Adab & Akhlak

Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin
Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin

yatim

3 tahun yang lalu
baca 1 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

teduh dan sejuk dalam berdagang

Teduh dan Sejuk Dalam Berdagang Kadang saya merasa heran, sebab pernah jadi korban. Heran, seperti apa dasar berpikirnya? . Pendek. Sempit. Dan terlalu picik. Ini tentang trik menjual barang. Tertulis besar Rp 18.000 di warung buah. Saya pikir per kilogram nya. Rupanya ada tulisan lebih kecil di sudut bawah, " 1/2 kg ". Jelas kecewa! Penjual memang merasa tidak berbohong. Itu bukan dusta, katanya. Namun, apapun alasannya, tetap saja calon pembeli merasa ditipu. Sederhana saja ; kenapa tulisan "1/2 kg" itu tidak ditulis sama besar dengan "Rp 18.000"? Trik-trik "menipu" dalam dunia jual beli sangat beragam.  Ada yang menulis harga seakan murah. Setelah dihadapkan dengan barangnya, si penjual mengatakan, " Oh, yang harga 15.000 yang ini. Kalau yang itu, 25.000". Ada yang menawarkan berbagai fasilitas dan hadiah. Tapi, ada tanda bintang kecil dengan keterangan ; syarat dan ketentuan berlaku. Sifatnya promosinya bombastis! Wah dan mewah! Besar-besaran. Pasang iklan di sana-sini. Buat poster dengan banyak versi. Media sosial dikerahkan. Pasang status berulang tidak bosan. Adalagi yang keluar dana besar hanya untuk endorse dari figur yang banyak followernya. Seseorang yang popularitasnya tinggi diajak untuk ikut promosi. Pokoknya besar-besaran! Padahal semua itu akan percuma. Bisa dibilang sia-sia. Sebab, pelaku pasar sudah pintar. Zaman sekarang banyak orang punya kemampuan memilah-milih. Apalagi produknya memang jelek. Kualitasnya buruk. Lebih-lebih lagi pemilik usaha terlanjur dikenal tidak jujur. Sudah diketahui curang.  Maka, kalaupun sempat booming. Sempat viral. Hah, dalam hitungan waktu yang pendek, usaha itu akan tutup. Bangkrut. Ditinggal pembeli. Akhirnya dia akan gigit jari merenungi rugi. Itu fakta! Itu realita! Mengenai hal ini, kita diingatkan dengan sabda Nabi Muhammad  ﷺ ; فإنْ صَدَقا وبَيَّنا بُورِكَ لهما في بَيْعِهِما، وإنْ كَتَما وكَذَبا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِما " Jika keduanya (penjual dan pembeli) jujur dan sama saling terbuka, jual beli mereka pasti diberkahi. Sebaliknya, jika keduanya menutup-nutupi dan berbohong, barakah jual beli mereka pasti dicabut"  HR Bukhari 2079 Muslim 1532 dari sahabat Hakim bin Hizam. Kejujuran adalah modal penting, bahkan modal terbesar.  Seorang pelaku usaha yang jujur, akan survival. Ia akan bertahan. Walau ia tak jor-joran beriklan. Meskipun ia tak menguasai sistem online atau market shop.  Jangankan menguasai pasaran, berambisi untuk menumpuk laba pun tidak. Baginya yang penting adalah berkah walaupun kecil. Meskipun terpencil. Di dalam hadis lain, Nabi Muhammad ﷺ bersabda ;  إنَّ التُّجارَ هم الفُجَّارُ فقال رجلٌ يا رسولَ اللهِ أليس قد أحلَّ اللهُ البيعَ قال بلى ولكنهم يحدِّثون فيَكذِبون ويحلِفون فيأثَمون " Sungguh!  Para pedagang banyak yang berbuat curang" . Ada yang bertanya, " Bukankah Allah Ta'ala menghalalkan jual beli, wahai Rasulullah? " Nabi Muhammad ﷺ menjawab, " Benar! Namun, banyak pedagang berbicara tapi dusta, banyak sumpah namun berdosa" HR  Ahmad 3/428 dari sahabat Abdurrahman bin Syibl. Lihat As Sahihah karya al Albani (366) Persoalannya adalah pelaku pasar jika kecentok (dibuat kecewa), jangan salahkan dia jika tidak mau lagi kembali. Sebab, kecurangan adalah hal paling tabu dan paling dibenci pelaku pasar. Sekali tersemat curang, susah untuk dihilangkan.  Walau dibuat baliho besar-besar dan diberi keterangan, " Toko ini sudah berganti pemilik dan manajemen". Tetap saja trauma susah dihapuskan.  Maka, jangan sekali-kali curang dalam berdagang! Jujur dan terbuka saja. Lendah, 29 Jumadal Ula 1443 H/ 03 Januari 2021 t.me/anakmudadansalaf
3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kebiasaan jahiliah dalam pernikahan, awas jangan ditiru!

