penulis dewasa ini yang membolehkan makan daging binatang buas atau memakai emas dan sutera (bagi laki-laki) dengan semata bersandar kepada Al-Qur`an. Bahkan dewasa ini didapati sekelompok orang yang hanya mencukupkan dengan Al-Qur`an saja (Al-Qur`aniyyun). Mereka menafsirkan Al-Qur`an dengan hawa nafsu dan akal mereka, tanpa dibantu dengan As-Sunnah yang shahih.” (Manzilatu As-Sunnah fil Islam, hal. 11) Ibnu ‘Abbas  telah memberi peringatan: “Barangsiapa yang berbicara tentang Al-Qur`an dengan ra`yu (akal) nya, maka siapkanlah tempat duduknya di neraka.” (I’lamul Muwaqqi’in ‘an Rabbil ‘Alamin, Ibnul Qayyim t, hal. 54) Wallahu a’lam.bit.ly/1Rj8wqt MODUS PENYEBARAN AJARAN AL-QIYADAH AL-ISLAMIYAH ❶ Para da’inya biasanya membawa Al-Qur`an ke mana-mana. Mereka memulai diskusi dengan membahas bencana yang terjadi. Juga membuka ayat-ayat Al-Qur`an tentang adzab dan musibah. ❷ Mereka mendatangi target ke rumah, tempat kos, kampus maupun kontrakan. Kemudian mereka mengajak berdiskusi tentang masalah agama dan Al-Qur`an. Jika target tertarik, maka akan diajak ikut pengajian mereka. ❸ Biasanya mereka menyatakan diri bahwa mereka bukan organisasi, bukan aliran, bukan firqah, dan bukan pula teroris. Mereka hanya Islam. ❹ Jika dengan cara mengajak diskusi agama tidak berhasil, mereka akan mengajak diskusi masalah ilmu dunia, seperti pelajaran sekolah, kuliah, atau seputar teknologi. Wallahu a’lam. Sumber: http://asysyariah.com/rasul-baru-tersebut-al-masih-al-mawud-menyingkap-kesesatan-al-qiyadah-al-islamiyah/ )* Wajah baru Al-Qiyadah Al-Islamiyyah adalah GAFATAR (Gerakan Fajar Nusantara) ••••••• #gafatar #alqiyadah #qiyadah_islamiyyah #fajar_nusantara #ahmad_mushaddeq ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ مجموعـــــة توزيع الفـــــــوائد JOIN bit.ly/ForumBerbagiFaidah [FBF] www.alfawaaid.net
9 tahun yang lalu
baca 11 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum orang yang menyatakan tidak boleh mengkafirkan yahudi dan nasrani

Hukum Orang yang Menyatakan Tidak Boleh Mengkafirkan Yahudi dan Nasrani Yahudi dan Nasrani Kafir Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang seorang pemberi nasihat di salah satu masjid di Eropa. Dia menyatakan bahwasanya Yahudi dan Nasrani tidak boleh tidak boleh dikafirkan. Jawaban Syaikh Ibnu Utsaimin: Ucapan seperti ini telontar dari seorang yang sesat atau kafir, karena Yahudi dan Nasrani telah dikafirkan oleh Allah Subhanahu wata’ala di dalam kitab-Nya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman, وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ۖ ذَٰلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ ۖ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن قَبْلُ ۚ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ ۚ أَنَّىٰ يُؤْفَكُونَ () اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ لَّا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۚ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu putra Allah.” Dan orang-orang Nasrani berkata, “Al-Masih itu putra Allah.” Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka, bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putra Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah sesembahan yang satu, tidak ada yang berhak disembah selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (at-Taubah: 30—31) Ayat ini menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang musyrik. Dalam ayat lain, dengan tegas Allah Subhanahu wata’ala menerangkan kekafiran mereka, لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah ialah al-Masih putra Maryam.” (al-Maidah: 72) لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ ثَالِثُ ثَلَاثَةٍ Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan, “Allah salah seorang dari yang tiga.” (al-Maidah: 73) لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُوا يَعْتَدُونَ “Telah dilaknati orang-orang kafir dari bani Israil melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (al-Maidah: 78) إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ أُولَٰئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ “Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (al-Bayinah: 6) Ayat-ayat dalam masalah ini sangatlah banyak. Demikian juga dengan hadits. Barang siapa mengingkari kekafiran Yahudi dan Nasrani, berarti tidak beriman kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam dan mendustakan beliau, di samping mendustakan Allah Subhanahu wata’ala. Mendustakan Allah Subhanahu wata’ala adalah kekufuran. Jadi, barang siapa ragu tentang kekafiran Yahudi dan Nasrani, tidak diragukan lagi kekafirannya….  .(Fatawa Aqidah) - dari Majalah Asy Syari'ah Channel Telegram Salafy Cirebon
