Hadits

Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

kisah orang yang terakhir masuk surga

DIA PUN AKHIRNYA MASUK SURGA Al-Ustadz Abu Ismail Muhammad Rijal, Lc حفظه الله تعالى Sebuah kisah nabawi diriwayatkan oleh Imam Muslim. Beliau riwayatkan dari shahabat Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه, satu petikan peristiwa mengharukan dan penggugah semangat bagi para pencari kebahagiaan. lnilah kisah orang terakhir yang keluar dari neraka. Dia pula orang terakhir yang memasuki jannah dengan derajat yang paling rendah. Alkisah, setelah shirath (jembatan) dipancangkan di atas neraka Jahannam, sementara di sisi-sisinya pengait-pengait tajam laksana duri pohon Sa'dan, manusia diperintah untuk menyeberanginya. Terbagilah mereka menjadi 3 golongan besar. Golongan pertama, mereka yang selamat tanpa halangan. Ada yang berjalan secepat kilat, ada yang berjalan sekejap mata, ada yang berlari seperti kuda, dan seterusnya. Mereka berjalan sesuai amalan ketika di dunia. Golongan kedua. mereka yang selamat menyeberangi shirat, namun terluka terkena sambaran-sambaran pengait. Adapun golongan ketiga, mereka adalah orang-orang yang tersungkur ke jurang neraka jahannam. Merekalah orang-orang kafir, kaum munafik, yaitu orang kafir yang menampakkan keislamannya, atau kaum muslimin yang lebih berat amalan keburukannya ketimbang kebaikannya. Selang beberapa waktu, para penghuni neraka yang masih memiliki iman dikeluarkan satu per satu. Ada yang mendapat syafa'at malaikat, para nabi, atau kaum mukminin dari penduduk surga. Demikianlah, banyak dari penduduk neraka dari kalangan pemeluk agama tauhid dikeluarkan. Hingga yang paling terakhirnya adalah seorang yang dikisahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam sabda beliau: إِنِّي لَأَ عْلَمُ آخِرَ أَهْلِ النَّارِ خُرُوجًا مِنْهَا وَآخِرَ أَهْلِ الْجَنَّةِ دُخُولاً الْجَنَّةَ رَجُلٌ يَخْرُجُ مِنْ النَّارِ حَبْوًا فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ قَالَ فَيَأْتِيهَا فَيُخَيَّلُ إِلَيْهِ أَنَّهَا مَلْأَى فَيَرْجِعُ فَيَقُولُ يَا رَبِّ وَجَدْتُهَا مَلْأَى فَيَقُولُ اللَّهُ لَهُ اذْهَبْ فَادْخُلْ الْجَنَّةَ فَإِنَّ لَكَ مِثْلَ الدُّنْيَا وَعَشَرَةَ أَمْثَالِهَا أَوْ إِنَّ لَكَ عَشَرَةَ أَمْثَالِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَقُولُ أَتَسْخَرُبِي؟ أَوْ أَتَضْحَكُ بِي وَأَنْتَ الْمَلِكُ قَالَ لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحِكَ حَتَّى بَدَتْ نَوَاجِذُهُ قَالَ فَكَانَ يُقَالُ ذَاكَ أَدْنَى أَهْلِ الْجَنَّةِ مَنْزِلَةً ”Sungguh, Aku tahu seorang penduduk neraka yang paling akhir keluar darinya, seorang penduduk jannah yang paling akhir masuk ke dalam surga. Dialah seorang lelaki yang keluar dari neraka dengan keadaan merangkak. Allah سبحانه وتعالى berfirman kepadanya, ’Pergilah, masuklah engkau ke dalam jannah’ LaIu dia mendatangi jannah. Namun dikhayalkan kepadanya bahwa jannah telah penuh. Maka, dia kembali seraya berkata, ’Wahai Rabb-ku, aku mendapati jannah telah penuh.’ Allah سبحانه وتعالى berfirman kepadanya, ’Pergilah, masuklah engkau ke dalam jannah ! Sekali Iagi dia mendatangi jannah. Namun kembali dikhayalkan bahwa jannah telah penuh. Dia pun kembali seraya berkata, ’Wahai Rabb-ku, aku mendapati jannah telah penuh.’ Allah سبحانه وتعالى berfirman Iagi kepadanya, ’Pergilah, masuklah ke dalam jannah! Sesungguhnya untukmu semisal dunia dan sepuluh kalinya, -atau untukmu sepuluh kali dunia-.’ Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ’Laki-Iaki itu berkata, 'Apakah engkau memperolok-olok aku, padahal Engkau adalah Raja? Abdullah bin Mas’ud رضي الله عنه, ’Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tertawa sampai nampak gigi geraham beliau.’ Dan dikatakan bahwa orang itu adalah penduduk surga yang paling rendah derajatnya." [H.R. Muslim]. Subhanallah, inikah penduduk jannah terakhir? Allah سبحانه وتعالى berikan kenikmatan kepadanya semisal dunia dan sepuluh kali lipatnya! Betapa indahnya jannah. Andai kita diberi semisal kerajaan Nabi Sulaiman عليه السلام -yang merupakan sebagian kecil dari kenikmatan dunia- andai itu yang Allah سبحانه وتعالى berikan di dunia ini, niscaya sudah merupakan kenikmatan besar. Lalu apakah terbayang kenikmatan penduduk jannah yang paling rendah ini❓ Demi Allah, tidak terbayang betapa besar dan indahnya. Pembaca Qudwah yang mulia, kisah di atas diriwayatkan pula dengan lebih rinci dalam riwayat Iain. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengabarkan bahwa orang yang terakhir masuk surga adalah orang yang setiap kali melangkah, ia tersungkur dan dihanguskan oleh api neraka. Tatkala orang itu telah melewati neraka, dia menoleh ke arah neraka lalu berkata, ”Maha Suci Allah yang telah menyelamatkanku darimu (neraka), sungguh Dia telah memberiku sesuatu yang tidak pernah Dia berikan kepada orang lain dari umat yang pertama dan umat yang terakhir.” [H.R. Muslim] Sesungguhnya ia adalah manusia terendah dari penduduk jannah. Namun, ia merasa dialah orang yang paling beruntung dan tidak ada yang lebih beruntung darinya. Demi Allah, dia telah memperoleh keberuntungan yang hakiki. Dia diselamatkan dari neraka dan  dimasukkan ke dalam jannah. Allah سبحانه وتعالى berfirman, فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ "Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." [Q.S. Ali Imran: 185] Bukan kepingan emas yang menjadi patokan kebahagiaan. Bukan pula ekor-ekor sapi dan luasnya perkebunan. Semua itu hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melanjutkan sabda beliau, ”Kemudian orang tersebut ditunjukkan pada sebuah pohon. Lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb❗️Dekatkan aku dengan pohon ini agar aku bisa berteduh dan meminum airnya.’ Maka Allah سبحانه وتعالى berfirman, 'Wahai anak Adam, jika Aku kabulkan permintaanmu, mungkin engkau akan meminta lagi yang Iain.’ Orang itu menjawab, ’Tidak. Wahai Rabbku.’ Allah Ialu mengambil janji darinya untuk tidak meminta lagi yang lain dari Allah. Dan Allah سبحانه وتعالى menerima alasan orang itu yang telah melihat sesuatu, kemudian ia tidak sabar untuk tidak memintanya. Allah سبحانه وتعالى pun mendekatkannya ke pohon tersebut. Sehingga ia berteduh dan meminum airnya. Tinggallah orang ini di bawah pohon pertama sekehendak Allah سبحانه وتعالى. Kemudian orang itu ditunjukkan kepada pohon lain yang Iebih bagus dari pohon yang pertama. Orang itu berkata, ”Wahai Rabbku. Dekatkanlah diriku kepada pohon itu. Agar aku bisa meminum airnya serta berteduh di bawahnya, dan aku tidak akan meminta yang Iain lagi.” Maka Allah سبحانه وتعالى berfirman, ’Wahai anak Adam, bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta yang lain? Jika Aku dekatkan dirimu ke pohon itu, mungkin engkau akan meminta lagi yang lain.' Kembali Allah سبحانه وتعالى menerima atasan orang itu. Karena Dia mengetahui ketidaksabarannya. Allah سبحانه وتعالى pun dekatkan orang tersebut kepada pohon kedua, kemudian ia berteduh dan meminum mya. Kali yang ketiga orang itu ditunjukkan pada sebuah pohon di pintu surga. Pohon yang lebih bagus dari dua pohon sebelumnya. Kemudian orang itu berkata, ”Wahai Rabbku! Dekatkanlah aku kepada pohon itu agar aku bisa berteduh dan meminum airnya. Aku tidak akan meminta yang Iain lagi kepada-Mu.” Kemudian Allah سبحانه وتعالى berfirman, ”Hai manusia! Tidakkah engkau telah berjanji kepada-Ku untuk tidak meminta yang Iain lagi dari-Ku?’ Orang itu menjawab, ”Ya, wahai Rabbku❗️ Kali ini saya tidak akan meminta yang lain lagi kepada-Mu.” Allah سبحانه وتعالى menerima alasan orang itu. Karena Dia mengetahui ketidaksabarannya. Allah سبحانه وتعالى pun mendekatkannya kepada pohon tersebut. Ketika Allah سبحانه وتعالى mendekatkan orang itu kepada pohon tersebut, orang itu mendengar suara penghuni jannah. Subhanallah, kenikmatan jannah di depan mata. Suara penduduk jannah yang penuh kebahagiaan terdengar di telinga orang itu, hingga ia pun tidak sabar untuk berkata kepada Rabbnya, sebagaimana Rasulullah ﷺ kisahkan, "Wahai Rabbku❗️ Masukkanlah aku ke dalam jannah" Allah سبحانه وتعالى berfirman, ”Hai Anak Adam. Mengapa engkau mengingkari janjimu pada-Ku❓ Ridhakah engkau jika Aku memberimu dunia ditambah dengan yang semisalnya"' Betapa besarnya kasih sayang Allah. Dia tetapkan orang itu sebagai penduduk jannah. Seakan tak percaya, orang itu menjawab, ”Wahai Rabbku! Apakah Engkau mengolok-olok aku, sedangkan Engkau adalah Rabbul'alamin?" Kemudian Ibnu Mas'ud رضي الله عنه tertawa. Lalu berkata, "Tidakkah kalian bertanya tentang apa yang membuatku tertawa?" Mereka menjawab, “Mengapa engkau tertawa?" Ibnu Mas’ud رضي الله عنه menjawab, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dahulu juga tertawa. Para shahabat رضي الله عنهم kala itu pun bertanya, ”Apa yang membuat Anda tertawa wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, ”Karena tertawanya Penguasa alam semesta ketika orang tersebut mengatakan kepada Allah, ’Apakah Engkau menertawakan saya sedangkan Engkau adalah Penguasa alam semesta?’ Allah سبحانه وتعالى berfirman, "Sesungguhnya Aku tidak menertawakanmu. Tetapi Aku Maha Kuasa atas apa yang Aku kehendaki." Hadits yang panjang ini diriwayatkan oleh Imam Muslim رحمه الله dalam kitab Shahih beliau. Faedah Kisah: 1. Kisah yang agung ini menunjukkan besarnya kenikmatan jannah. Penduduk jannah yang terakhir saja mendapatkan semisal dunia dan dilipatkan sepuluh kali lipatnya. Lalu bagaimana dengan penduduk jannah yang di atasnya? Bagaimana pula dengan derajat tertinggi yang telah Allah sediakan bagi kekasihnya, Muhammad bin Abdillah shallallahu alaihi wasallam? Benarlah firman Allah سبحانه وتعالى: فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ ”Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.”  [Q.S. As-Sajdah: 17]. 2 Kisah ini menunjukkan bahwasannya jannah memiliki tingkatan-tingkatan. 3 Hadits ini salah satu dalil dari keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, bahwa penduduk neraka yang masih memiliki iman walaupun seberat dzarrah tidak akan kekal di neraka. Allah سبحانه وتعالى berfirman: فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ”Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya.” [Q.S. Az-Zalzalah: 7]. 4. Dalam hadits ini terdapat bantahan terhadap kaum Khawarij dan Mu'tazilah yang berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar kekal di dalam neraka dan tidak akan keluar darinya selama-lamanya. Kisah ini dengan tegas menetapkan keluarnya orang yang sudah masuk ke dalam neraka selama dia masih muslim, walaupun termasuk pelaku dosa besar. 5. Hadits ini menetapkan beberapa sifat Allah سبحانه وتعالى. Di antaranya sifat-sifat itu adalah AI-Kalam, Allah سبحانه وتعالى maha mampu berbicara. 6. Hadits ini menetapkan bahwasannya ahlul jannah berbicara dengan Allah dan mereka mendengar pembicaraan Allah سبحانه وتعالى. 7. Di antara sifat yang juga ditetapkan dalam hadits ini adalah sifat tertawa bagi Allah سبحانه وتعالى-. Tentu saja dalam menetapkan sifat-sifat Allah سبحانه وتعالى, harus diiringi dengan keyakinan bahwa semua sifat Allah adalah sifat yang maha sempurna dan maha agung. Tidak ada satu makhluk pun yang serupa dengan sifat-sifat Allah. 8. Hadits ini adalah dalil tentang adanya tempat di antara jannah dan neraka. Seperti orang yang terakhir keluar dari neraka, dia telah selamat dan keluat dari neraka, namun masih berada di luar jannah. Sumber || Majalah Qudwah Edisi 05 Grup Whatsap أتباع السنة