DI ANTARA KEBIASAAN JAHILIAH DALAM PERNIKAHAN Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata, . بعض القبائل لا يزوج نساءه إلا من قبيلته، حتى لو خطب إنسان من قبيلة أكرم من قبيلته وأشرف لمنعه؛ لأنه لا يريد أن يزوج من غير القبيلة، حتى وإن كانت المرأة تريد هذا الرجل الذي ليس من قبيلتها وترغب فيه، لأنه ذو خلق ودين، وقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه) وهذا الرجل يمنع هذه المرأة المخطوبة؛ لأن الخاطب ليس من القبيلة، وهذه عادة جاهلية، وعادة سيئة، وعادة أبطلها الشرع، حيث حدد من يقبل ومن لا يقبل بقوله: (إذا أتاكم من ترضون دينه وخلقه فأنكحوه؛ إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد كبير) . "Sebagian kabilah tidaklah menikahkan para wanitanya kecuali dengan kabilahnya walaupun telah datang ingin melamarnya seseorang dari kabilah yang lebih mulia dari kabilahnya, dia menghalanginya karena dia tidak ingin menikahkan dengan selain kabilahnya walaupun wanita itu ingin menikah dengan laki-laki tersebut yang bukan dari kabilahnya karena laki-laki itu baik akhlak dan agamanya. Sungguh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah besabda,  'Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridai agama dan akhlaknya untuk meminang putri kalian, maka nikahkanlah dia.' Dan orang ini, menghalangi  wanita yang dilamar ini karena yang melamarnya bukan dari kabilahnya. Ini merupakan kebiasaan jahiliah dan adat yang jelek serta adat yang telah dibatalkan syariat karena syariat telah membatasi orang yang seharusnya diterima dan ditolak pinangannya yaitu pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam,  Apabila datang kepada kalian orang yang kalian ridai agama dan akhlaknya untuk meminang putri kalian, maka nikahkanlah dia, jika tidak niscaya akan muncul kerusakan yang besar.'" ومن ذلك أن بعض الناس يتحكم في بنته كأنما هي سيارة، إن جاءت بالثمن الذي يرضاه زوجها وإلا منعها، حتى سمعنا بعض الناس يشترط شروطاً قاسية لا يستطيعها إلا القليل من الناس، يقول: أنا أزوجك بنتي على أن يكون مهر البنت خمسين ألفاً وللأم عشرة، وللأب عشرة، هذه سبعون ألف ريال... يحل لأحد أن يشترط لنفسه منه شيئاً، هذا الباب مسدود ممنوع، وفي منعه حكمة بالغة، لأنه لو رخص للولي أن يشترط لنفسه شيئاً ولأم الزوجة شيئاً لكانت الفريسة هي الزوجة؛ لأن الضرر عليها، فتصبح وكأنها سلعة تباع بالمزاد العلني، ولقد ثبت عن النبي صلى الله عليه وعلى آله وسلم أنه كلما كان المهر أيسر كان أعظم للبركة، وهذا هو عين الحكمة "Di antara kebiasaan jahiliah dalam pernikahan adalah sebagian manusia mengendalikan putrinya seperti mobil. Jika putrinya menetapkan mahar yang dia ridai, dia nikahkan putrinya, jika tidak,maka dia melarangnya. Bahkan, kami mendengar sebagian manusia mensyaratkan persyaratan yang kaku yang tidak akan dimampui kecuali oleh sebagian kecil dari manusia. Dia berkata, 'Aku nikahkan engkau dengan anakku namun, mahar anakku 50 ribu, ibunya dapat 10 dan ayahnya dapat 10 sehingga semuanya genap menjadi 70 ribu real.' Tidak halal bagi siapa pun mensyaratkan hal ini untuk dirinya, pintu ini tertutup lagi terlarang dan dalam pelarangan ini tentu ada hikmahnya yang besar.  