Tazkiyatun Nafs

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

panduan memakai jubah / hijab yang benar

Transkrip Salah Satu Pertanyaan Pada Sesi Tanya Jawab: PANDUAN MEMAKAI JUBAH/HIJAB YANG BENAR SOAL: Masih banyak didapati akhwat dan ummahat memakai jubah yang berhias di lengan bagian atas dan bawah, terutama dibagian dada seperti bordir dan perhiasan yg menarik, sehingga sering tersingkap dihadapan ikhwan baik sengaja atau tidak ketika menutup purdah dan menggendong anaknya, sehingga memfitnah ikhwan yang melihatnya, dan bagaimana akhwat yang tidak memakai sarung tangan dan tidak jarang mereka terfitnah? Dijawab oleh Ust Muhammad Sarbini hafizhahullah Magelang, 3-5 jumadil awal 1437 H / 12-14 februari 2016 "Pada intinya perhiasan tersebut ataupun pakaian atau jubah yg dikenakan tersebut itu wajib tertutup dari luar oleh jilbab. Dan hati-hati jangan sampai tersingkap atau terlihat karena itu menimbulkan fitnah. Pengertian jilbab, gampangnya kalian lihat ada Abaya begitu salah satu makna jilbab. Jadi seorang akhwat, dia mengenakan pakaian : pakai jubah, pakai khimar kerudung kecil, kemudian ketika keluar rumah dihadapan non mahram, dia menutupi dari luar semua itu tadi dengan jilbab menggenakan abaya dan jangan ada yang terlihat dari jubah tersebut .. na'am.. yang mungkin jubah itu ada hiasannya .. JANGAN TERLIHAT atau mungkin ada anting ditelingannya atau ada gelang ditangannya.. JANGAN SAMPAI . TERLIHAT Itu wajib tertutup dari luar dengan jilbab *(kain yang menutup sekujur tubuhnya dari ujung kepala sampai telapak kaki)*. Itu jilbab seperti abaya atau yg semakna dengan itu yg masuk kategori dengan makna jilbab. Seperti keterangan Al Imam Albani yakni ada jilbab besar yang menutup bagian atas tubuhnya, kemudian bagian bawah tubuhnya juga tertutup oleh jubah yang memenuhi syarat, Yang warnanya gelap seperti hitam 👉Longgar 👉Tidak transparant 👉Dan tidak berhias (tidak memfitnah) Kerudung besar ini tadi yang dikenakan untuk menutup pakaian atas tubuh juga TIDAK BOLEH ADA HIASAN, Andaikan mengenakan abaya maka seperti abaya ini TIDAK boleh ada hiasan. Makanya sejak awal dulu ditanyakan dimajelis ini tentang *abaya kupu-kupu* yaa.. na'am ana langsung mengingkarinya.. mengatakan itu Harom... Tidak boleh.. dan semisalnya dengan itu. Intinya untuk Pakaian luar wanita yang bermakna jilbab ini tadi TIDAK BOLEH ADA SESUATU YANG MEMFITNAH. Hiasan.. juga dari segi warna.. tidak boleh transparant... Kalau ada sesuatu yg ada sifatnya hiasan, harus ada didalam semua, terbungkus dalam jilbab itu tadi. Jilbab yang disebutkan dalam Al Qur'an yang maknanya abaya atau yang menggunakan seperti abaya. Macam2 syaratnya, dari segi transparant , dari segi warnanya harus Gelap, tidak boleh ketat, tidak boleh ada hiasan, tidak boleh ada bordiran dan semisalnya yang terlihat dari luar. Na'am.. kemudian Sempurnakan itu semua dengan mengenakan kaos tangan dan mengenakan kaos kaki. Karena itu adat kebiasannya wanita salaf dimasa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Tetapi juga disini ana tanbihkan: JANGAN SAMPAI MENJADIKAN KAOS KAKI, KAOS TANGAN SEBAGAI PENGGANTI JILBAB. Sebagian akhawat atau ummahat jilbabnya, abayanya atau yang semisalnya itu tidak sampai menutup telapak kakinya. Hanya sampai pergelangan kakinya misalnya. kemudian telapak kakinya ditutup dengan kaos kaki. Ini tidak memenuhi syarat jilbab yang dimaksud dalam Ayat Allah subhanahu wata'ala: يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."  (QS Al Ahzab :59) Jilbab ini tadi maknanya secara global adalah kain, pakaian yang menutup sekujur tubuh wanita yang menutupi pakaian yg dikenakannya sehari-hari dirumahnya menutup dari luar, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Abaya atau yang menggantikan fungsi abaya, seperti yang sudah digambarkan tadi. Dan ada hadits disana yang membicarakan ttg kain yang berlebih pada wanita. Ketika Islam berbicara tentang laki2 tidak boleh isbal. Kainnya tidak boleh menutupi mata kaki. Itu pada laki-laki. Sedangkan pada wanita harus tertutup oleh kain, oleh pakaian, mata kakinya bahkan telapak kakinya. Disebutkan bahwa bagi wanita, mereka diizinkan melebihi sejengkal, masih ada yang mengatakan 'kalau cuma seperti itu bisa tersingkap', maka ditinggikan lagi oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, yang diberitakan oleh rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk melebihkan sampai sehasta. Kain yang berlebihan terseret ditanah sehingga tidak tersingkap telapak kakinya , dan itu disempurnakan dengan tetap memakai kaos kaki. Adapun pakai kaos kaki, kainnya pakaiannya tidak menutup telapak kakinya kemudian dengan anggapan bahwa kaos kaki itu menggantikan posisinya. Apa bedanya kalau ada wanita pakai rok sampai setengah betis kemudian betisnya ditutup dengan kaos kaki. Apa bedanya?? Wanita pakai jubah atau rok hanya sampai setengah betis, kemudian setengah betis kebawah sampai telapak kakinya ditutup pakai kaos kaki yang tinggi. Sama dengan yang tadi, Jubahnya sampai punggung telapak kaki atau sampai pergelangan kaki kemudian pakaiannya ditutup kaos kaki. Ini tidak memenuhi syarat jilbab syar'i. HATI-HATI ! Jangan sampai termasuk dalam kategori WANITA YANG TABARRUJ DAN DIANCAM NERAKA. Bertaqwalah kepada Allah subhanahu wata'ala Yang masih salah hijabnya dibenarkan... disempurnakan. Allahul muwwafiq 8 Muharram 1439 H / 28 September 2017 WA Syarhus Sunnah Lin Nisaa` Channel Telegram: https://t.me/syarhussunnahlinnisa Dengarkan audionya via Telegram :  https://t.me/syarhussunnahlinnisa/12793 Foto:  bloom-blossom-close-up dari Pexels.com
7 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh jowan ichsan

jauhilah sikap pamer

Pamer, Lagi-Lagi Pamer Rasanya, sifat satu ini sudah kadung tersohor bagi bangsa manusia. Bukan tersohor karena sesuatu positif yang menakjubkan, namun karena manusia sudah tahu akan tercelanya sikap pamer. Baik yang tua maupun yang muda, semuanya pasti menyadari jeleknya sikap pamer. Terlebih, di bangku pendidikan tingkat dasar pun, buruknya sifat ini sudah dikenal dan dipelajari. Jadi tema pamer bukanlah tema baru dan asing buat kita. Mayoritas telah tahu akan jeleknya sikap ini, tetapi anehnya mayoritas manusia sering terjatuh dalam sikap ini, kok aneh ya? Sobat muda, suka pamer hakikatnya bisa dilakukan dengan ragam macam sikap dan perbuatan. Bisa diaplikasikan pada harta, kedudukan, nasab (garis keturunan), bisa pula pada ibadah dan seluruh amalan saleh. Jadi, semua perkara bisa dipamerkan. Jangankan yang berharta banyak, orang miskinpun bisa juga pamer. Jangankan yang beramal saleh, yang nggak saleh bisa pula pamer dengan kemaksiatannya. Oleh karenanya dari segala sisi kehidupan, manusia bisa tertimpa sikap suka