9 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

membongkar kedok jamaah tabligh

Membongkar Kedok Jamaah Tabligh Kelompok tabligh atau yang lebih dikenal sebagai Jamaah Tabligh mungkin sudah sangat akrab di telinga masyarakat. Lahiriahnya, kelompok ini getol mendakwahkan keutamaan amalan-amalan tertentu dan mengajak kaum muslimin untuk senantiasa memakmurkan masjid. Namun, di balik itu mereka memiliki banyak penyimpangan yang membahayakan akidah. Jamaah Tabligh tentu bukan nama yang asing lagi bagi masyarakat kita. Lebih-lebih bagi mereka yang menggeluti dunia dakwah. Dengan menghindari ilmu-ilmu fikih dan akidah yang sering dituding sebagai ‘biang pemecah belah umat’, membuat dakwah mereka sangat populer dan mudah diterima masyarakat berbagai lapisan. Bahkan, saking populernya, apabila ada seseorang yang berpenampilan mirip mereka atau kebetulan mempunyai ciri-ciri yang sama dengan mereka, biasanya akan ditanya, “Mas, Jamaah Tabligh, ya?” atau “Mas, karkun, ya?” Yang tragis, jika ada yang berpenampilan serupa meski bukan dari kalangan mereka, kemudian langsung dihukumi sebagai Jamaah Tabligh. bagaimanakah hakikat jamaah yang berkiblat ke India ini? Kajian kali ini adalah jawabannya. Pendiri Jamaah Tabligh Jamaah Tabligh didirikan oleh seorang Sufi dari tarekat Jisytiyah yang berakidah Maturidiyah [1] dan bermazhab fikih Hanafi. Ia bernama Muhammad Ilyas bin Muhammad Isma’il al-Hanafi ad-Diyubandi al-Jisyti al-Kandahlawi kemudian ad-Dihlawi. Al-Kandahlawi adalah nisbat kepada Kandahlah, sebuah desa yang terletak di daerah Sahranfur. Adapun ad-Dihlawi adalah nisbat kepada Dihli (New Delhi, -red.), ibukota India. Di tempat dan negara inilah, markas gerakan Jamaah Tabligh berada. Adapun ad-Diyubandi adalah nisbat kepada Diyuband, yaitu madrasah terbesar bagi penganut mazhab Hanafi di Semenanjung India. Sementara itu, al-Jisyti adalah nisbat kepada tarekat al-Jisytiyah, yang didirikan oleh Mu’inuddin al-Jisyti. Muhammad Ilyas dilahirkan pada tahun 1303 H dengan nama asli Akhtar Ilyas. Ia meninggal pada 11 Rajab 1363 H. (Bis Bri Musliman, hlm. 583, Sawanih Muhammad Yusuf, hlm. 144—146, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu An Tushahhah, hlm. 2) Latar Belakang Berdirinya Jamaah Tabligh Asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad ad-Dihlawi mengatakan, ”Ketika Muhammad Ilyas melihat mayoritas orang Meiwat (suku-suku yang tinggal di dekat Delhi, India) jauh dari ajaran Islam, berbaur dengan orang-orang Majusi para penyembah berhala Hindu, bahkan memakai nama-nama mereka, dan tidak ada lagi keislaman yang tersisa selain hanya nama dan keturunan, serta kebodohan yang kian merata, tergeraklah hati Muhammad Ilyas. Pergilah ia kepada syaikhnya dan syaikh tarekatnya, seperti Rasyid Ahmad al-Kanhuhi dan Asyraf Ali at-Tahanawi untuk membicarakan masalah ini. Ia pun akhirnya mendirikan gerakan tabligh di India atas perintah dan arahan dari para syaikhnya tersebut.” (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyah Haulal Jama’ah at-Tablighiyah, hlm. 7—8, dinukil dari kitab Jama’atut Tabligh Aqa’iduha wa Ta’rifuha, karya Sayid Thaliburrahman, hlm. 19) Adalah hal yang ma’ruf di kalangan tablighiyin (para pengikut jamaah tabligh, -red.) bahwa Muhammad Ilyas mendapatkan tugas dakwah tabligh ini setelah kepergiannya ke makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 3) Markas Jamaah Tabligh Markas besar mereka berada di Delhi, tepatnya di daerah Nizhamuddin. Markas kedua berada di Raywind, sebuah desa di kota Lahore (Pakistan). Markas ketiga berada di kota Dhaka (Banglades). Yang menarik, pada markas-markas mereka yang berada di daratan India itu, terdapat hizib (rajah) yang berisikan surat al-Falaq dan an-Nas, nama Allah subhanahu wa ta’ala yang agung, dan nomor 2-4-6-8 berulang 16 kali dalam bentuk segi empat, yang dikelilingi beberapa kode yang tidak dimengerti.