Karena jika dibolehkan bagi wali untuk mensyaratkan bagi dirinya sesuatu dan bagi ibunya juga, tentu sang putri yang akan menjadi korban karena dialah yang akan menanggung mudaratnya setelah itu. Sehingga jadilah putrinya seakan-akan barang lelang yang dipajang sedangkan sungguh telah shahih berita dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa semakin mahar wanita itu mudah, maka semakin besar keberkahannya, inilah metode yang hikmah dalam menentukan mahar."  Sumber: Al-Liqā' asy-Syahrī, 20/5-7. Alih bahasa: Abu Fudhail Abdurrahman bin Umar. Telegram : https://t.me/alfudhail
3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hukum-hukum seputar masjid

SEPUTAR HUKUM MASJID Para pembaca yang semoga dirahmati Allah, pada kesempatan ini kami akan menuangkan pembahasan yang mudah-mudahan bermanfaat untuk kaum muslimin secara umum, yakni pembahasan ringkas berkaitan tentang hukum seputar masjid. Kami memohon pertolongan kepada Allah agar dapat menyelesaikan pembahasan ini dengan sebaik mungkin. . PENGERTIAN MASJID Pengertian secara bahasa dan istilah saling berdekatan maknanya, masjid secara bahasa adalah tempat yang digunakan untuk sujud dan beribadah kepada Allah. Di dalam kamus Lisanul Arab disebutkan pengertian masjid secara bahasa, والمسجد: الذي يسجد فيه، وفي الصحاح: واحد المساجد. وقال الزجاج: كل موضع يتعبد فيه فهو مسجد [مسجد]، ألا ترى أن النبي، صلى الله عليه وسلم، قال: جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا. Masjid adalah yang digunakan untuk sujud padanya. Di dalam kitab ash-Shihhāh disebutkan, masjid merupakan kata tunggal dari masājid. Dan az-Zujaj berkata,  "Setiap tempat yang digunakan untuk beribadah padanya, maka itulah masjid. Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Telah dijadikan bagiku bumi ini sebagai masjid dan suci.'" (Lisān al-'Arab, jilid 3, hlm. 243). Komite al-Lajnah ad-Dāimah menyebutkan pengertian masjid dari dua sisinya,  المسجد لغة موضع السجود، وشرعا كل ما أعد ليؤدي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة "Masjid secara bahasa adalah tempat sujud sedangkan secara istilah syariat adalah segala yang disiapkan untuk kaum muslimin menunaikan ibadah salat lima waktu secara berjamaah." (Fatāwā al-Lajnah, no. 1.319). BATASAN MASJID  Berkaitan tentang hal ini, sungguh dewan komite fatwa al-Lajnah ad-Dāimah telah menerangkan,  حدود المسجد الذي أعد ليصلي فيه المسلمون الصلوات الخمس جماعة هي ما أحاط به من بناء أو أخشاب أو جريد أو قصب أو نحو ذلك، وهذا هو الذي يعطي حكم المسجد  "Batasan masjid (secara syariat) adalah tempat yang disediakan untuk salat lima waktu secara berjamaah bagi kaum muslimin, yaitu yang tercakup pada bagian dari bangunan baik dari bangunan permanen, kayu, pelepah kurma, rotan, atau yang semisal itu. Inilah yang memberikan hukum masjid." (Fatāwā al-Lajnah, jilid 6, hlm. 223). HUKUM JUAL BELI DAN MENGUMUMKAN BARANG HILANG DI DALAM MASJID Berkaitan tentang hal ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menerangkan,  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  إذا رأيتم من يبيع أو يبتاع فى المسجد فقولوا: لا أربح الله تجارتك "Apabila kalian melihat orang yang melakukan jual beli di dalam masjid, maka doakanlah, 'Semoga Allah tidak memberikan keuntungan pada perniagaanmu.'" (HR. at-Tirmidzi dan disahihkan oleh syekh al-Albani di dalam al-Irwā', no. 1.295).  Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  مَن سَمِعَ رَجُلًا يَنْشُدُ ضالَّةً في المَسْجِدِ فَلْيَقُلْ لا رَدَّها اللَّهُ عَلَيْكَ فإنَّ المَساجِدَ لَمْ تُبْنَ لِهذا "Barang siapa yang mendengar seseorang mengumumkan barangnya yang hilang di dalam masjid, maka doakanlah, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.' Karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidaklah dibangun untuk ini." (HR. Muslim, no. 568).  Dari kedua hadis di atas diambil kesimpulan bahwa tidak boleh melakukan jual beli dan mengumumkan barang yang hilang di dalam masjid terlepas dari perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang makna larangan tersebut apakah haram atau makruh, maka seorang mukmin tatkala mendapati larangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, akan berusaha menjauhinya semaksimal mungkin. Di antara hikmah dari larangan ini adalah sebagaimana yang telah disebutkan oleh Ibnu Abdil Barr rahimahullah beliau berkata,  وقد ذكر الله تعالى المساجد بأنها بيوت أذن الله أن ترفع ويذكر فيها اسمه وأن يسبح له فيها بالغدو والآصال فلهذا بنيت فينبغي أن تنزه عن كل ما لم تبن له "Sungguh Allah Ta'ala telah menyebutkan bahwa masjid-masjid itu adalah rumah yang telah Allah izinkan untuk diagungkan dan disebut di dalamnya nama-Nya serta bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang. Untuk inilah masjid-masjid itu dibangun. Maka semestinya untuk dibersihkan dari segala yang tidak menjadi tujuan dibangunnya." (al-Istidzkār, jilid 2, hlm. 368). HUKUM MELAKUKAN JUAL BELI DAN MENGUMUMKAN BARANG HILANG DI DEPAN PINTU MASJID BAGIAN LUAR Komite al-Lajnah ad-Dāimah pernah ditanya tentang jual beli di depan pintu masjid bagian luar, maka jawabannya,   البيع عند باب المسجد خارجه جائز "Melakukan jual beli di pintu masjid bagian luarnya hukumnya boleh." (Fatāwā al-Lajnah, no. 1.5316). Demikian pula yang berkaitan dengan barang hilang, boleh seseorang berdiri di depan pintu masjid bagian luar, lalu mengumumkan hal itu. Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin berkata,  إنشاد الضالة يجيء رجل ويقول ضاع مني كذا مثل محفظة الدراهم فهذا حرام لا يجوز حتى وإن غلب على أمرك أنه سرق في المسجد لا تقل هذا كيف أتوصل إلى هذا اجلس عند باب المسجد خارج المسجد وقل جزاكم الله خيرا ضاع مني كذا  "Mengumumkan barang hilang (di masjid), contohnya, seseorang datang dan berkata, aku telah kehilangan dompet. Maka yang demikian ini haram hukumnya, tidak boleh walaupun berdasarkan perkiraan yang kuat bahwa ada seseorang yang disangka telah mencuri di masjid, jangan engkau katakan yang seperti ini. Lantas bagaimana aku bisa mengatasi hal ini? Jawabannya adalah duduklah engkau di sisi pintu masjid bagian luar, lalu katakanlah, 'Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan, aku telah kehilangan barang, demikian dan demikian.'" (Syarh Riyadh ash-Shālihīn, jilid 6, hlm. 444).  