Nasehat

Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

jangan engkau pergi bersama dunia dan syahwat

Berkata Al-'Allamah asy-Syaikh Doktor Rabi' bin Hadi al-Madkhalihafizhahullahu ta'ala: "Wahai saudaraku, janganlah kamu pergi bersama dunia, bersama syahwat, bersama was-was, dan bisikan-bisikan yang rusak. Berusahalah untuk berfikir yang bermanfaat untukmu, untuk menanti kematian. Apabila kamu di waktu sore, jangan tunggu waktu pagi. Apabila kamu di waktu pagi, maka jangan tunggu waktu sore. Jangan biarkan angan-angan itu meluas, dan masa itu memanjang. Kamu ingin membangun istana- istana, menguasai negeri-negeri. Jadikanlah angan-anganmu pendek dan apabila jiwamu lepas, maka ia akan pergi. berusahalah untuk mengikatnya dan menetapkannya. Karena hatimu membututuhkan terapi. Pikirkanlah! Ini adalah agama Allah ta'ala dan kamu tidak tahu kapan kematian akan mengagetkanmu serta dalam keadaan ɑpa kamu? * Wajib atasmu untuk menyertakan ketakwaan di dalam keadaanmu, apapun itu. " Bertakwah kepada Allah di manapun kamu berada." Beribadahlah kepada  Allah ta'la seakan- akan engkau melihatnya, dan seandainya engkau tidak melihatnya, maka sungguh Dia melihatmu. Dengan perasaan yang mulia inilah yang akan menjadikan hati seseorang hidup. Adapun bila mati hati seorang dan hilang perasaan- perasaan ini-aku berlindung kepada Allah ta'ala- maka janganlah kamu tunggu kecuali semua musibah, wal'iyadzubillah-aku berlindung kepada Alkah ta'ala. Hati yang bertakwa bagaikan bagaikan pakaian yang bersih, tidak menerima kotoran apapun. Hati yang mati tidak akan merasakan apa-apa, walaupun kamu sayat dengan pisau, kamu lempar dengan pisau kecil atau besar, ataupun dengan tombak, tidak akan terasa? Karena sesungguhnya dia telah mati. Kita memohon kepada  Allah ta'ala keselamatan. Sumber: http://www.mediafire.com/view/?r86h8n18t069tt7 Abu Zufa Anas Diambil dari al-Ukhuwwah
10 tahun yang lalu
baca 2 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kita tidak mungkin diam dari kebatilan

KITA TIDAK MUNGKIN DIAM DARI KEBATILAN DAN PENYIMPANGAN [ Bantahan Indah Untuk Ahlut Takhdzil (Penggembos) dan Mumayyi' (Anti Tahdzir) ] Oleh: . Asy Syaikh Sholih Fauzan bin Abdullah Fauzan Al-Fauzan  -hafidzahullah- ✹ ✹ ✹ وَأَنَّ هَـذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيماً فَاتَّبِعُوهُ ﴿١٥٣ ﴾ "Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia." [Q.S. Al-An’aam :153.] Siapapun yang mendatangi kita dan menginginkan agar kita keluar dari jalan (shirothol mustaqim) ini maka sungguh kita: PERTAMA : Menolaknya. KEDUA      : Tidak cukup bagi kita sekedar menolak saja KARENA kita harus menerangkannya dan MENTAHDZIR darinya (orang-orang yang keluar  dari jalan yang lurus). ﻧﺤــﺬﺭ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻣﻨــﻪ ﻭﻻﻳﺴﻌﻨﺎ ﺍﻟﺴﻜــﻮﺕ ﻋﻠﻴﻪ؛ ﻷﻧــﻪ ﺇﺫﺍ ﺳﻜﺘﻨﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻏﺘﺮ ﺑــﻪ ﺍﻟﻨﺎﺱ.. Kita mentahdzirnya dan tidak mungkin untuk kita diam atasnya. SEBAB andaikata kita BUNGKAM darinya, orang-orang pasti TEPERDAYA OLEHNYA. Terlebih-lebih apabila ia seorang yang fasih, handal berbicara, pintar menulis, dan ahli seni budaya maka mereka akan tertipu olehnya. Mereka akan berucap: “Ini seorang yang ahli dan termasuk pemikir” sebagaimana