Segala puji hanya bagi Allah. Selawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad yang tidak ada nabi setelah beliau. Selanjutnya:
Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah melihat pertanyaan yang diterima Ketua Umum, yang berasal dari penanya Muhammad bin Nashir bin Abdul Karim, melalui hakim pengadilan, Hafr al-Batin, yang kemudian dilimpahkan kepada Komite, dari Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior, dengan nomor 1426, tanggal 17/5/1412 H. Penanya telah menyampaikan pertanyaan yang disertai surat dari hakim. Berikut adalah bunyi pertanyaannya:
Dalam pertanyaan ini Anda akan menemukan lampiran foto copy wasiat Nashir bin Muhammad bin Abdul Karim Rahimahullah. Kami telah meminta keterangan dari anaknya, Muhammad, tentang kebenaran apa yang disebutkan ayahnya bahwa setengah dari sepertiga harta adalah untuknya sedangkan setengahnya lagi untuk kurban dia dan kedua orang tuanya. Apakah hal itu benar, terutama jika seluruh ahli waris menyetujuinya?
Selain itu, dia mengatakan bahwa sepertiga harta (secara keseluruhan) sekarang menjadi jumlah yang sangat kecil dan tidak mungkin dikembangkan atau digunakan untuk membangun rumah yang hasilnya dapat digunakan untuk melaksanakan wasiat. Dia bertanya: apakah uang tersebut boleh disedekahkan untuk masjid? Perlu diketahui bahwa pertanyaan seperti ini sangat banyak, lebih-lebih karena banyak wasiat yang terlantar dan tidak terurus, terutama setelah orang yang diberi wasiat meninggal dunia. Kami berharap Anda berkenan memberikan fatwa kepada kami dalam masalah ini.
Selain itu, Komite juga membaca wasiat yang berbunyi: Nashir bin Muhammad bin Abdul Karim menyatakan bahwa saat membuat pernyataan ini dia dalam keadaan sehat, baik secara fisik maupun mental. Dengan ini dia menyatakan bahwa dia menghibahkan setengah dari sepertiga (1/6) hartanya kepada anaknya, Muhammad, sementara yang setengahnya lagi adalah untuk membeli hewan kurban dia dan kedua orang tuanya, Muhammad dan Mudhi. Saya telah memberikan kuasa kepada anak saya, Muhammad, untuk membeli dan membagikan hewan kurban tersebut.
Sisa uang setelah dibelikan hewan kurban adalah halal untuknya dan dia bebas membelanjakannya seperti saat dia membelanjakan hartanya sendiri. Saya tidak memperkenankan kepada siapapun, baik ahli waris maupun yang lainnya, untuk menentangnya dalam membelanjakan sepertiga harta, baik secara keseluruhan maupun (seperenam harta) yang berkaitan dengan hewan kurban. Wasiat ini disaksikan oleh Abdul Aziz bin Sulaiman bin Nuh dan Muhammad Abdullah Abdul Karim, disaksikan dan dicatat di hadapan Hamad bin Nashir bin Dhawi.
Alasan Nashir menghibahkan setengah dari sepertiga (1/6) harta kepada anak laki-lakinya adalah: Nashir menyebutkan bahwa anaknya, Muhammad, ingin pergi dari rumah untuk bekerja. Akhirnya Nashir memutuskan agar anaknya tersebut tetap bersamanya dan mengurusi pekerjaannya karena Nashir ingin istirahat. Sebagai gantinya, dia akan menghibahkan setengah dari sepertiga (1/6) hartanya. Inilah cara Nashir menghibahkan hartanya kepada anaknya, dengan disaksikan orang-orang yang telah kami sebutkan di atas. Wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad (Semoga selawat senantiasa tercurahkan kepada nabi kita, Muhammad).
Pertama, Pemberian hibah Nashir atas setengah dari sepertiga (1/6) hartanya kepada anak laki-lakinya sebagai imbalan atas pekerjaannya mengurus bisnis ayahnya semasa hidupnya termasuk upah dan hukumnya boleh-boleh saja, lebih-lebih seluruh ahli waris telah menyetujuinya dan tidak terjadi sengketa di antara mereka.
Kedua, Wakaf yang berupa seperenam harta warisan harus tetap digunakan untuk hal-hal yang telah ditentukan. Wakil (pemegang/wali wasiat) hendaknya berusaha mengembangkannya meskipun jumlahnya sangat sedikit. Jika hasilnya tidak cukup untuk membeli hewan kurban setiap tahun, ia dapat dibelikan hewan kurban setelah uang yang terkumpul mencukupi meskipun butuh waktu bertahun-tahun. Menyedekahkan harta tersebut untuk masjid jelas bertentangan dengan wasiat yang diberikan pemberi wakaf.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.