Bahkan dewan komite al-Lajnah ad-Dāimah memberikan solusi jika pengumuman tersebut berkaitan dengan hal yang bukan bagian dari agama,  ويمكن أن يلصق الإعلان خارج باب المسجد في مكان معين دائما ليعرفه الناس، وبهذا تدرأ المفسدة عن المسجد وتحصل المصلحة من الإعلان "Memungkinkan pengumuman tersebut ditempel di pintu masjid bagian luar di tempat tertentu. Hal itu dilakukan  terus menerus agar manusia mengetahuinya. Dan dengan ini tercegahlah kerusakan di masjid dan kemaslahatan yang diinginkan pun terwujud dari pengumuman tersebut." (Fatāwā al-Lajnah, no. 3.842).  Namun, apakah halaman atau teras masjid yang berada di pinggiran masjid dan terkadang digunakan untuk salat jika bagian dalam masjid penuh bukan bagian dari masjid padahal tempat ini masih masuk dalam lingkup pagar masjid? Jawabannya adalah sebaiknya tidak berjual beli dan tidak mengumumkan barang hilang karena tempat tersebut masih tercakup pada bagian dari bangunan masjid dan bersambung dengan masjid, maka tentu hukumnya, hukum masjid sebagaimana dalam penjelasan batasan masjid. Bisa jadi yang dimaksud penjelasan di depan pintu masjid bagian luar di atas adalah di depan pintu teras masjid wallahua'lam. Sebagaimana ditegaskan oleh As-Suyuthī rahimahullah beliau berkata,  وحريم المسجد، فحكمه حكم المسجد، ولا يجوز الجلوس فيه للبيع ولا للجنب، ويجوز الاقتداء فيه بمن في المسجد، والاعتكاف فيه. "Teras pinggiran masjid termasuk dalam hukum masjid. Tidak boleh berjual beli di sana dan tidak boleh bagi orang yang junub memasukinya (menurut pendapat sebagian ulama, -pen). Dan boleh mengikuti salat orang yang di dalam masjid (jika kondisi bagian dalam penuh) dan boleh beriktikaf di sana." (al-Asybāh wa an-Nadzāir, jilid 1/ 125).  Dari penjelasan di atas, menjadi jelas bagi kita  bahwa semestinya bagi setiap muslim, untuk tidak melakukan jual beli dan mengumumkan barang hilang di dalam atau di teras masjid. Jika ingin melakukannya, lakukanlah di luar pintu bagian depan masjid atau di tempat parkir yang tidak termasuk bagian dalam masjid. Wallahua'lam BOLEHKAH MENEMPEL PENGUMUMAN TENTANG KEBERANGKATAN HAJI DAN UMRAH MELALUI TRAVEL-TRAVEL TERTENTU?  Berkaitan tentang hal ini, syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menerangkan, لا يجوز أن تعلق الإعلانات للحج والعمرة داخل المسجد؛ لأن غالب الذين يأخذون هذه الرحلات يقصدون الكسب المالي فيكون هذا نوعا من التجارة، لكن بدلا من أن تكون في المسجد تكون عند باب المسجد من الخارج. "Tidak boleh meletakkan pengumuman-pengumuman tentang haji dan umrah di bagian dalam masjid karena secara umum, orang-orang yang mengurusi urusan keberangkatan-keberangkatan yang seperti ini, tujuan mereka untuk pekerjaan dalam mencari harta. Namun, solusinya sebaiknya di tempel di pintu masjid bagian luar." (Liqā' Bab al-Maftūh, 151/19). HUKUM MEMBICARAKAN