terjadi sekarang!! ﻓﺎﻟﻤﺴﺎﻟــﺔ ﺧﻄﻴﺮﺓ ﺟــــﺪﺍ ، ﻭﻫــﺬﺍ ﻓﻴﻪ ﻭﺟﻮﺏ ﺍﻟــﺮﺩ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺨـــﺎﻟﻒ، Sehingga permasalahannya (jika kita bungkam) SANGAT BERBAHAYA. Dan ini tersirat di dalamnya KEWAJIBAN RUDUD/ MEMBANTAH  SESEORANG YANG MENYELISIHI JALAN YANG LURUS. Berlawanan dengan apa yang mereka katakan: ﺍﺗﺮﻛــﻮﺍ ﺍﻟـــﺮﺩﻭﺩ ﺧﻠﻮﺍ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻛﻞ ﻟــﻪ ﺭﺃﻳﻪ ﻭﺍﺣﺘﺮﺍﻣــ ﻪ ﻭﺣﺮﻳﺔ ﺍﻟﺮﺍﻱ ﻭﺣﺮﻳﺔ ﺍﻟﻜﻠﻤــﺔ ؛ TINGGALKAN RUDUD (BANTAHAN-BANTAHAN), BIARKAN ORANG-ORANG,  MASING-MASING MEMILIKI PANDANGAN DAN PEMULIAAN SERTA KEBEBASAN BERPIKIR DAN BERBICARA!! Dengan ucapan seperti ini akan MEMBINASAKAN UMMAT. Para salaf dahulu tidak diam dari semisal orang-orang ini.. Mereka (salaf) MEMBONGKAR KEJELEKAN dan membantah mereka ini karena memahami bahaya mereka (penyelisih jalan yang lurus  ini) terhadap ummat. Kita TIDAK MUNGKIN DIAM dari kejelekan mereka di saat mesti dijelaskan apa yang Allah turunkan. Jika tidak, kita akan termasuk golongan yang Allah berfirman tentang mereka: إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ ﴿١٥٩﴾ "Sesungguhnya orang-orang yang MENYEMBUNYIKAN apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu DILAKNATI ALLAH dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati."[ Q.S. Al-Baqarah: 159]. ﻓﻼﻳﻘﺘﺼﺮ ﺍﻷﻣــــﺮ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺒﺘﺪﻉ ؛ ﺑﻞ ﻣﻦ ﺳﻜﺖ ﻋﻨــﻪ ، ﻣﻦ ﺳﻜﺖ ﻋﻨﻪ ﻳﺘﻨﺎﻭﻟــﻪ ﺍﻷﻣﺮ ﻭﺍﻟﻌﻘـــﺎﺏ ؛ ﻷﻥ ﺍﻟﻮﺍﺟﺐ ﺍﻟــﺮﺩ ﻭﻫﺬﻩ ﻭﻇﻴﻔﺔ ﺍﻟـــﺮﺩﻭﺩ ﺍﻟﻌﻠﻤﻴﺔ ، Maka perintah (menjelaskan) itu TIDAK sekedar tertuju kepada mubtadi’ saja; bahkan (termasuk) orang-orang yang BUNGKAM DARI MENJELASKAN (AL-HAQ) . Seseorang yang bungkam darinya akan terkena perintah dan hukuman (di dalam ayat) karena yang wajib adalah MEMBANTAH, dan ini tugas membantah secara ilmiah. Rudud/Bantahan ilmiyyah  (dari para ulama) banyak tersedia sekarang di maktabah kaum muslimin yang seluruhnya membela Shirothol mustaqim (jalan yang lurus) dan mentahdzir dari mereka-mereka ini. Sehingga sudah tidak laku lagi pemikiran itu atas kita, pemikiran slogan “kebebasan berpendapat”, “kebebasan berbicara”, dan seterusnya…. ﻧﺤﻦ ﻣـــﺎ ﻗﺼﺪﻧﺎ ﺍﻵﺧـــﺮ ؛ ﻗﺼﺪﻧﺎ ﺍﻟﺤﻖ ، ﻣﺎ ﻗﺼﺪﻧﺎ ﻧــــﺠﺮﺡ ﺍﻟﻨﺎﺱ ، ﻭﻻﻧﺘﻜﻠﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺱ ،ﺍﻟﻘﺼﺪ ﻫﻮ ﺑﻴﺎﻥ ﺍﻟﺤﻖ ' ﻫﺬﻩ ﺍﻣﺎﻧﺔ ﺣﻤﻠﻬـــﺎ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻌﻠﻤـــﺎﺀ ' Kita tidak bermaksud yang lain; yang kita inginkan adalah kebenaran BUKAN MELUKAI KEHORMATAN PRIBADI SESEORANG. Dan bukan tujuannya membincangkan seseorang. Yang dikehendaki adalah MENJELASKAN KEBENARAN. Ini adalah amanah yang Allah telah membebankannya kepada ulama. Dan tidak boleh untuk diam terhadap semisal mereka-mereka ini.  Namun yang menyedihkan apabila seseorang datang membantah mereka ini, serta-merta mereka berujar: “INI SIKAP  YANG TERGESA-GESA…PADA DIRIMU ADA SIFAT DEMIKIAN DAN DEMIKIAN. ORANG INI TIDAK BERHAK UNTUK DIBANTAH, SEANDAINYA DIDIAMKAN PERKARANYA TIDAK AKAN MEMBESAR KEMANA-MANA” dan yang selainnya dari bisikan-bisikan (syubhat).. ﻓﻬـــﺬﺍ ﻻ ﻳﺨﺬﻝ ﺃﻫــﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺃﻥ ﻳﺒﻴﻨﻮﺍ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﺷﺮ ﻫﺆﻻﺀ ﺍﻟﺪﻋـــﺎﺓ ﺍﻟﻀﻼﻝ ، Maka sikap (lembek) ini tidak akan mampu menggembosi ulama untuk mereka menjelaskan bagi manusia tentang kejelekan para da'i yang sesat ini.  