pamer. Jadi, masing-masing kita jangan merasa aman dari sikap pamer ini ya. Sifat pamer ini, sudah ada sejak jaman dulu, bahkan sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalian ingat bukan salah seorang kaya raya yang Allah subhanahu wata’ala tenggelamkan dirinya dan hartanya karena sikap sombong, bangga diri dan kufur nikmat. Ya, dialah Qarun yang ditenggelamkan ke bumi, dirinya dan semua hartanya. Lihatlah sikap pamernya yang Allah subhanahu wata’ala cela dalam Al Quran, . “Ia (Qarun) berkata, ‘Aku diberikan (harta itu) semata-mata karena ilmu yang ada padaku.’ Tidakkah ia tahu bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat darinya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan orang-orang yang berdosa itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah (Qarun) kepada kaumnya dengan segala perhiasan miliknya. Berkatalah orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, ‘Aduhai seandainya aku memiliki seperti apa yang dimiliki Qarun sesungguhnya ia benar-benar memiliki keuntungan yang besar.’” [Q.S. Al Qashash:78-79] Lihatlah bagaimana Allah menceritakan kepada kita tercelanya sikap Qarun yang sengaja memamerkan perbendaharaan dunia miliknya. Lihatlah pula sikap sombong berbalut sikap pamer dengan ilmu yang ia miliki sehingga menyandarkan hasil kerjanya kepada dirinya, tidak kepada Allah. Harta yang harusnya dipakai untuk ketaatan, justru ia pakai sebagai sarana pamer, bangga diri, takabur, dan merendahkan orang lain. Allah pun murka kepadanya dan Allah subhanahu wata’ala tenggelamkan dia beserta seluruh hartanya. Demikianlah, nggak berguna harta yang melimpah yang dipamerkan bila itu justru membuat Allah murka. Kecanggihan Teknologi, Wasilah kepada Sikap Pamer Sobat muda, di zaman serba canggih ini, rupanya sifat pamer menempati ruang yang luas nan nyaman untuk dilakukan. Kok bisa? Ya, orang jadi mudah berbuat pamer karena ada faktor teknologi yang mendukungnya. Parahnya, dia bisa pamer bukan cuma ke satu dua orang loh, bahkan ke semua orang di seluruh pelosok dunia. “BB lagi rusak nih, untung masih ada iPhone” atau “Akhirnya punya moge (motor gedhe) juga.” Yah, pamer nih, terasa nggak sih kalau ente lagi pamer? Punya perasaan dong dengan orang yang nggak sepertimu. Selain model pamer tadi, ada lagi lo bentuk pamer lainnya: pamer jabatan, kepandaian, bahkan pamer tampang. Kacau kan kalo gitu, bisa membikin lawan jenis tergoda dong lihat tampangmu di pampangin di medsos. Sobat muda, walau terkadang pamernya berupa gambar foto, tanpa kata dan ucapan, tetap saja ini adalah sikap pamer, ya kan? Kalau kita nggak bisa mengendalikan hati sedangkan fasilitas pamer ini banyak dan mudah didapat, bahaya ‘kan buat agama kita. Ancaman Terhadap Perilaku Pamer dalam Ibadah Sobat muda, sikap pamer hakikatnya bukan hanya menimpa orang yang jahil tentang agamanya, bahkan pamer juga banyak menimpa kaum berilmu. Ya kalau orang-orang umum biasa membanggakan kemewahan, kepandaian, tampang, dan sebagainya, maka ahli ilmu dan ibadah akan berbangga dan memamerkan ilmu serta ibadahnya. Seorang akan memperbaiki dan memperindah salatnya ketika dilihat manusia, membaguskan suara saat membaca Al Quran, bahkan bersikap dan berbuat layaknya seorang yang zuhud terhadap dunia dan hanya mementingkan akhirat. Semua dilakonin dalam rangka pamer ketaatan dan ibadah. Sobat muda, inilah riya’ yang sesungguhnya. Riya yang dicela dan merupakan bentuk syirik kecil yang haram hukumnya.  