URUSAN DUNIA DI MASJID Berkaitan tentang hal ini syekh Abdul Aziz ibnu Baz berkata,  التحدث في المساجد إذا كان في أمور الدنيا، والتحدث بين الإخوان والأصحاب في أمور دنياهم إذا كان قليلا لا حرج فيه إن شاء الله، أما إن كان كثيرا فيكره؛ لأنه يكره اتخاذ المساجد محل أحاديث الدنيا، فإنها بنيت لذكر الله وقراءة القرآن والصلوات الخمس وغير هذا من وجوه الخير؛ كالتنفل والاعتكاف وحلقات العلم، أما اتخاذها للسواليف في أمور الدنيا فيكره ذلك، "Berbincang-bincang di dalam masjid apabila berkaitan dengan perkara dunia dan berbincang-bincang di antara ikhwan dan sahabat dalam urusan-urusan dunia, jika sedikit, tidak mengapa insya Allah. Adapun jika banyak, maka hal itu dibenci karena menjadikan masjid-masjid sebagai tempat pembicaraan dunia merupakan perbuatan yang dibenci. Karena tujuan dibangunnya masjid adalah untuk berzikir kepada Allah, membaca al-Qur'an, salat lima waktu, dan selain ini dari perkara-perkara kebaikan seperti salat sunah, iktikaf dan halakah-halakah ilmu. Adapun menjadikan masjid sebagai tempat pembicaraan-pembicaran  dalam perkara-perkara dunia, maka hal itu dibenci." (Fatāwā Nūrun 'alā ad-Darb, 11/344-345). Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin menerangkan,  الكلام في المسجد ينقسم إلى قسمين: القسم الأول أن يكون فيه تشويش على المصلىن والقارئين والدارسين فهذا لا يجوز وليس لأحد أن يفعل ما يشوش على المصلىن والقارئين والدارسين. القسم الثاني أن لا يكون فيه تشويش على أحد فهذا إن كان في أمور الخير فهو خير وإن كان في أمور الدنيا فإن منه ما هو ممنوع ومنه ما هو جائز فمن الممنوع البيع والشراء والإجارة فلا يجوز للإنسان أن يبيع أو يشتري في المسجد أو يستأجر أو يؤجر في المسجد وكذلك إنشاد الضالة فإن الرسول عليه الصلاة والسلام قال (إذا سمعتم من ينشد الضالة فقولوا لا ردها الله عليك فإن المساجد لم تبن لهذا) ومن الجائز أن يتحدث الناس في أمور الدنيا بالحديث الصدق الذي ليس فيه شيء محرم. "Pembicaraan di dalam masjid terbagi menjadi dua:  1. Pembicaraan yang mengganggu orang-orang yang sedang salat, membaca al-Qur'an dan belajar. Maka ini hukumnya tidak boleh, tidak boleh bagi seorang pun melakukan hal ini.  2. Pembicaraan yang tidak mengganggu seorang pun, maka jenis ini, jika dalam urusan kebaikan, maka itu adalah kebaikan dan jika dalam urusan dunia, maka ada yang dilarang dan ada yang boleh, yang dilarang, seperti jual beli dan sewa menyewa. Tidak boleh bagi seorang pun untuk melakukan jual beli dan sewa menyewa di dalam masjid, demikian pula dengan mengumumkan barang hilang karena Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,  'Barang siapa yang mendengar seseorang mengumumkan barangnya yang hilang di dalam masjid, maka doakanlah, 'Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.' Karena sesungguhnya masjid-masjid itu tidaklah dibangun untuk ini.' Dan yang diperbolehkan adalah seseorang berbicara tentang urusan dunia dengan pembicaraan yang jujur dan tidak ada pada pembicaraan tersebut keharaman." (Fatāwā Nūrun 'Alā ad-Darb, 8/2). Sumber : kanal Telegram https://t.me/alfudhail
3 tahun yang lalu
baca 9 menit

Tag Terkait