6 tahun yang lalu
baca 9 menit
Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin

jangan mencela para sahabat

6 tahun yang lalu
baca 1 menit
Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin

ya allah, cintailah kami

6 tahun yang lalu
baca 1 menit
Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin
Thoriqussalaf
Thoriqussalaf oleh admin
Atsar.id
Atsar.id oleh Atsar ID

hadits keutamaan mejelis ilmu

Hadirilah Majelis Ilmu Oleh Al Ustadz Abu Ruhmaa Sufyan Alwi . Hadits Keutamaan Mejelis Ilmu Suatu hal yang memprihatinkan, berbagai kemudahan yang muncul senyatanya malah menjadikan manusia semakin bermalas-malasan untuk menghadiri majelis ilmu. Mereka kini mencukupkan diri dengan mengaji melalui gadget yang dimiliki. Bermudah-mudahan untuk tidak menghadiri majelis ilmu dan bersandar kepada streaming, atau yang semisalnya. Padahal mengaji dengan langsung hadir di majelis ilmu memiliki berbagai keutamaan besar yang tidak dapat diraih oleh orang-orang yang hanya mengaji dengan melalui perantara streaming.  Pada lembaran kali ini, kita akan mengkaji bersama salah satu kisah menarik yang terjadi di masa Nabi Muhammad. Kisah kali ini disampaikan oleh Shahabat Abu Waqid Al-Laitsi:  بَيْنَمَا الَّسُوْلُ  فِي الْمَسْجِدِ ، فَأَقْبَلَ ثَلَاثَةُ نَفَرٍ، فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إلَى رَسُوْلِ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- وَذَهَبَ وَاحِدٌ، قَالَ: فَلَم وقفا على رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فَأَمًّا أَحَدَهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً في الحَلْقَةِ فَجَلَسَ، وَأَمَّا الْآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ، فَلَمَّا فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: (أَلَا أُخْبِرُكُمْ عَنِ الثَّلَاثَةِ: أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللهِ فَآوَاهُ اللهُ، وَأَمَّا الآخَر ُفَاسْتَحْيَى الله مِنْهُ، وَأَمَّا الآخَرُ فأَعْرَضُ فَأَعْرَضَ الله عَنْه Ia menceritakan bahwa suatu ketika Rasulullah ada di dalam masjid. Lalu datanglah 3 orang. Dua orang diantara mereka menghadiri majelis Rasulullah. Sementara yang satu pergi begitu saja. (Ketika keduanya telah berdiri dekat dengan majelis Nabi, keduanya pun mengucapkan salam). Salah satu diantara keduanya melihat adanya satu celah di halaqah maka ia pun duduk di tempat tersebut. Sementara yang lain duduk di belakang halaqah.  Maka ketika Rasulullah usai menyampaikan ilmunya, beliau pun berujar, "Maukah kalian Kuberitahu mengenai tiga orang tadi? Adapun yang pertama ia berlindung kepada Allah maka Allah pun melindunginya. Adapun yang kedua dia malu kepada Allah maka Allah pun malu kepadanya. Adapun yang ketiga dia berpaling, maka Allah pun berpaling darinya." Hadis di atas diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada No 64 dan 454. Diriwayatkan pula oleh Imam Muslim pada no: 4042. Tambahan di dalam kurung di atas diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Targhib no: 2724.  