Tidak diterima dari mereka (syubhat tersebut). Namun kita katakan: Seharusnya seorang ulama dan bukan setiap orang yang membantah. Suatu kemestian, tidak menegakkan bantahan kecuali ulama (pemilik bashiroh) yang mereka: Mengetahui yang salah dari yang benar, Mengetahui yang benar dari yang bathil, Dan mengetahui bagaimana cara membantah dan apa argumen-argumen dan jawaban atas syubhat-syubhat itu.” www.albaidha.net/vb/showthread.php?t=52231  ✲✹✲ Sumber:  Syarhus Sunnah Al-Barbahariy, Syarh Asy-Syaikh Sholih bin Fauzan al-Fauzan, kaset  ke-13. Alih Bahasa :  Al-Ustadz Abu Yahya Al-Maidany (Solo) hafidzahullah [FBF-5] _____________________ مجموعـــــة توزيع الفـــــوائد  WA Forum Berbagi Faidah [FBF] | www.alfawaaid.net
10 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kebahagiaan yang sejati

Berkata Ibnul Qoyyim dalam kitab … [مفتاح دار السعادة]  .             ________________ السعادة الحقيقية هي سعادة نفسانية روحية قلبية Kebahagiaan yang SEJATI adalah kebahagiaan yang ada pada JIWA , RUH dan HATI…❗ وهي سعادة العلم النافع yaitu KEBAHAGIAAN berupa ILMU yang BERMANFAAT… ______________________ ثمرته buah dari ILMU yang bermanfaat tersebut ialah: ______________________ فإنها هي الباقية على تقلب الأحوال ILMU senantiasa tetap ada meskipun kondisi sering berubah-ubah والمصاحبة للعبد في جميع أسفاره Dan senantiasa menemani seorang hamba dalam seluruh safarnya وفي دوره الثلاثة dan senantiasa menemani seorang hamba pada 3 negeri… -أعني: دار الدنيا ودار البرزخ  ودار القرار- yaitu: negeri dunia, negeri barzakh ( alam qubur ) dan negeri yang kekal abadi (negeri akherat/ setelah ditegakkannya hari kiamat) وبها يترقى معارج الفضل ودرجات الكمال dan dengan ILMU yang bermanfaat seorang HAMBA bisa naik pada tangga-tangga keutamaan dan derajat-derajat KESEMPURNAAN… كلما طال الأمد ازدادت قوة وعلوا..... semakin panjang masa (dia belajar/ilmu tadi bersama seorang hamba)-maka- semakin bertambah kuat dan tinggi (ilmunya)... Dan Abu Darda -رضي الله تعلى عنه- berkata sebagaimana yang disebutkan pada kitab … [جامع بيان العلم وفضله لابن عبد البر] : يرزق الله العلم السعداء ويحرمه الأشقياء ALLAH -عز وجل- memberikan rizqi berupa ILMU kepada orang-orang yang BERBAHAGIA dan tidak memberikannya kepada orang-orang yang SENGSARA… ...akan tetapi betapa banyak orang-orang yang lalai dari KEBAHAGIAAN ini.... engkau lihat salah seorang dari mereka SEMANGAT dalam mengumpulkan DINAR (mata uang dari emas) dan DIRHAM (mata uang dari perak) mereka "menumpuk harta" SEMANGAT dalam mencari trik mengais PENGHASILAN serta memperbanyak UANGnya hanya saja engkau dapati dia ZUHUD (merasa tidak butuh) untuk mengetahui-mempelajari- AGAMAnya dan dia merasa rintangan-rintangan dalam menuntut ILMU sangat banyak. يجزع أحدهم إذا خسر القليل من ماله، ولايجزع إذا خسر الكثير من دينه! salah seorang dari mereka mengeluh apabila RUGI SEDIKIT dari HARTAnya, dan tidak mengeluh apabila RUGI BANYAK dari AGAMAnya❗ ويفرح إذا استفاد القليل من المال، ولا يفرح إذا استفاد علما من دينه! dia gembira apabila mendapatkan UNTUNG SEDIKIT dari harta, dan tidak senang mendapatkan untung-faidah- berupa ILMU dari AGAMAnya❗ ~~~~~~~~~~~~~~~~ نقل عن الكتاب: الأسباب العشر لانشراح الصدر للشيخ محمد بن عمر بن سالم بازمول حفظه الله تعالى alih bahasa Abul Mundzir Cirebon ~~~~~~~~~~~~~~~~ Forum Salafy Banjarnegara 19 jumadal ulaa 1436