[2] ( Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 14) Yang lebih mengenaskan, masjid mereka di kota Delhi yang menjadi markas mereka, di belakangnya terdapat empat buah kuburan. Ini menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani yang mereka menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid, bahkan mengabarkan bahwa mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. (al-Qaulul Baligh fit Tahdziri min Jama’atit Tabligh, karya asy-Syaikh Hamud at-Tuwaijiri, hlm. 12)  .Asas dan Landasan Jamaah Tabligh Jamaah Tabligh mempunyai suatu asas dan landasan yang sangat teguh mereka pegang, bahkan cenderung berlebihan. Asas dan landasan ini mereka sebut dengan al-ushulus sittah (enam landasan pokok) atau ash-shifatus sittah (sifat yang enam), dengan rincian sebagai berikut. Sifat Pertama: Merealisasikan Kalimat Thayibah Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah Kritik: Mereka menafsirkan makna Laa Ilaha Illallah dengan “mengeluarkan keyakinan yang rusak tentang sesuatu dari hati kita dan memasukkan keyakinan yang benar tentang Dzat Allah, bahwa Dialah Sang Pencipta, Maha Pemberi Rezeki, Maha Mendatangkan mudarat dan manfaat, Maha Memuliakan dan Menghinakan, Maha Menghidupkan dan Mematikan”. Kebanyakan pembicaraan mereka tentang tauhid hanya berkisar pada tauhid rububiyah ini. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 4) Padahal makna Laa Ilaha Illallah sebagaimana diterangkan para ulama adalah “Tiada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan Allah.” (Fathul Majid, karya asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan alusy Syaikh, hlm. 52—55) Adapun makna merealisasikannya adalah merealisasikan tiga jenis tauhid; uluhiyah, rububiyah, dan asma wash shifat (al-Quthbiyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, karya Abu Ibrahim Ibnu Sulthan al-‘Adnani, hlm. 10). Asy-Syaikh Abdurrahman bin Hasan juga menyatakan, “Merealisasikan tauhid artinya membersihkan dan memurnikan tauhid (dengan tiga jenisnya, –pen.) dari kesyirikan, bid’ah, dan kemaksiatan.” (Fathul Majid, hlm. 75) Oleh karena itu, asy-Syaikh Saifurrahman bin Ahmad ad-Dihlawi mengatakan bahwa di antara ciri khas Jamaah Tabligh dan para pemukanya adalah apa yang sering dikenal dari mereka bahwa mereka adalah orang-orang yang mengikrarkan tauhid. Namun, tauhid mereka tidak lebih dari tauhid kaum musyrikin Quraisy Makkah, yaitu hanya berkisar pada tauhid rububiyah saja, serta kental dengan warna-warna tasawuf dan filsafat. Adapun tauhid uluhiyah dan ibadah, mereka sangat kosong dari itu. Bahkan, dalam hal ini, mereka termasuk golongan orang-orang musyrik. Untuk tauhid asma wash shifat, mereka berada dalam lingkaran Asya’irah dan Maturidiyah, kepada Maturidiyah mereka lebih dekat. (Nazhrah ‘Abirah I’tibariyah Haulal Jama’ah at-Tablighiyah, hlm. 46) Sifat Kedua: Shalat dengan Penuh Kekhusyukan dan Rendah Diri Kritik: Asy-Syaikh Hasan Janahi berkata, “Demikianlah perhatian mereka pada shalat dan kekhusyukannya. Akan tetapi, di sisi lain mereka sangat buta tentang rukun-rukun shalat, kewajibankewajibannya, sunnah-sunnahnya, hukum sujud sahwi, dan perkara fikih lainnya yang berhubungan dengan shalat dan thaharah (bersuci). Tablighi (pengikut Jamaah Tabligh, –red.) tidak mengetahui hal-hal tersebut kecuali hanya segelintir orang dari mereka.” (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an-Tushahhah, hlm. 5—6) Sifat ketiga: Keilmuan yang Ditopang dengan Zikir[3] Kritik: Mereka membagi ilmu menjadi dua bagian: ilmu masail dan ilmu fadhail. Ilmu masail, menurut mereka, adalah ilmu yang dipelajari di negeri masing-masing. Adapun ilmu fadhail adalah ilmu yang dipelajari pada ritual khuruj (lihat penjelasan sifat keenam, -red.) dan majelis-majelis tabligh. Jadi, yang mereka maksudkan dengan ilmu adalah sebagian dari fadhail amal (amalan-amalan utama, pen.) dan dasar-dasar pedoman Jamaah (secara umum), seperti sifat yang enam dan sejenisnya. Hampir-hampir tidak ada lagi selain itu. Orang-orang yang bergaul dengan mereka tidak bisa memungkiri keengganan mereka untuk menimba ilmu agama dari para ulama, dan minimnya mereka dari buku-buku pengetahuan agama Islam. Bahkan, mereka berusaha menghalangi orang-orang yang mencintai ilmu dan menjauhkan mereka dari buku-buku agama serta para ulamanya. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 6 dengan ringkas) Sifat Keempat: Menghormati Setiap Muslim Kritik: Sesungguhnya Jamaah Tabligh tidak mempunyai batasan-batasan tertentu dalam merealisasikan sifat keempat ini, khususnya dalam masalah al-wala (kecintaan) dan al-bara (kebencian). Demikian pula perilaku mereka yang bertentangan dengan kandungan sifat keempat ini. Mereka memusuhi orang-orang yang menasihati mereka atau yang berpisah dari mereka karena beda pemahaman, walaupun orang tersebut ‘alim rabbani (ulama yang lurus di atas kebenaran). Memang, hal ini tidak terjadi pada semua tablighiyin, tetapi inilah yang disorot oleh kebanyakan orang tentang mereka. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 8) Sifat Kelima: Memperbaiki Niat Kritik: Tidak diragukan lagi bahwa memperbaiki niat termasuk pokok agama dan keikhlasan adalah porosnya. Akan tetapi, semua itu membutuhkan ilmu. Karena Jamaah Tabligh adalah orang-orang yang minim ilmu agamanya, maka banyak pula kesalahan mereka dalam merealisasikan sifat kelima ini. Oleh karena itu, engkau dapati mereka biasa shalat di masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 9) Sifat Keenam: Dakwah dan Khuruj di Jalan Allah subhanahu wa ta’ala Kritik: Cara merealisasikannya adalah dengan menempuh khuruj (keluar untuk berdakwah, –pen.) bersama Jamaah Tabligh, empat bulan untuk seumur hidup, 40 hari pada tiap tahun, tiga hari setiap bulan, atau dua kali berkeliling pada tiap minggu. Yang pertama dengan menetap pada suatu daerah dan yang kedua dengan cara berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah yang lain. Hadir pada dua majelis ta’lim setiap hari, majelis ta’lim pertama diadakan di masjid sedangkan yang kedua diadakan di rumah. Meluangkan waktu 2,5 jam setiap hari untuk menjenguk orang sakit, mengunjungi para sesepuh dan bersilaturahmi, membaca satu juz al-Qur’an setiap hari, memelihara zikir-zikir pagi dan sore, membantu para jamaah yang khuruj, dan i’tikaf pada setiap malam Jum’at di markas. Sebelum melakukan khuruj, mereka selalu diberi hadiah berupa konsep berdakwah (ala mereka, –pen.) yang disampaikan oleh salah seorang anggota jamaah yang berpengalaman dalam hal khuruj. (Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 9) Asy-Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Khuruj di jalan Allah subhanahu wa ta’ala adalah khuruj untuk berperang. Adapun apa yang sekarang mereka (Jamaah Tabligh, –pen.) sebut dengan khuruj, maka ini adalah bid’ah. Belum pernah ada (contoh) dari salaf tentang keluarnya seseorang untuk berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala yang harus dibatasi dengan jumlah hari-hari tertentu. Bahkan, hendaknya seseorang berdakwah sesuai dengan kemampuan tanpa dibatasi dengan jamaah tertentu, dibatasi empat puluh hari, kurang atau lebih.” (Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hlm. 7) Asy-Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi berkata, “Khuruj mereka ini bukan di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi berdakwah kepada (pemahaman) Muhammad Ilyas, syaikh mereka yang ada di Banglades.” (Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, hlm. 6)  Akidah Jamaah Tabligh dan Para Tokohnya Jamaah Tabligh dan para tokohnya adalah orang-orang yang memiliki banyak kerancuan dalam hal akidah[4]. Demikian pula kitab referensi utama mereka, Tablighi Nishab atau Fadhail A’mal karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, adalah kitab yang penuh dengan kesyirikan, bid’ah, dan khurafat. Di antara sekian banyak kesesatan mereka dalam masalah akidah adalah[5]: Keyakinan tentang wihdatul wujud (bahwa Allah subhanahu wa ta’ala menyatu dengan alam ini). (kitab Tablighi Nishab, 2/407, bab “Fadhail Shadaqat”, cet. Idarah Nasyriyat Islam Urdu Bazar, Lahore) Sikap berlebihan terhadap orang-orang saleh dan keyakinan bahwa mereka mengetahui ilmu gaib. (Fadhail A’mal, bab “Fadhail Zikir”, hlm. 468—469, dan hlm. 