Salafy Temanggung
Salafy Temanggung oleh Abu Ubay Afa

khutbah jumat: kembali kepada pokok ajaran islam yang murni

6 hari yang lalu
baca 8 menit
Khutbah Jumat: Kembali Kepada Pokok Ajaran Islam Yang Murni

KHUTBAH PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهَدْyِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena sesungguhnya, takwa adalah sebaik-baik bekal untuk menghadap-Nya kelak.

Pada kesempatan yang mulia ini, khatib ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungi kembali pondasi dan pokok-pokok ajaran agama kita yang lurus, sebagaimana yang telah dirumuskan oleh para ulama salaf, salah satunya oleh Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah dalam risalahnya yang agung, Ushul as-Sunnah.

Ma’asyiral Muslimin,

Imam Ahmad memulai risalahnya dengan sebuah kaidah emas yang menjadi pembeda antara ahlul haq dengan ahlul bid’ah. Beliau berkata:

أُصُولُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالْإِقْتِدَاءُ بِهِمْ، وَتَرْكُ الْبِدَعِ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلَالَةٌ.

“Pokok-pokok Sunnah menurut kami adalah: Berpegang teguh dengan apa-apa yang para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atasnya, meneladani mereka, meninggalkan bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Inilah pondasi pertama dan utama. Jalan keselamatan bagi umat ini adalah dengan mengikuti jejak generasi terbaik, yaitu para sahabat Ridwanullahi ‘alaihim. Mengapa demikian? Karena merekalah yang menyaksikan turunnya wahyu, belajar tafsir langsung dari lisan Rasulullah ﷺ, dan melihat bagaimana Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman merekalah pemahaman yang paling murni dan paling selamat.

Rasulullah ﷺ sendiri telah memberikan jaminan bagi siapa saja yang mengikuti jalan beliau dan para sahabatnya. Ketika beliau mengabarkan tentang perpecahan umat ini menjadi 73 golongan, beliau bersabda bahwa yang selamat hanyalah satu, yaitu:

مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي

“(Yaitu golongan yang mengikuti) apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya hari ini.”

Beliau juga berwasiat dalam hadits yang lain:

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.

“Maka wajib atas kalian untuk berpegang pada sunnahku dan sunnah para Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah ia dengan gigi geraham kalian. Dan jauhilah oleh kalian perkara-perkara yang baru (dalam agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Konsekuensi dari berpegang teguh pada sunnah adalah meninggalkan bid’ah, yaitu segala sesuatu yang diada-adakan dalam urusan agama yang tidak ada contohnya dari Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Betapapun baiknya suatu amalan menurut pandangan kita, jika ia tidak memiliki dasar dari syariat, maka ia tertolak. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami ini yang bukan bagian darinya, maka ia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, cukuplah bagi kita apa yang telah dicukupkan bagi Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Agama ini telah sempurna. Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Ma’idah: 3).

Jika agama ini telah sempurna, maka tidak ada lagi ruang untuk penambahan ataupun pengurangan.

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,

Di antara pokok ajaran Ahlus Sunnah yang ditekankan oleh Imam Ahmad adalah meninggalkan perdebatan dan perselisihan dalam urusan agama yang tidak membawa manfaat. Beliau berkata:

وَتَرْكُ الْخُصُومَاتِ وَالْجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ، وَتَرْكُ الْمِرَاءِ وَالْجِدَالِ وَالْخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ.

“Dan meninggalkan perdebatan, duduk-duduk bersama ahlul ahwa (pengikut hawa nafsu), serta meninggalkan saling membantah, berdebat, dan berselisih dalam urusan agama.”

Sikap ini bukan berarti kita tidak boleh menjelaskan kebenaran. Namun, yang dilarang adalah perdebatan yang tujuannya hanya untuk mencari kemenangan, bukan mencari kebenaran. Perdebatan semacam ini hanya akan mengeraskan hati dan menimbulkan permusuhan. Allah Ta’ala telah memperingatkan kita untuk menjauhi majelis-majelis orang yang memperolok-olokkan ayat-ayat-Nya.

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ

“Dan apabila engkau melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka hingga mereka beralih ke pembicaraan lain.” (QS. Al-An’am: 68).

