Atsar.id
Atsar.id oleh Abu Abdillah

rinai-rinai cerita : endapkan rasa itu

9 tahun yang lalu
baca 7 menit

Rinai-Rinai Cerita : Endapkan Rasa Itu

Oleh : Al-Ustadz Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz

Asalkan ada usaha nyata!!!
Selagi kita tidak berjalan di tempat atau hanya berputar-putar di lorong labirin,pastinya akan berakhir dengan senyum bahagia.Tidak ada manusia yang sempurna….Masing-masing terlahir dengan cacat dan cela.., lalu hidup di dunia dengan menyandang dosa.., setelah wafatnya,hanya rahmat Allah saja yang bisa menyelamatkannya.
Belajar dan berlatih.., hanya sebatas itu yang mampu kita lakukan. Janganlah berandai-andai ada langkah yang lain! Kita mesti terus belajar dan tidak kenal lelah untuk berlatih.., Hasil dari belajar dan berlatih hanya bisa kita titipkan melalui rangkaian doa tak terputus kepada Ar Rahman.., Semoga saja Dia memudahkan kita untuk mengecap manisnya keberhasilan dari belajar dan berlatih kita. Amin
Kisah kecil namun sangat inspiratif sekali!
Mudah-mudahan kisah kecil ini bisa membangkitkan energi besar dan agung dari diri kita. Semoga saja kisah kecil ini mampu memotivasi kita untuk tetap terus berjuang dalam menggapai ilmu Mengendapkan Rasa.
Kisah ini tentang seorang gubernur kota Madinah di masa keemasan Islam. Nama lengkapnya Al Walid bin Utbah bin Abi Sufyan bin Harb. Oleh pamannya, Amirul Mukminin Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang berkedudukan di Syam, Al Walid ditunjuk dan diangkat sebagai gubernur Madinah. Sebuah pilihan yang tepat! Sebab Al Walid dikenal dengan kesalehan,kebaikan dan kemuliaannya. Bahkan beberapa kali Al Walid memperoleh amanat sebagai Amirul Hajj(pimpinan tertinggi jama’ah haji).
Oleh Ibnu Abbas, wajah Al Walid digambarkan bagaikan selembar kertas halus.Sebuah gambaran akan kelembutan dan kehalusan yang terpancar dari wajah beliau.Jika kita ibaratkan dengan air, pasti wajah Al Walid dapat dilukiskan ibarat permukaan air yang tenang,tanpa riak dan gelombang.
Barangkali berbeda dengan wajah kita yang penuh dengan lipatan-lipatan masam nan cemberut. Ini bukan masalah tampan ataukah tidak. Bukan pula karena keindahan wajah atau bukan. Sekalipun kurang tampan, wajah yang selalu dihiasi oleh sinar binar kelembutan tentu sangat berkesan di hati…Wajah kita berada pada jenis yang mana?
Langkah-langkah fenomenal diambil oleh Al Walid pada hari-hari pertama dalam jabatannya sebagai seorang gubernur. Orang-orang yang dikenai hukuman penjara dibebaskan olehnya.Tentu grasi dari Al Walid diperuntukkan bagi mereka yang telah nampak tanda-tanda taubat dan penyesalannya selama menjalani hukuman penjara.
Langkah fenomenal lainnya adalah melunasi hutang-hutang yang ditanggung oleh warga kota Madinah. Luar biasa bukan, Kawan? Bayangkan saja, betapa bersukacita warga Madinah yang saat itu sedang terhimpit dan terlilit oleh hutang. Semua dibayar dan dilunasi oleh Al Walid Rahimahullah ta’ala
Bayangkan saja wajah dan cara berbicara Al Walid!
Ibnu Abbas melukiskannya untuk kita;