Allah subhanahu wata’ala berfirman menceritakan keadaan kaum munafikin yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ (dengan salat itu) dihadapan manusia, dan tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” [ Q.S. An Nisa:142] Ya, ibadah yang dilakukannya tidak lain tidak bukan hanya untuk dilihat oleh manusia, tiada niatan untuk taat kepada Allah atau ikhlas karena-Nya. Atau ia beribadah tujuannya Lillah wa lighairihi, ia niatkan untuk Allah subhanahu wata’ala sekaligus untuk selainnya. Allah tidak menerima ibadah dari seorang yang riya’, terlebih Allah mencela dan mengancam mereka para tukang pamer ibadah,  “Maka celakalah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, (yaitu) orang-orang yang berbuat riya.” [Q.S. Al Ma’un: 4-6] “Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian membatalkan sadaqah-sadaqah kalian dengan cara mengungkit-ungkit (pemberian) serta menyakiti (yang menerimanya), layaknya seorang yang menginfaqkan hartanya karena pamer di hadapan manusia sedangkan mereka tidak beriman dengan Allah dan hari akhir. Permisalannya seperti batu yang licin di atasnya ada tanah. Tatkala tertimpa hujan lebat jadilah batu itu licin kembali. Mereka tiada memeroleh sesuatu apapun dari apa yang mereka kerjaan. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” [Q.S. Al Baqarah:264] Dalam dua ayat yang mulia tersebut, nyatalah akan celaan orang yang suka pamer dalam ibadahnya. Yang pertama Allah subhanahu wata’ala sebutkan dengan konteks “kecelakaan (Wail), yang kedua Allah sebutkan dalam konteks larangan dan penyerupaan dengan seorang yang membatalkan sedekah mereka. Sobat muda, meskipun riya sangat berbahaya, tidak sedikit di antara kita yang teperdaya oleh penyakit hati ini. Tidak mudah untuk menemukan orang yang benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah tanpa adanya pamrih dari manusia atau tujuan lainnya, baik dalam masalah ibadah, muamalah, ataupun perjuangan. Meskipun kadarnya berbeda-beda antara satu dan lainnya, tujuannya tetap sama: ingin menunjukkan amal, ibadah, dan segala aktivitasnya di hadapan manusia. Sobat muda, sikap pamer tentu akan membuat pelakunya tercela dihadapan Allah dan manusia. baik pamer yang sifatnya duniawi, ataupun pamer dalam hal-hal yang bersifat ukhrawi. Kita memohon kepada Allah untuk menjaga hati kita, amalan kita dari sifat pamer ini. Wallahul mustaan. [Ustadz Hammam] Majalah Tashfiyah Edisi 52  
7 tahun yang lalu
baca 8 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

derajat kemuliaan hamba, ada pada kekuasaan allah

Derajat Hamba, Ada Pada Kekuasaan Allah Ditulis oleh: Ustadz Abu Nashim Mukhtar hafizhahullah Seorang guru sedang memegang sekeping uang koin telapak tangannya. Di hadapan muridnya, uang koin senilai 10 keping itu diangkat dan diturunkan. Setelah selesai, sang guru bertanya, "Berapakah nilai uang koin ini saat aku mengangkatnya tadi?" "10 keping" ,  .jawab muridnya. "Saat Aku menurunkannya, berapakah nilai uang koin ini?", s ang guru bertanya untuk yang kedua kalinya. Muridnya menjawab dengan penuh keheranan, "Bukankah tetap senilai 10 keping, wahai guru??"  Gurunya lalu menerangkan, " Itulah manusia,  wahai muridku.  Ia tidak mampu meninggikan atau merendahkan apapun!!!"  Subhanallah!  