10 tahun yang lalu
baca 3 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

orang-orang yang mensucikan diri

Manusia adalah tempat salah dan lupa. Tak seorang pun yang berani menjamin dirinya akan tetap terjaga, tidak tercebur dalam kubang maksiat. Dan kini, bisa jadi ia hidup dalam ketaatan. Namun, apakah ia lantas berani menyatakan dirinya akan terus menerus dalam ketaatan itu? Qalbu manusia ada di antara dua jari dari jari jemari Ar-Rahman. Ketergelinciran, tak memandang bulu. Seorang alim pun bisa saja jatuh terpuruk. Dalam lintasan sejarah hidup .manusia, tertoreh kisah keterpurukan itu. Akan tapi, sebaik-baik manusia yang tenggelam dalam lumpur dosa adalah yang mau mengentaskan diri. Ia bangkit, berkemas meninggalkan maksiat. Ia sesali dosa-dosa yang melumuri dirinya. Ia berazam, berbulat tekad, tak akan mengulang kesalahan telah terjadi. Lembaran kelam dalam hidupnya ditutup. Lembaran baru nan putih bersih ia jejaki. Ia memulai hidup baru sebagai manusia yang bertaubat. “Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian ia bertaubat dengan segera. Maka, mereka itulah yang diterima Allah taubatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [Q.S. An-Nisa:17]. “Maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” [Q.S. An-Nashr:3]. Abu Musa, Abdullah bin Qais Al Asy ’ari radhiyallahu 'anhu menyampaikan pernyataan Nabi shallallahu 'alaih wasalam, sabda beliau yang artinya, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta'ala membentangkan tangan-Nya pada waktu malam untuk menerima taubat seseorang yang berbuat kesalahan kala siang hari. Allah pun membentangkan tangan-Nya pada waktu siang hari untuk menerima taubat seseorang yang berbuat kesalahan kala malam hari, hingga matahari terbit dari tempat tenggelamnya (arah barat).” [H.R. Muslim, no.2759]. Pintu taubat senantiasa terbuka luas. Allah subhanahu wa ta'ala Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya. Karenanya, bersegeralah memohon ampun kepada-Nya. Bertaubat kepada-Nya. Tak perlu menunggu waktu atau menunda-nunda. Sebab, tak seorang pun tahu kapan ajal menjemputnya. Seorang shahabat bernama Ma’iz bin Malik radhiayallahu 'anhu mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ia menyengaja menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasalam. Ia ingin mengungkapkan apa yang selama ini tersimpan di dadanya. Saat bertemu, kesempatan itu tak disia-siakan. Ma’iz  berterus terang kepada Nabi atas apa yang telah dilakukannya. Dirinya telah terjatuh kepada perbuatan dosa. Kata Ma’iz radhiyallahu 'anhu, “Wahai Rasulullah, sucikanlah aku.” Ma’iz memohon kepada Rasulullah. “Ada apa dengan dirimu? Kembalilah engkau. Mintalah ampun kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya.” Kata Rasulullah memberi bimbingan kepada Ma’iz. Mendengar ucapan mulia dari lisan Khalilullah (Kekasih Allah), Ma’iz  pun beranjak. Ia kembali ke tempat asalnya. Namun selang berapa lama, Ma’iz  berupaya lagi menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam. Ma’iz  pun meminta kepada beliau agar membersihkan dirinya dari