Maka, jalan yang selamat adalah dengan menerima dalil, tunduk dan patuh pada nash Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para sahabat, serta menjauhkan diri dari perdebatan kusir yang hanya didasari oleh hawa nafsu dan akal semata.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah untuk tetap istiqamah di atas jalan yang lurus, jalan yang ditempuh oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْحَمْدُ فِي الْآخِرَةِ وَالْأُولَى. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، الْمُصْطَفَى وَالنَّبِيُّ الْمُجْتَبَى، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا

Ma’asyiral Muslimin, Rahimakumullah,

Pada khutbah pertama, kita telah diingatkan tentang pondasi utama agama kita, yaitu berpegang teguh pada jalan para sahabat Rasulullah ﷺ. Kini, marilah kita merenung lebih dalam. Pengakuan kita untuk mengikuti mereka menuntut sebuah konsekuensi, yaitu mencintai mereka, memuliakan mereka, dan menjaga lisan kita dari mencela mereka. Ini bukan sekadar pilihan, melainkan bagian tak terpisahkan dari akidah seorang muslim.

Imam Ahmad rahimahullah berkata:

وَمَنِ انْتَقَصَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْ أَبْغَضَهُ لِحَدَثٍ كَانَ مِنْهُ، أَوْ ذَكَرَ مَسَاوِئَهُ، كَانَ مُبْتَدِعًا، حَتَّى يَتَرَحَّمَ عَلَيْهِمْ جَمِيعًا، وَيَكُونَ قَلْبُهُ لَهُمْ سَلِيمًا.

“Dan barangsiapa yang mencela salah seorang dari sahabat Rasulullah ﷺ, atau membencinya karena suatu peristiwa yang terjadi padanya, atau menyebutkan keburukannya, maka ia adalah seorang mubtadi’ (ahli bid’ah), sampai ia mendoakan rahmat untuk mereka semua dan hatinya bersih terhadap mereka.”

Jamaah Jumat yang mulia,

Maka, marilah kita berhenti sejenak untuk merenung. Allah, dengan ilmu-Nya yang Maha Luas, telah memilih jiwa-jiwa terbaik untuk menjadi pendamping Nabi terbaik. Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Allah berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100).

Ayat ini adalah penegasan tentang keridhaan dari Allah! Lalu, siapa yang akan berani meragukan atau bahkan mencela mereka yang telah diridhai oleh Rabbul ‘Alamin? Sudah selayaknya kita memeriksa hati kita, agar ia senantiasa bersih dan penuh cinta kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan seluruh sahabat yang mulia. Sudah selayaknya kita bersikap tegas dalam membela kehormatan mereka ketika ada pihak-pihak yang merendahkan kedudukan mereka. Dan sudah selayaknya kita menjadikan pengorbanan mereka sebagai inspirasi nyata dalam kehidupan, bukan sekadar menganggap mereka sebagai tokoh sejarah biasa.

Ingatlah, Rasulullah ﷺ telah meletakkan sebuah standar yang sangat tinggi bagi kemuliaan mereka. Beliau bersabda:

لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي، فَلَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ

“Janganlah kalian mencela sahabat-sahabatku. Demi Allah, seandainya salah seorang dari kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud, niscaya tidak akan bisa menyamai (pahala) satu mud infak mereka, bahkan tidak pula setengahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Allahu Akbar! Infak kita yang mungkin sebesar gunung emas tidak akan mampu menandingi segenggam infak mereka. Ini menunjukkan betapa agungnya kedudukan mereka di sisi Allah, bukan karena jumlah, tetapi karena keikhlasan, waktu, dan kondisi saat mereka berjuang bersama Rasulullah ﷺ.

Maka, mencintai mereka adalah bagian dari cinta kita kepada Rasulullah ﷺ, dan membenci mereka adalah tanda adanya penyakit dalam hati. Mari kita bersihkan hati kita, dan jadilah seperti yang Allah firmankan tentang generasi setelah para sahabat:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: ‘Ya Rabb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10).

Inilah doa kita, inilah sikap kita. Mendoakan mereka, bukan mencela mereka.

Marilah kita tutup khutbah ini dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ
اللَّهُمَّ ارْضَ عَنْ صَحَابَةِ نَبِيِّكَ أَجْمَعِينَ، وَعَنِ التَّابِعِينَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ، وَاحْشُرْنَا فِي زُمْرَتِهِمْ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
اللَّهُمَّ طَهِّرْ قُلُوبَنَا مِنَ الْغِلِّ وَالْحِقْدِ وَالْحَسَدِ لِأَصْحَابِ نَبِيِّكَ وَلِعِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْ
كُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