Benar-benar kalimat bijak!  Kejadian di atas pun benar-benar nyata dan benar-benar ada. Pelajaran berharga telah ditanamkan oleh sang guru kepada muridnya untuk tidak mengharapkan kemuliaan dan derajat dari manusia. Ia ingin menegaskan kepada muridnya untuk tidak takut dihinakan oleh orang, hanya karena ingin menegakkan syariat Allah. Sebab, hanya Allah yang mampu memuliakan atau menghinakan. "Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang mampu memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." [Q.s.  Al Hajj:18]. Saudara Pembaca, jika seorang manusia tidak memiliki kemampuan untuk meninggikan atau merendahkan, bukankah aneh dan ganjil jika ia : Masih memelihara sikap ujub dan sombong di dalam dirinya? Mengapa ia sombong dan takabur? Kenapa ia tidak merendahkan dirinya di hadapan Allah yang Maha Tinggi? Mengapa ia meremehkan saudaranya? Mengapa ia menganggap dirinya serba bisa, padahal untuk mengobati sebuah luka di punggungnya, ia masih membutuhkan bantuan orang lain? Rasulullah bersabda di dalam hadits Abu Hurairah riwayat Muslim, "Dan tidak ada seorang pun hamba yang mau tawadhu karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya. Imam Ibnu Hazm bertutur dalam kalimat kalimat bijak, "Barangsiapa diserang oleh penyakit ujub, hendaknya ia segera merenungi aib-aib yang ada pada dirinya. Jika ia diserang penyakit ujub dengan merasa memiliki budi pekerti yang baik, hendaknya ia segera memeriksa kembali bentuk perilaku buruknya. Apabila ia tidak mampu menemukan di manakah letak perilaku perilaku buruknya, sampai akhirnya ia merasa tidak memiliki perilaku buruk, hendaknya ia menyadari jika musibah itu berlaku untuk selamanya. Berarti dia adalah manusia yang paling lengkap kekurangannya, aib yang ada pada dirinya terlalu besar, sementara sangat lemah tamyiznya (kemampuan untuk memilah dan memilih serta mengetahui aibnya)," (Mudaawaat hal 88l) Wahai hamba yang lemah, jika engkau tidak mampu menemukan di manakah aib dan kesalahan pada sendiri, maka ucapkanlah selamat tinggal untuk kelezatan taubat. Hamba yang cerdas adalah yang mampu menentukan secara rinci, di manakah letak aib aib dan kesalahannya. Sebab, setelah itu, ia berusaha untuk mencabutnya dari dalam dirinya. Wahai hamba yang lemah, tak perlu ujub dan tak usah sombong! Di dalam dirimu tersembunyi aib dan cacat yang tak terbilang. Jangan mudah menghinakan orang lain! Terimalah kebenaran dengan dada yang lapang Banyak-banyaklah merenungi firman Nya قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran:26) forest-mushrooms-nature-autumn by Pixabay Sumber : Qudwah Edisi 5 Vol 01 2013 Disalin oleh Happy Islam
7 tahun yang lalu
baca 4 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

melawan hawa nafsu

Silsilah Mutiara Hikmah —————————————————— MELAWAN HAWA NAFSU. —————————————————— Berkata Al-Imām Ibnul Qoyyim råhimahulläh: Apabila engkau amati tentang 7 kelompok orang yang Allâh 'Azza wa Jalla naungi mereka dalam naungan 'Arsy-Nya di hari tiada naungan kecuali naungan-Nya maka engkau temukan mereka mendapatkan naungan itu hanyalah dengan jalan menyelisihi hawa nafsu, ① maka seorang imam (penguasa) yang memimpin lagi berkuasa tidaklah mungkin dapat berlaku adil kecuali dengan menyelisihi hawa nafsunya. ② Dan seorang pemuda yang giat beribadah kepada Allâh mendorong masa mudanya (melakukan itu) kalaulah