dosa. “Wahai Rasulullah, sucikanlah daku.” Pintanya penuh harap. Jawaban Rasulullah pun sama saat kali pertama ia menemui beliau. “Ada apa dengan dirimu? Kembalilah engkau. Beristighfarlah kepada Allah. Bertaubatlah kepada-Nya.” Demikian yang disampaikan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam kepada Ma’iz radhiyallahu 'anhu. Setelah mendengar itu, Ma’iz  pun kembali. Apa yang dicitakan tak terkabulkan saat itu. Nabi ` menginginkan agar Ma’iz menutup masalahnya dengan memohon ampun dan bertaubat kepada Allah Yang Maha Penyayang. Untuk kali ketiga, Ma’iz berusaha lagi menghadap Rasulullah. “Wahai Rasulullah, sucikanlah diriku.” Pintanya. Nabi menimpali dengan jawaban yang sama ketika dirinya datang pada kali pertama dan kedua. Hingga, untuk kali keempat Ma’iz tetap menemui kembali Rasulullah. Yang ia pinta sama, “Wahai Rasulullah, sucikanlah diriku.” Rasulullah pun bertanya balik, “Lantaran perbuatan apa (sehingga) engkau harus disucikan?” Ma’iz radiyallahu 'anhun menjawab, ”Lantaran perbuatan zina.” Untuk masalah ini, Rasulullah pun menanyakan perihal Ma’iz kepada kaumnya. “Apakah Ma’iz memiliki penyakit gila?” . Maka kaumnya mengabarkan kepada Rasulullah, bahwa Ma’iz tidak mengidap sakit jiwa. Lantas Nabi bertanya kepada seseorang, “Apakah dia dalam keadaan telah minum khamer (mabuk)?” Mendengar pertanyaan Nabi ` semacam itu, seorang laki-laki lalu membaui Ma’iz . Orang tersebut tak mendapati bau khamer (minuman keras) pada diri Ma’iz. Lantas Rasulullah bertanya kepada Ma’iz, “Apakah dirimu telah berbuat zina?” “Ya.” Jawab Ma’iz z singkat. “Apakah engkau memahami apakah zina itu?” Tanya Rasulullah lebih menukik. Ma’iz menjawab, “Ya. Zina, yaitu ketika seorang laki-laki mendatangi wanita yang diharamkan baginya sebagaimana seorang suami mendatangi istrinya.” Rasulullah pun lantas bertanya kembali, “Apakah engkau melakukan terhadap wanita itu?” “Ya.” Jawab Ma’iz. "Hingga keadaannya sebagaimana jarum celak masuk ke dalam botolnya, atau tali timba masuk ke dalam sumur?” Tanya Rasulullah lebih mendalam. Ma’iz  pun memberi jawaban singkat, “Ya.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam  lantas memerintahkan untuk merajam Ma’iz . Tanah pun digali guna menanam tubuh Ma’iz. Saat itu, orang-orang terpilah dua. Sekelompok orang mengatakan tentang dia, “Sungguh ia telah celaka. Telah dibalas kesalahannya dengan hukuman rajam itu.” Sebagian orang lagi mengatakan, “Tiada taubat yang lebih utama dari taubatnya Ma’iz. Sungguh, ia telah datang kepada Nabi, lantas ia letakkan tangannya pada tangan beliau seraya berucap, ‘Bunuhlah aku dengan batu’.” Hukum rajam pun dilaksanakan. Ma’iz bin Malik radhiyallahu 'anhu akhirnya meninggal dunia melalui hukuman tersebut. Kemudian Rasulullah mendatangi para shahabat, tatkala mereka tengah duduk-duduk. Rasulullah pun memberi salam, lantas duduk bersama mereka. “Mohonkanlah ampunan bagi Ma’iz bin Malik.” Kata Rasulullah memerintahkan kepada para shahabat. Kemudian para shahabat pun mendoakan Ma’iz bin Malik. “Semoga Allah mengampuni Ma’iz bin Malik.” Demikian doa itu terucap dari para shahabat. Rasulullah bersabda, “Sungguh ia telah bertaubat dengan sebuah taubat, yang apabila dibagikan kepada umat, benar-benar taubat itu mencukupi mereka.”  