540—541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore) Tawasul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (setelah beliau wafat) dan kepada selain beliau, serta berlebihan dalam hal ini. (Fadhail A’mal, bab “Shalat”, hlm. 345, dan bab “Fadhail Zikir”, hlm. 481—482, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore) Keyakinan bahwa para syaikh Sufi dapat menganugerahkan berkah dan ilmu laduni. ( Fadhail A’mal, bab “Fadhail Qur’an”, hlm. 202—203, Kutub Khanat Faidhi, Lahore) Keyakinan bahwa seseorang bisa mempunyai ilmu kasyaf, yakni bisa menyingkap segala sesuatu dari perkara gaib atau batin. (Fadhail A’mal, bab “Zikir”, hlm. 540—541, cet. Kutub Khanat Faidhi, Lahore) Hidayah dan keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti tarekat Rasyid Ahmad al-Kanhuhi (Shaqalatil Qulub, hlm. 190). Oleh karena itu, Muhammad Ilyas, sang pendiri Jamaah Tabligh, berbai’at kepada tarekat Jisytiyah pada 1314 H, bahkan terkadang ia bangun malam semata-mata untuk melihat wajah syaikhnya tersebut. (Kitab Sawanih Muhammad Yusuf, hlm. 143, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 2) Saling berbai’at terhadap pimpinan mereka di atas empat tarekat sufi: Jisytiyah, Naqsyabandiyah, Qadiriyah, dan Sahruwardiyah. (ad-Da’wah fi Jaziratil ‘Arab, karya asy-Syaikh Sa’d al-Hushain, hlm. 9—10, dinukil dari Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, 12) Keyakinan tentang keluarnya tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kubur beliau untuk berjabat tangan dengan asy-Syaikh Ahmad ar-Rifa’i. (Fadhail A’mal, bab “Fadhail ash-Shalati ‘alan Nabi”, hlm. 19, cet. Idarah Isya’at Diyanat Anarkli, Lahore) Kebenaran kaidah bahwa segala sesuatu yang menyebabkan permusuhan, perpecahan, atau perselisihan—walaupun hal itu benar—maka harus dibuang sejauh-jauhnya dari manhaj Jamaah. (al-Quthbiyah Hiyal Fitnah Fa’rifuha, hlm. 10) Keharusan untuk taklid. (Zikir wa I’tikaf Key Ahmiyat, karya Muhammad Zakariya al-Kandahlawi, hlm. 94, dinukil dari Jama’atut Tabligh ‘Aqaiduha wa Ta’rifuha, hlm. 70) Banyaknya cerita khurafat dan hadits-hadits lemah/palsu dalam kitab Fadhail A’mal Di antaranya adalah yang disebutkan oleh asy-Syaikh Hasan Janahi dalam kitabnya, Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 46—47 dan hlm. 50—52. Bahkan, cerita-cerita khurafat dan hadits-hadits palsu inilah yang mereka jadikan sebagai bahan utama untuk berdakwah. Wallahul musta’an. Fatwa Para Ulama tentang Jamaah Tabligh[6] Asy-Syaikh al-’Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Siapa saja yang berdakwah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala bisa disebut ‘mubaligh’, (artinya: Sampaikan apa yang datang dariku [Rasulullah], walaupun hanya satu ayat). Akan tetapi, Tabligh India yang dikenal dewasa ini mempunyai sekian banyak khurafat, bid’ah, dan kesyirikan. Oleh karena itu, tidak boleh khuruj bersama mereka selain seorang yang berilmu, yang keluar (khuruj) bersama mereka dalam rangka mengingkari (kebatilan mereka) dan mengajarkan ilmu kepada mereka. Adapun khuruj semata-mata ikut dengan mereka, maka tidak boleh.” Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali berkata[7], “Semoga Allah subhanahu wa ta’ala merahmati asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz (atas pengecualian beliau tentang bolehnya khuruj bersama Jamaah Tabligh untuk mengingkari kebatilan mereka dan mengajarkan ilmu kepada mereka, –pen.), karena jika mereka mau menerima nasihat dan bimbingan dari ahlul ilmi, tidak akan ada rasa keberatan untuk khuruj bersama mereka. Namun, kenyataannya mereka tidak mau menerima nasihat dan tidak mau rujuk dari kebatilan karena kuatnya fanatisme dan kuatnya mengikuti hawa nafsu. Jika mereka benar-benar menerima nasihat dari ulama, niscaya mereka telah meninggalkan manhaj yang batil itu dan akan menempuh jalan ahli tauhid dan Ahlus Sunnah. Nah, jika demikian permasalahannya, tidak boleh keluar (khuruj) bersama mereka sebagaimana manhaj as-salafush shalih yang berdiri di atas al-Qur’an dan as-Sunnah dalam hal tahdzir (peringatan) terhadap ahlul bid’ah dan peringatan untuk tidak bergaul serta duduk bersama mereka. Hal itu (tidak bolehnya khuruj bersama mereka secara mutlak, –pen.) karena (perbuatan tersebut) termasuk memperbanyak jumlah mereka dan membantu menyebarkan kesesatan. Ini adalah penipuan terhadap Islam dan kaum muslimin, serta bentuk partisipasi bersama mereka dalam hal dosa dan kekejian. Lebih-lebih lagi, mereka saling berbai’at di atas empat tarekat Sufi yang padanya terdapat keyakinan hulul, wihdatul wujud, kesyirikan, dan kebid’ahan.” Asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Ibrahim Alusy Syaikh[8] rahimahullah berkata, “Organisasi ini (Jamaah Tabligh, –pen.) tidak ada kebaikan padanya. Sungguh, ia adalah organisasi bid’ah dan sesat. Dengan membaca buku-buku mereka, benar-benar kami dapati kesesatan, bid’ah, ajakan kepada peribadatan terhadap kubur-kubur dan kesyirikan, sesuatu yang tidak bisa dibiarkan. Oleh karena itu—insya Allah— kami akan membantah dan membongkar kesesatan serta kebatilannya.” Asy-Syaikh al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Jamaah Tabligh tidaklah berdiri di atas manhaj al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta pemahaman as-salafus shalih.” Beliau juga berkata, “Dakwah Jamaah Tabligh adalah dakwah Sufi modern yang semata-mata berorientasi kepada akhlak. Adapun pembenahan terhadap akidah masyarakat, sedikit pun tidak mereka lakukan karena—menurut mereka—bisa menyebabkan perpecahan.” Beliau juga berkata, “Jamaah Tabligh tidak mempunyai prinsip keilmuan. Mereka adalah orang-orang yang selalu berubah-ubah dengan perubahan yang luar biasa, sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.” Asy-Syaikh al-’Allamah Abdurrazzaq ‘Afifi[9] rahimahullah berkata, “Kenyataannya, mereka adalah ahlul bid’ah yang menyimpang dan orang-orang tarekat Qadiriyah serta lainnya. Khuruj mereka bukanlah di jalan Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi di jalan Muhammad Ilyas. Mereka tidak berdakwah kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, tetapi kepada Muhammad Ilyas, syaikh mereka di Banglades.” Demikianlah selayang pandang tentang hakikat Jamaah Tabligh, semoga menjadi nasihat dan peringatan bagi pencari kebenaran. Wallahul muwaffiq wal hadi ila aqwamith thariq. Ditulis oleh Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc [1] Para pengikut Abu Manshur al-Maturidi yang menafikan (menolak) sebagian nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka membatasi sifat Allah subhanahu wa ta’ala hanya tiga belas. (ed) [2] Hal semacam ini sangat dilarang dalam agama menurut kesepakatan ulama. Memang, terdapat perbedaan pendapat jika tamimah atau ‘rajah’ tersebut dibuat hanya dari ayat al-Qur’an. Namun, yang kuat, hal ini tetap tidak diperbolehkan menurut banyak sahabat dan ulama yang setelah mereka. (- red.) [3] Di antara zikir mereka adalah mengucapkan kalimat syahadat secara terpisah. Laa ilaaha dibaca sekian kali secara tersendiri, setelah itu baru membaca illallah dengan jumlah yang sama. Ini jelas bertentangan dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak merealisasikan kandungan tauhid dalam kalimat tersebut. (-red.) [4] Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 17—24. [5] Untuk lebih rincinya, lihat kitab Jama’atut Tabligh Mafahim Yajibu an Tushahhah, hlm. 31—58. [6] Dinukil dari Aqwal ‘Ulama as-Sunnah fi Jama’atit Tabligh, asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, hlm. 2, 5, 6. [7] Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan As-Sunnah, Fakultas Hadits, Universitas Islam Madinah. [8] Beliau adalah Mufti Kerajaan Saudi Arabia sebelum asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah. [9] Beliau pernah menjadi anggota Haiah (Lembaga) Kibarul Ulama Saudi Arabia. Sumber : http://asysyariah.com/membongkar-kedok-jamaah-tabligh/
9 tahun yang lalu
baca 15 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

ksa : ikhwanul muslimin, isis, al-qaidah, jabhatun nushrah, syiah hutsy termasuk kelompok teroris