Hadis di atas menggambarkan kepada kita bahwa manusia dalam menyikapi majelis taklim yang mereka ketahui terbagi menjadi tiga golongan:  Golongan pertama, orang yang ketika mendapati majelis ilmu mereka berpaling dan meninggalkan begitu saja majelis ilmu tersebut tanpa udzur dan alasan yang jelas. Orang yang semacam ini, maka ia terancam bahwa Allah juga akan berpaling darinya. Sehingga Allah serahkan segala urusannya kepadanya dan Allah sedikitpun tidak akan membantu dan menolongnya. Golongan yang kedua, orang-orang yang ketika mendapati majelis ilmu, maka ia merasa malu dan minder untuk menghadirinya. Akan tetapi terus ia paksa dirinya untuk tetap menghadirinya. Orang yang semacam ini, yang rasa malunya tetap tidak membuatnya berpaling dari ketaatan dan amal saleh, maka Allah pun malu kepadanya.  Golongan yang ketiga, golongan yang terbaik. Mereka adalah orang-orang yang sangat bersemangat untuk menghadiri majelis ilmu dan berusaha semaksimal mungkin mendapatkan faedah dan pelajaran dari majelis yang ia hadiri tersebut. Sebagai balasan atas kesungguhan mereka dalam thalabul ilmi (menuntut ilmu), maka Allah pun menjamin akan menjadi pelindungnya. Allah akan melindunginya.  Dari ketiga golongan di atas, di manakah keberadaan kita?!  Hadis di atas menjelaskan kepada kita salah satu keutamaan menghadiri majelis ilmu. Bahwa orang-orang yang menghadiri majelis ilmu. Duduk dan hadir di tengah-tengah mereka. Maka mereka akan mendapatkan keutamaan berupa perlindungan dari Allah. Keutamaan di atas sekali lagi hanya berhak didapatkan oleh orang-orang yang benar-benar hadir dan datang di majelis ilmu.  Banyak sekali faedah yang bisa kita petik dari kisah diatas. Satu, disunnahkan bagi seorang alim untuk duduk-duduk bersama murid-muridnya dan orang lain di tempat yang terbuka dan tampak bagi manusia. Dan masjid adalah tempat yang paling utama. Maka si alim pun menyampaikan ilmu dan kebaikan kepada mereka di tempat tersebut.  Kedua, bolehnya membuat halaqah-halaqah dan majelis ilmu di dalam masjid. Bahkan Ibnu Bathal menjelaskan bahwa para ulama bersepakat mengenai bolehnya membuat halaqah-halaqah ilmu dan duduk-duduk di masjid untuk berzikir kepada Allah atau untuk menuntut dan menyampaikan ilmu.  Ketiga, disunnahkan untuk masuk dan bermujalasah atau ikut duduk bersama mereka. Dengan ikut serta di majelis ilmu, maka berbagai keutamaan akan ia dapatkan.  Keempat, dibencinya perbuatan meninggalkan majelis ilmu tanpa udzur (alasan). Meninggalkan majelis ilmu tanpa udzur padahal ia memiliki waktu luang, kesempatan, dan tidak ada alasan apapun untuk meninggalkannya, sungguh ia telah menghalangi dirinya sendiri dari mendapatkan berbagai kebaikan dan keutamaan menghadiri majelis ilmu. Kelima, disunnahkan untuk mendekat kepada pengisi halaqah tersebut agar dapat mendengarkan ucapannya dengan jelas dan bisa mencontoh adab dan perilakunya. Ini termasuk adab yang baik dalam menuntut ilmu. Keenam, seseorang yang hendak masuk ke dalam majelis ilmu, jika ia mendapati ada celah di majelis tersebut hendaknya menempati celah longgar tersebut. Tentunya dengan penuh adab dan tidak membuat jamaah terganggu dengan tindakannya. Adapun apabila ia tidak mendapatkannya, maka ia duduk di belakang mereka. Ketujuh, pujian bagi orang yang melakukan suatu perbuatan yang baik sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad ketika memuji dua orang tersebut. Artinya siapa yang melakukan kebaikan dan kebajikan maka kita boleh memujinya. Tentu dengan tujuan agar ia terus melakukan kebaikan tersebut, sekaligus diharapkan orang lain pun ikut dan mencontoh apa yang telah dilakukannya.  