Di antara faedah dari kisah Ma’iz bin Malik, bahwa hukuman had (pidana berdasar hukum Islam) bisa memupus dosa kemaksiatan yang melekat pada seseorang. Demikian pula dosa maksiat yang masuk kategori dosa-dosa yang besar (kaba’ir), bisa gugur dengan cara bertaubat kepada Allah . Wallahu a’lam. [Sumber rujukan kisah ini lihat Shahih Muslim, no.1694-1695, Syarhu Riyadhi Ash-Shalihin, Kitabu Al-Adab, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, dan Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, Kitabu Al-Hudud, karya An-Nawawi].   Dikutip dari Majalah Qudwah Edisi 2
10 tahun yang lalu
baca 5 menit
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

10 tips agar mencintai dan dicintai allah

Salah satu jenis mahabbah (cinta) adalah mahabbah Ibadah atau cinta yang bernilai ibadah. Kita tahu bahwa ibadah hanya ditujukan hanya kepada Allah, sehingga cinta ibadah hanya ditujukan kepada-Nya. Sekali meleset maka dapat jatuh kepada kesyirikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ “…Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hati kalian.” (al-Hujurat: 7) وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ “Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah.” (al-Baqarah: 165) Asy-Syaikh al-‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Sesungguhnya mencintai Allah termasuk ibadah yang paling penting dan paling utama serta merupakan landasan agama. Sebab, mencintai Allah mengharuskan ikhlas kepada-Nya, menaati perintah-Nya, meninggalkan larangan-Nya, dan tunduk kepada-Nya.” (Syarh Kitab at-Tauhid, Ibnu Baz, hlm. 162) Cinta kepada Allah inilah cinta yang hakiki. Ia menjadi sebab kebahagiaan hati seorang hamba sekaligus menjadi sebab terasa manisnya iman, ketaatan, dan ibadah kepada-Nya. Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan sepuluh sebab agar seorang hamba mencintai Allah (mahabbatullah) dan dicintai oleh Allah: Membaca al-Qur’an dengan mentadabburi dan memahami kandungannya sesuai dengan maksudnya. Mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah sunnah setelah melakukan ibadah-ibadah wajib. Sesungguhnya hal ini akan mengantarkannya ke derajat ‘dicintai’ setelah mencapai derajat ‘mencintai’. Senantiasa berzikir kepada Allah pada setiap keadaan, baik dengan lisan, hati, maupun amalan. Mendahulukan kecintaan kepada Allah daripada kecintaan kepada diri sendiri ketika diliputi hawa nafsu. Mengenal Allah, nama-nama-Nya, dan sifat-sifat-Nya. Merenungi/menghayati kebaikan dan ihsan-Nya serta berbagai nikmat-Nya, baik yang lahir maupun yang batin. Ketundukan hati secara total di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Hati khusyuk kepada-Nya, merendahkan diri, dan membutuhkan-Nya. Menyendiri untuk beribadah, shalat malam, bermunajat, dan memohon ampun, serta bertobat kepada Allah pada akhir malam. Bermajelis dengan muhibbin (orang-orang yang mencintai Allah) dan shiddiqin (orang-orang yang sangat jujur) untuk memetik kebajikan perkataan mereka. Menjauhi sebab-sebab yang menghalangi hati dari Allah. (Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim 3/17 dengan sedikit diringkas dan disesuaikan) Dikutip dari Majalah Qonitah dengan sedikit tambahan.
10 tahun yang lalu
baca 2 menit