Kerajaan Arab Saudi Telah Mengumumkan IM (Ikhwanul Muslimin), ISIS, AL-QAIDAH, JABHATUN NUSHRAH SURIAH, SYIAH HUTSY RAFIDHI . YAMAN Termasuk Kelompok Teroris     (Membongkar Pengkhianatan Besar Halabiyun Rodjaiyun Firanda Dkk. Terhadap Pemerintah Saudi Arabia) #rodja #JasMerah (Jangan Sekali-kali Menipu Sejarah) #salafy anti teroris #halabi #PKS Kerajaan Arab Saudi mengumumkan pada hari Jum’at 7 Maret 2014 tentang haramnya bersikap loyal terhadap kelompok Al-Ikhwan Al-Muslimun, Jabhatun Nushrah (Nusra Front, Suriah –pent) dan kelompok Hutsy (Yaman –pent), dan menganggapnya sebagai organisasi-organisasi teroris. Televisi Saudi juga menyiarkan pernyataan Menteri Dalam Negeri yang menjelaskan perintah Raja untuk melarang untuk berfatwa atau menyokong atau mendukung atau menyumbang untuk kepentingan organisasi Al-Qaidah dan cabang-cabangnya, juga organisasi Negara Islam di Iraq dan Syam yang terkenal di media massa dengan nama ISIS (Islamic State of Iraq and Sham –pent). Berdasarkan penjelasan tersebut, Riyadh (pemerintah Arab Saudi –pent) menganggap bahwa loyalitas terhadap kelompok dan organisasi mana saja yang dianggap oleh negara sebagai organisasi-organisasi teroris, atau menyerupai organisasi-organisasi tersebut secara tindakan atau ucapan, sebagai kriminal atau kejahatan yang pelakunya akan mendapatkan hukuman atas perbuatannya baik di masa lalu maupun masa mendatang. Perintah Raja memberikan kesempatan bagi warga Arab Saudi yang terlibat pada tindakan-tindakan pembunuhan di luar Kerajaan selama 15 hari sejak tanggal dikeluarkannya penjelasan ini untuk kembali ke Kerajaan. Dan ketetapan tersebut berlaku bagi warga negara Arab Saudi dan bagi orang-orang yang tinggal di Kerajaan baik dia termasuk orang Arab atau orang Ajam (non Arab). Adapun redaksi Perintah Raja Arab Saudi sesuai yang keluar dari Kementerian Dalam Negeri adalah sebagai berikut: ﺑﺴﻢ الله ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ ﺍﻟﺤﻤﺪ لله ﻭﺍﻟﺼﻼ‌ﺓ ﻭﺍﻟﺴﻼ‌ﻡ ﻋﻠﻰ ﺃﺷﺮﻑ ﺍﻷ‌ﻧﺒﻴﺎﺀ ﻭﺍﻟﻤﺮﺳﻠﻴﻦ ﺳﻴﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ ﻭﻋﻠﻰ ﺁﻟﻪ ﻭﺻﺤﺒﻪ ﺃﺟﻤﻌﻴﻦ، ﺃﻣﺎ ﺑﻌﺪ: Berdasarkan perintah Raja yang mulia no. أ/44 tertanggal 3 Jumadal Ula 1435 yang menetapkan pada paragraph ke-4 untuk membentuk sebuah komisi yang terdiri dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Urusan Islam, Waqaf, Dakwah dan Bimbingan Islam, Kementerian Keadilan, Dewan Pengaduan Kezhaliman, serta Badan Investigasi dan Penuntutan Umum, yang tugasnya menyiapkan daftar –secara berkala– aliran-aliran dan kelompok-kelompok yang diisyaratkan pada paragraph ke-2 poin ke-1 dari perintah mulia tersebut, dan melaporkannya untuk menjadi pegangan. Maka Kementerian Dalam Negeri ingin menjelaskan bahwa komisi yang dimaksud telah berkumpul dan melakukan kajian mendalam terhadap daftar tersebut dan melaporkan kepada Raja Yang Mulia bahwa perintah tersebut mencakup semua warga negara Arab Saudi atau siapa saja yang tinggal di negara ini yang melakukan perkara-perkara berikut: 1. Seruan kepada pemikiran menyimpang dengan segala bentuknya, atau melemparkan keraguan terhadap prinsip-prinsip agama Islam yang merupakan dasar bagi negara ini. 2. Siapa saja yang melepaskan diri dari baiat yang ada di lehernya kepada pemerintah negara ini, atau berbaiat kepada kelompok, atau organisasi, atau aliran, atau perkumpulan, atau pribadi mana saja, baik yang ada di dalam maupun di luar negeri. 3. Terlibat, atau menyerukan, atau memprovokasi untuk berperang di medan-medan tempur di negara-negara lain, atau memfatwakan bolehnya hal-hal tersebut. 4. Siapa saja yang ikut mendukung organisasi, atau kelompok, atau aliran, atau perkumpulan, atau partai, atau menampakkan loyalitas atau simpati kepada kelompok-kelompok tersebut, atau menyebarkan pemikirannya, atau mendirikan perkumpulan yang berada di bawah naungan kelompok-kelompok tersebut, baik yang di dalam Kerajaan Arab Saudi atau di luarnya. Hal itu juga mencakup keterlibatan atau andil pada semua media, baik yang berupa audio, atau tulisan, atau visual, pada jejaring media-media sosial dengan segala bentuknya baik yang berupa audio, atau tulisan, atau visual serta pada situs-situs internet. Atau mensharing kontennya dalam bentuk apapun, atau menggunakan simbol-simbol dari kelompok-kelompok atau aliran-aliran tersebut, atau indikasi apa saja yang menunjukkan dukungan atau simpati terhadapnya. 5. Sumbangan atau bantuan baik yang dalam bentuk uang atau materi bagi organisasi-organisasi atau aliran-aliran atau kelompok-kelompok teroris atau radikal, atau melindungi siapa saja yang menjadi anggotanya, atau menyebarkan pemikirannya di dalam Kerajaan Arab Saudi atau di luarnya. 