“Al Walid memandang dan memperhatikan ke arah kami dengan pandangan penuh kelembutan…lebih lembut dari air. Al Walid berbicara dan berbicang-bincang dengan kami dengan menyusun kata-kata manis…lebih manis dari buah yang telah matang”
Tidakkah kita perlu belajar dan berlatih lagi? Untuk memandang,berbicara dan mendengar dengan cara-cara yang elok dan elegan,jauh dari kesan angkuh dan sombong? Sebab kita semua sama-sama makhluk ciptaan Nya. Hanya kadar takwa yang membedakan derajat kita di hadapan Nya…Siapapun akan senang dan bangga jika bersahabat dengan seorang kawan yang sedemikian elok sikapnya. Tentu kita selalu bermimpi memiliki seorang kawan yang seperti itu…Namun, sudah siapkah kita,jika ada seseorang berharap agar kita lah yang menjadi kawannya yang penuh keelokan itu?
Subhaanallah! Sudah pada tataran tinggi ilmu Mengendapkan Rasa yang dipunya Al Walid bin Utbah!
Ibnu Abbas pernah diundang makan siang oleh Al Walid. Seorang budak milik Al Walid datang menghidangkan jamuan makan siang. Sebuah talam berisi makanan dibawa oleh si budak tersebut.
Brakk!!! Budak itu terpeleset jatuh. Talam berisi jamuan makan siang ikut tertumpah di pangkuan Al Walid…Si budak segera berdiri mematung,tidak bergerak sama sekali.Seakan-akan tubuhnya tidak lagi bernyawa…Entah hukuman apa yang akan dijatuhkan Gubernur Al Walid untuknya,pikir budak itu.Kejadian semacam itu tentu membuat malu seorang tuan rumah!
Sang budak masih saja berdiri mematung.
Apa yang dilakukan oleh Al Walid?
Al Walid kemudian bangkit berdiri –masih selalu dalam kelembutan dan ketenangan luar biasa-,lalu masuk ke dalam rumah.
Ternyata Al Walid mengganti pakaiannya yang telah kotor oleh siraman makanan dari talam itu. Dengan wajah berseri-seri, Al Walid keluar menuju ruang makan siang. Sama sekali tidak terbekas rasa marah,sesal atau kecewa di permukaan wajah beliau yang tenang.
“Sepertinya…aku telah membuat dirimu merasa ketakutan,bukan? Sejak hari ini, engkau dan anak-anakmu aku bebaskan dari status budak dan kalian menjadi orang-orang merdeka…demi mengharap wajah Allah”, demikian Al Walid dengan penuh rasa sayang mengucapkan kata-kata di atas kepada sang budak miliknya.
Duh…duh..duuuh…sungguhkah ada kejadian semacam itu? Ada dan benar-benar ada!!!
Bagaimana dengan kita selama ini? Sudah berapa kali kita tak mampu meredam amarah? Sudah berapa orang yang menjadi korban amukan emosi tak terkendali kita? Banyak sahabat dan orang-orang yang kita cinta mungkin telah terluka dengan sikap kita yang masih saja bergejolak tak terkekang?
Allahumma inni astaghfiruka wa atuubu ilaik
Barangkali sumpah serapah telah mengalir deras dari lisan kita, jika saja peristiwa itu menimpa kita. Mungkin saja kita tidak akan bisa melupakan kejadian memalukan semacam itu. Namun…hal itu tidak berlaku bagi Al Walid bin Utbah bin Abi Sufyan. Semoga Allah merahmati beliau.
Smoga saja jalan terbentang masih ada untuk kita agar bisa menjadi hamba yang berusaha memperbaiki diri. Sekalipun tidak akan sempurna nanti hasilnya…ya Allah ampunilah kami jika kami salah atau lupa.
Belajar dan berlatih!
_abu nasiim mukhtar “iben” rifai la firlaz_republik of rindoe_26 Juni 2013_disadur dari Rabi’ul Abraar 2/13 melalui Min Dzakhairul Islam
Oleh:
Abu Abdillah