Kedelapan, seseorang yang melakukan kejelekan atau hal yang tercela yang ia terang-terangan melakukannya, maka boleh bagi kita untuk menisbahkan perbuatan tersebut kepadanya dan sekaligus kita juga menasehatinya agar meninggalkan perbuatan jelek yang ia lakukan tersebut. Kesembilan, penetapan sifat 'malu' bagi Allah. Akan tetapi tentunya malu yang Allah miliki berbeda dengan rasa malu yang dimiliki makhluk. Malu yang dimiliki oleh Allah adalah sifat malu yang sempurna lagi layak dengan Allah. Di dalam hadis yang lain Nabi Muhammad juga bersabda yang artinya, "Sesungguhnya Allah Maha Malu dan Maha Dermawan." Juga dalam hadis lain, "Sesungguhnya Allah tidak malu terhadap kebenaran." Allah memiliki sifat malu akan tetapi tidak serupa dengan malu yang dimiliki oleh makhluk karena Allah menegaskan, "Tidak ada yang serupa dengan-Nya dan Dialah Allah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." [Terjemah Q.S. Asy-Syura:11] Kesepuluh, bahwa siapa yang ingin menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu, namun ia malu terhadap orang yang hendak dia datangi tersebut, akan tetapi rasa malunya tidak menghalanginya untuk tetap menuntut ilmu dan bermajelis dengan orang-orang yang berilmu, maka Allah pun akan malu kepadanya. Inilah malu yang terpuji. Adapun malu yang tercela dalam hal menuntut ilmu adalah rasa malu yang menyeret seseorang untuk meninggalkan thalabul ilmi. Kesebelas, barang siapa yang mendatangi majelis ilmu akan tetapi kemudian dia berpaling darinya maka Allah pun akan berpaling darinya.  Kedua belas, keutamaan majelis dan halaqah ilmu bahwa siapa yang mendatanginya ia akan mendapatkan perlindungan dari Allah. Ketiga belas, anjuran untuk menutup celah yang longgar yang ditemukan di majelis ilmu. Keempat belas, bersesak-sesak di hadapan seorang alim termasuk seutama-utamanya amalan kebajikan. Kelima belas, di antara adab yang baik adalah ketika seseorang duduk di manapun ia terhenti dan tidak sampai mendirikan orang lain agar dia duduk di tempatnya tersebut. Keenam belas, seorang alim hendaknya mendahulukan penyampaian ilmu sebelum menyampaikan hal yang lainnya.  Ketujuh belas, pujian bagi sifat malu dan pujian juga bagi para pemiliknya.  Kedelapan belas, celaan bagi orang yang merasa tidak butuh dengan ilmu.  Kesembilan belas, bolehnya melangkahi pundak-pundak manusia untuk mengisi celah dan kekosongan selama hal itu tidak mengganggu mereka. Adapun Jika dia khawatir hal itu akan mengganggu mereka, maka hendaknya dia duduk di bagian belakang.  Kedua puluh, bolehnya menjelaskan kepada manusia perihal keadaan orang-orang yang bermaksiat agar manusia menghindari kemaksiatan tersebut dan hal tersebut bukanlah termasuk ghibah yang terlarang.  Kedua puluh satu, disunnahkannya mengucapkan salam bagi siapapun yang masuk ke dalam majelis ilmu.  Kedua puluh dua, disunnahkannya seseorang yang berdiri untuk mengucapkan salam kepada orang yang duduk.  Untuk melengkapi pembahasan mengenai keutamaan menghadiri majelis ilmu, baik kiranya kita sebutkan keutamaan lain dari menghadiri majelis ilmu. Diantara keutamaan menghadiri majelis ilmu ialah: Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu akan dibanggakan oleh Allah di hadapan para Malaikat-Nya. Hal ini berdasarkan hadis Muawiyah, "Suatu ketika Rasulullah keluar mendatangi halaqah yang para shahabat berkumpul di tempat tersebut. Maka Nabi bertanya (yang artinya), 'Apa gerangan yang membuat kalian bermajelis di tempat ini?' Mereka menjawab, 'Kami duduk di sini untuk berdzikir kepada Allah, memuji-Nya atas hidayah Islam yang telah Ia karuniakan kepada kami dan apapun yang telah Ia berikan kepada kami.' Nabi Muhammad bertanya lagi, "Demi Allah, apakah memang tidak ada alasan lain yang membuat kalian bermajelis selain itu?!' Para shahabat menjawab, 'Ya, demi Allah tidak ada yang membuat kami bermajelis disini melainkan alasan itu." Nabi pun menimpali, 'Adapun aku tidaklah meminta sumpah kalian bukan karena berburuk sangka kepada kalian hanya saja barusan Jibril datang menemuiku dan mengabarkan kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian di hadapan para malaikatnya." [H.R. Muslim].  Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu akan diampuni kesalahan-kesalahannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda yang artinya, "Tidaklah suatu kaum yang berkumpul untuk mengingat Allah dan tidak ada yang mereka inginkan darinya selain wajah-Nya melainkan penyeru dari langit menyeru kepada mereka, 'Bangkitlah kalian dalam keadaan kalian telah diampuni. Sungguh Aku telah ganti kejelekan-kejelekan kalian dengan kebaikan-kebaikan." [H.R. hmad, Abu Ya'la, Al Bazzar, Ath Thabarani dan di Shahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani di dalam Shahih Targhib no:1504]. Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu akan dinaungi oleh para malaikat.  Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu akan diturunkan sakinah atau ketenangan kepada hati-hati mereka. Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu akan dipenuhi oleh rahmat Allah Hal-hal diatas berdasarkan hadis Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad bersabda yang artinya, "Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah dari rumah-rumah Allah, mereka membaca kitab Allah dan mempelajarinya antara satu sama lainnya melainkan malaikat akan menaungi mereka, turun kepada mereka sakinah dan ketenangan, rahmat Allah memenuhi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan para malaikat-Nya." [H.R. Muslim] Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu berhak mendapatkan pahala haji yang sempurna. Hal ini berdasarkan hadis Abu Umamah Al Bahili dari Nabi Muhammad bahwa beliau bersabda yang artinya, "Barangsiapa yang keluar menuju masjid dan tiada yang ia inginkan melainkan hendak mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, melainkan baginya pahala seperti pahalanya seorang yang telah berhaji dengan haji yang sempurna." [H.R. Ath Thabarani dan Asy Syaikh Al Albani menilainya sebagai hadis Hasan Shahih di dalam Shahih Targhib no:86] Orang-orang yang menghadiri majelis ilmu akan teranggap sebagai mujahidin fi sabilillah. Hal iniberdasarkan hadis Abu Hurairah bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda yang artinya, "Siapa yang mendatangi masjidku ini dan ia tidak mendatanginya melainkan karena untuk kebaikan yang ingin ia pelajari atau ia ajarkan, maka ia menduduki kedudukan orang yang berjihad dijalan Allah." [H.R. Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Asy Syaikh Al Albani didalam Shahih Targhib no:87]  Artinya siapapun yang bermalas-malasan untuk menghadiri majelis ilmu dan mencukupkan diri dengan taklim hanya melalui rekaman, streaming dan yang semisalnya, sungguh ia merugi karena terhalang mendapatkan berbagai keutamaan di atas. Kita selalu memohon kepada Allah agar memberi taufik kepada kita untuk bisa menghadiri majelis-majelis kebaikan. Wallahu a'lam Referensi: Syarah Shahih Muslim karya An Nawawi Syarah Riyadus Shalihin karya Muhammad bin  Shalih Al Utsaimin Umdatul Qari karya Badruddin Al 'Aini Fathul Bari karya Ibnu Hajar Syarah Shahih Al Bukhari karya Ibnu Bathal Shahih Targhib wat Targhib karya Al Albani Sumber : Majalah Qudwah Edisi 63 Vol 06 1440 H halaman 56 | Disalin oleh tim Atsar ID
6 tahun yang lalu
baca 11 menit