6. Hubungan atau komunikasi dengan kelompok-kelompok atau aliran-aliran atau personal yang memusuhi Kerajaan Arab Saudi. 7. Bersikap loyal kepada negara-negara asing, atau menjalin hubungan dengan mereka, atau berkomunikasi dengan mereka dengan tujuan melancarkan tindakan buruk yang bisa mengganggu persatuan dan ketenangan Kerajaan Arab Saudi dan rakyatnya. 8. Berusaha menggoncang bingkai persatuan masyarakat dan ikatan kebangsaan, atau menyerukan, atau ikut andil, atau menyebarkan, atau memprovokasi untuk melakukan pemogokan, atau demonstrasi, atau konsentrasi massa, atau petisi bersama dengan segala slogan dan bentuknya, atau semua hal yang bisa mengganggu persatuan dan ketenangan Kerajaan Arab Saudi dengan cara apa saja. 9. Menghadiri konferensi atau forum atau perkumpulan baik di dalam atau di luar negeri yang mengancam keamanan dan ketenangan serta mengobarkan fitnah atau kekacauan di tengah-tengah masyarakat. 10. Sengaja melancarkan tindakan yang buruk kepada negara-negara lain dan para pemimpin mereka. 11. Memprovokasi atau mengundang negara-negara asing atau lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional untuk melawan Kerajaan Arab Saudi. Kementerian Dalam Negeri mengisyaratkan bahwa Raja Yang Mulia telah menyetujui apa yang tercantum di dalam draf saran-saran ini dan telah keluar perintah Raja Yang Mulia dengan nomor 16820 tertanggal 5 Jumaadal Ula 1435 H untuk menjadikannya sebagai pedoman, dan agar memulai melaksanakan perintah ini terhitung mulai hari Ahad tanggal 8 Jumaadal Ula 1435 H yang bertepatan dengan tanggal 9 Maret 2014. Dan siapapun yang melanggar perintah tersebut dalam bentuk apapun sejak tanggal ditetapkannya ini, maka akan dilakukan penyelidikan secara penuh atas pelanggaran-pelanggarannya yang telah lalu dan yang akan datang berdasarkan penjelasan ini. Raja Yang Mulia juga telah memberikan bagi siapa saja yang terlibat pada tindakan-tindakan pembunuhan di luar Kerajaan Arab Saudi dalam bentuk apapun tenggang waktu tambahan selama 15 hari terhitung sejak keluarnya penjelasan ini, kesempatan untuk mempertimbangan diri dengan matang dan segera kembali ke negara mereka, teriring dengan memohon kepada Allah agar membuka hati mereka dan kembali ke jalan yang benar. Kementrian Dalam Negeri segera mengumunkan hal itu disertai lampiran daftar pertama bagi partai-partai atau kelompok-kelompok atau aliran-aliran yang tercantum dalam penjelasan ini, yaitu siapa     saja yang dimutlakkan dengan nama: Organisasi Al-Qaidah, Organisasi Al-Qaidah di Jazirah arab, Organisasi Al-Qaidah di Yaman, Organisasi Al-Qaidah di Iraq, ISIS, Nusra Front, Hizbullah di dalam Kerajaan Arab Saudia, kelompok Al-Ikhwan Al-Muslimun dan kelompok Al-Hutsy. Perlu diketahui bahwa hal itu mencakup semua organisasi yang menyerupai organisasi-organisasi ini dalam hal pemikiran atau ucapan atau tindakan, serta semua kelompok dan aliran yang ada dalam daftar Dewan Keamanan dan lembaga-lembaga internasional serta diketahui melakukan terorisme dan tindakan kekerasan. Kementerian Dalam Negeri akan melakukan update daftar ini secara rutin sesuai dengan arahan dari perintah Raja Yang Mulia dan mengingatkan semua pihak agar tunduk secara penuh terhadapnya, dan di saat yang bersamaan menegaskan bahwa tidak akan ada toleransi atau keringanan bagi siapa saja yang melakukan apa saja dari hal-hal yang telah diisyaratkan di atas. Kita memohon hidayah kepada Allah Azza wa Jalla bagi semua pihak sambil mengingatkan firman Allah Ta’ala: فَمَنْ تَابَ مِنْ بَعْدِ ظُلْمِه ِ وَأَصْلَحَ فَإِنَّ اللهَ يَتُوبُ عَلَيْهِ إِنَّ اللهَ غَفُورٌ رَحِيْمٌ. “Siapa saja yang bertaubat setelah kezhaliman yang dia lakukan dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah senantiasa akan menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah: 39) Demikian, dan hanya Allah saja yang memberikan taufik di awal dan akhir. url sumber: http://www.alriyadh.com:8080/916236 Sumber artikel:  http://tinyurl.com/q5e3erx Anti Terrorist Menyajikan Bukti & Fakta Yang Nyata http://tukpencarialhaq.com || http://telegram.me/tukpencarialhaq
9 tahun yang lalu
baca 7 menit