bukan karena menyelisihi hawa nafsunya tentulah tidak akan kuasa melakukan itu. ③ Seorang pria yang hatinya terikat dengan masjid-masjid yang mendorongnya melakukan itu hanyalah karena menyelisihi hawa nafsu yang mengajaknya menuju tempat-tempat yang menyenangkan. ④ Orang yang bersedekah yang menyembunyikan sedekahnya dari tangan kirinya kalaulah bukan karena dia paksakan hawa nafsunya tentulah tidak mampu untuk melakukan itu. ⑤ Dan pria yang digoda (berbuat zina) oleh wanita cantik nan terpandang kemudian dia takut kepada Allâh Àzza wa Jalla lalu dia lawan nafsunya. ⑥ Dan orang yang mengingat Allâh Àzza wa Jalla dikala sendirian kemudian kedua air matanya berlinang karena takut kepada Allâh yang menghantarkannya kepada kondisi tersebut hanyalah karena menyelisihi hawa nafsunya, maka tidak ada jalan bagi kebebasan bersikap, bahagia dan duka atas mereka di hari kiamat nanti, sedangkan para pengikut hawa nafsu telah sampai pada puncak kebebasan mereka, dan kebahagiaan yang memuncak dalam keadaan mereka menanti-nanti setelah ini masuk ke dalam penjara hawa nafsu. Maka Allâh Subhānahu wa Ta'āla tempat meminta agar melindungi kita dari berbagai hawa nafsu kita yang selalu memerintahkan kepada kejelekan dan agar menjadikan hawa nafsu kita tunduk kepada apa yang dicintai-Nya serta diridhoi-Nya karena sesungguhnya Dia atas segala sesuatu maha kuasa dan untuk mengabulkan (segala permintaan) sangatlah mungkin dapat terwujudkan. Råwdhåh Al-Muhibbīn, halaman (485-486). —————————————————— قال الإمام ابن القيم رحمه الله تعالى: ﺇﺫا ﺗﺄﻣﻠﺖ اﻟﺴﺒﻌﺔ اﻟﺬﻳﻦ ﻳﻈﻠﻬﻢ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻓﻲ ﻇﻞ ﻋﺮﺷﻪ ﻳﻮﻡ ﻻ ﻇﻞ ﺇﻻ ﻇﻠﻪ ﻭﺟﺪﺗﻬﻢ ﺇﻧﻤﺎ ﻧﺎﻟﻮا ﺫﻟﻚ اﻟﻈﻞ ﺑﻤﺨﺎﻟﻔﺔ اﻟﻬﻮﻯ ﻓﺈﻥ اﻹﻣﺎﻡ اﻟﻤﺴﻠﻂ اﻟﻘﺎﺩﺭ ﻻ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ اﻟﻌﺪﻝ ﺇﻻ ﺑﻤﺨﺎﻟﻔﺔ ﻫﻮاﻩ ﻭاﻟﺸﺎﺏ اﻟﻤﺆﺛﺮ ﻟﻌﺒﺎﺩﺓ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺩاﻋﻲ ﺷﺒﺎﺑﻪ ﻟﻮﻻ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﻫﻮاﻩ ﻟﻢ ﻳﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭاﻟﺮﺟﻞ اﻟﺬﻱ ﻗﻠﺒﻪ ﻣﻌﻠﻖ ﺑﺎﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﺇﻧﻤﺎ ﺣﻤﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ اﻟﻬﻮﻯ اﻟﺪاﻋﻲ ﻟﻪ ﺇﻟﻰ ﺃﻣﺎﻛﻦ اﻟﻠﺬاﺕ ﻭاﻟﻤﺘﺼﺪﻕ اﻟﻤﺨﻔﻲ ﻟﺼﺪﻗﺘﻪ ﻋﻦ ﺷﻤﺎﻟﻪ ﻟﻮﻻ ﻗﻬﺮﻩ ﻟﻬﻮاﻩ ﻟﻢ ﻳﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﺫﻟﻚ ﻭاﻟﺬﻱ ﺩﻋﺘﻪ اﻟﻤﺮﺃﺓ اﻟﺠﻤﻴﻠﺔ اﻟﺸﺮﻳﻔﺔ ﻓﺨﺎﻑ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﻭﺧﺎﻟﻒ ﻫﻮاﻩ ﻭاﻟﺬﻱ ﺫﻛﺮ اﻟﻠﻪ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ ﺧﺎﻟﻴﺎ ﻓﻔﺎﺿﺖ ﻋﻴﻨﺎﻩ ﻣﻦ ﺧﺸﻴﺘﻪ ﺇﻧﻤﺎ ﺃﻭﺻﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﺫﻟﻚ ﻣﺨﺎﻟﻔﺔ ﻫﻮاﻩ ﻓﻠﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﺤﺮ اﻟﻤﻮﻗﻒ ﻭﻋﺮﻗﻪ ﻭﺷﺪﺗﻪ ﺳﺒﻴﻞ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻳﻮﻡ اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﺃﺻﺤﺎﺏ اﻟﻬﻮﻯ ﻗﺪ ﺑﻠﻎ ﻣﻨﻬﻢ اﻟﺤﺮ ﻭاﻟﻌﺮﻕ ﻛﻞ ﻣﺒﻠﻎ ﻭﻫﻢ ﻳﻨﺘﻈﺮﻭﻥ ﺑﻌﺪ ﻫﺬا ﺩﺧﻮﻝ ﺳﺠﻦ اﻟﻬﻮﻯ ﻓﺎﻟﻠﻪ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ اﻟﻤﺴﺆﻭﻝ ﺃﻥ ﻳﻌﻴﺬﻧﺎ ﻣﻦ ﺃﻫﻮاء ﻧﻔﻮﺳﻨﺎ اﻷﻣﺎﺭﺓ ﺑﺎﻟﺴﻮء ﻭﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻫﻮاﻧﺎ ﺗﺒﻌﺎ ﻟﻤﺎ ﻳﺤﺒﻪ ﻭﻳﺮﺿﺎﻩ ﺇﻧﻪ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ ﺷﻲء ﻗﺪﻳﺮ ﻭﺑﺎﻹﺟﺎﺑﺔ ﺟﺪﻳﺮ. روضة المحبين صـ ٤٨٥-٤٨٦ --------------------- Broadcast by Ahlus Sunnah Karawang. Channel MutiaraASK, http://bit.ly/MutiaraASK Website ASK, http://bit.ly/BlogASK BBM Mutiara Salaf, Pin:54ABD49E | Channel:C001C7FFE
8 tahun yang lalu
baca 3 menit

Tag Terkait