Derajat Hamba, Ada Pada Kekuasaan Allah
Ditulis oleh: Ustadz Abu Nashim Mukhtar hafizhahullah
Seorang guru sedang memegang sekeping uang koin telapak tangannya. Di hadapan muridnya, uang koin senilai 10 keping itu diangkat dan diturunkan. Setelah selesai, sang guru bertanya,
"Berapakah nilai uang koin ini saat aku mengangkatnya tadi?" "10 keping", jawab muridnya.
"Saat Aku menurunkannya, berapakah nilai uang koin ini?", sang guru bertanya untuk yang kedua kalinya. Muridnya menjawab dengan penuh keheranan,
"Bukankah tetap senilai 10 keping, wahai guru??" Gurunya lalu menerangkan, "
Itulah manusia, wahai muridku. Ia tidak mampu meninggikan atau merendahkan apapun!!!" Subhanallah! Benar-benar kalimat bijak! Kejadian di atas pun benar-benar nyata dan benar-benar ada.
Pelajaran berharga telah ditanamkan oleh sang guru kepada muridnya untuk tidak mengharapkan kemuliaan dan derajat dari manusia. Ia ingin menegaskan kepada muridnya untuk tidak takut dihinakan oleh orang, hanya karena ingin menegakkan syariat Allah. Sebab, hanya Allah yang mampu memuliakan atau menghinakan.
"Dan barang siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun yang mampu memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki." [Q.s. Al Hajj:18].
Saudara Pembaca, jika seorang manusia tidak memiliki kemampuan untuk meninggikan atau merendahkan, bukankah aneh dan ganjil jika ia :
- Masih memelihara sikap ujub dan sombong di dalam dirinya?
- Mengapa ia sombong dan takabur?
- Kenapa ia tidak merendahkan dirinya di hadapan Allah yang Maha Tinggi?
- Mengapa ia meremehkan saudaranya?
- Mengapa ia menganggap dirinya serba bisa, padahal untuk mengobati sebuah luka di punggungnya, ia masih membutuhkan bantuan orang lain?
Rasulullah bersabda di dalam hadits Abu Hurairah riwayat Muslim,
"Dan tidak ada seorang pun hamba yang mau tawadhu karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.
Imam Ibnu Hazm bertutur dalam kalimat kalimat bijak,
"Barangsiapa diserang oleh penyakit ujub, hendaknya ia segera merenungi aib-aib yang ada pada dirinya. Jika ia diserang penyakit ujub dengan merasa memiliki budi pekerti yang baik, hendaknya ia segera memeriksa kembali bentuk perilaku buruknya. Apabila ia tidak mampu menemukan di manakah letak perilaku perilaku buruknya, sampai akhirnya ia merasa tidak memiliki perilaku buruk, hendaknya ia menyadari jika musibah itu berlaku untuk selamanya. Berarti dia adalah manusia yang paling lengkap kekurangannya, aib yang ada pada dirinya terlalu besar, sementara sangat lemah tamyiznya (kemampuan untuk memilah dan memilih serta mengetahui aibnya)," (Mudaawaat hal 88l)
Wahai hamba yang lemah, jika engkau tidak mampu menemukan di manakah aib dan kesalahan pada sendiri, maka ucapkanlah selamat tinggal untuk kelezatan taubat. Hamba yang cerdas adalah yang mampu menentukan secara rinci, di manakah letak aib aib dan kesalahannya. Sebab, setelah itu, ia berusaha untuk mencabutnya dari dalam dirinya.
Wahai hamba yang lemah, tak perlu ujub dan tak usah sombong! Di dalam dirimu tersembunyi aib dan cacat yang tak terbilang. Jangan mudah menghinakan orang lain! Terimalah kebenaran dengan dada yang lapang Banyak-banyaklah merenungi firman Nya
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Ali Imran:26)
|
forest-mushrooms-nature-autumn by Pixabay |
Sumber : Qudwah Edisi 5 Vol 01 2013
Disalin oleh Happy Islam