Salafy Temanggung
Salafy Temanggung oleh Abu Ubay Afa

ketaatan kepada pemimpin muslim menurut al-qur’an dan sunnah

2 hari yang lalu
baca 9 menit
Ketaatan kepada Pemimpin Muslim Menurut Al-Qur’an dan Sunnah

KHUTBAH JUMAT PERTAMA

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Marilah kita senantiasa meningkatkan taqwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena takwa adalah kunci kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.

Pada hari yang mulia ini, mari kita merenungi salah satu pondasi penting dalam ajaran Islam yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yaitu sikap kita terhadap para pemimpin. Sikap ini bukanlah perkara sepele, melainkan bagian dari akidah dan manhaj (metode agama) yang lurus, sebagaimana yang telah digariskan oleh Al-Qur’an dan Sunnah serta dipraktikkan oleh para ulama salafus shalih.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat An-Nisa ayat 59:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ﴾

Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu.” (QS. An-Nisa: 59)

Ayat ini adalah dalil yang sangat jelas dan tegas. Para ulama, seperti yang disebutkan dalam kitab “Mu’amalat al-Hukkam fi Dhaw’ al-Kitab wa al-Sunnah”, sepakat bahwa makna ulil amri dalam ayat ini adalah para pemimpin kaum Muslimin. Ketaatan kepada mereka adalah ketaatan yang sejalan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, karena kepemimpinan yang sah adalah sarana untuk menegakkan kebaikan dan menstabilkan urusan umat.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Pentingnya ketaatan ini ditegaskan kembali oleh Rasulullah ﷺ dalam banyak hadis. Beliau bersabda:

عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ

Wajib bagi seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada pemimpin) pada perkara yang ia sukai maupun ia benci, kecuali jika ia diperintahkan untuk melakukan maksiat. Jika ia diperintahkan melakukan maksiat, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini mengajarkan kita sebuah prinsip yang sangat penting: ketaatan itu wajib dalam hal kebaikan, namun tidak boleh taat dalam kemaksiatan kepada Allah. Namun, perlu digarisbawahi, meskipun kita tidak taat dalam kemaksiatan tersebut, hal itu bukan berarti kita boleh mencabut ketaatan secara keseluruhan, apalagi memberontak.

Ketaatan kepada pemimpin ini memiliki hikmah yang agung. Ia adalah benteng bagi persatuan umat dan stabilitas negara. Tanpa pemimpin, masyarakat akan menjadi kacau, hukum tidak akan berjalan, dan kezaliman akan merajalela. Dikutip dari kitab Mu’amalat al-Hukkam fi Dhaw’ al-Kitab wa al-Sunnah, perkataan Al-Hasan Al-Bashri:

وَاللَّهِ لَا يَسْتَقِيمُ الدِّينُ إِلَّا بِهِمْ، وَإِنْ جَارُوا وَظَلَمُوا، وَاللَّهِ لَمَا يُصْلِحُ اللَّهُ بِهِمْ أَكْثَرُ مِمَّا يُفْسِدُونَ

Demi Allah, agama ini tidak akan lurus kecuali dengan adanya mereka (pemimpin), sekalipun mereka berbuat zalim. Demi Allah, kebaikan yang Allah perbaiki dengan adanya mereka lebih banyak daripada kerusakan yang mereka perbuat.” (Ibnu al-Jauzi dalam Adab al-Hasan al-Basri)

Kita mendapatkan pelajaran berharga dari para ulama salaf, termasuk para sahabat Nabi ﷺ. Salah satu contoh ketaatan yang paling agung adalah sikap Sahabat yang mulia, Khalid bin Walid radhiyallahu anhu. Beliau adalah seorang panglima perang yang dijuluki “Saifullah” (Pedang Allah), yang tidak pernah terkalahkan dalam pertempuran. Namun, suatu ketika, Khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu anhu mencopotnya dari jabatannya sebagai panglima. Padahal, Khalid memiliki kekuatan yang luar biasa dan pengikut setia yang sangat banyak.

Seandainya Khalid bin Walid memberontak, niscaya ia akan mendapatkan dukungan yang kuat. Namun, apakah yang beliau lakukan? Beliau tidak melakukan perlawanan sedikit pun. Beliau menerima keputusan Khalifah Umar dengan penuh ketaatan dan keikhlasan. Beliau berkata, “Aku berperang untuk Allah, bukan untuk Umar.” Khalid bin Walid melanjutkan perjuangannya sebagai prajurit biasa dan wafat sebagai rakyat biasa. Kisah ini mengajarkan kita bahwa ketaatan kepada pemimpin adalah di atas segalanya, bahkan di atas kedudukan, popularitas, atau kezaliman yang mungkin dirasakan.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Mencabut ketaatan kepada pemimpin yang sah adalah dosa besar. Rasulullah ﷺ memberikan peringatan keras terhadap perbuatan ini:

مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةٍ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا حُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

Barangsiapa yang melepaskan diri dari ketaatan, ia akan bertemu dengan Allah pada hari kiamat tanpa memiliki hujjah (alasan). Dan barangsiapa yang meninggal dunia, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (ketaatan), maka ia mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim)

Hadis ini adalah fondasi yang kokoh dalam akidah ahlus sunnah wal jama’ah. Kita harus memahami bahwa hidup tanpa kepemimpinan yang teratur sama halnya kembali ke kondisi jahiliyah yang penuh kekacauan. Oleh karena itu, kita harus menahan diri dari segala bentuk hasutan, provokasi, atau tindakan yang dapat memicu perpecahan dan merusak persatuan umat.

أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

KHUTBAH JUMAT KEDUA

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ، كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Dalam khutbah pertama, kita telah menegaskan pentingnya ketaatan kepada pemimpin. Kita juga telah memahami bahwa ketaatan ini merupakan benteng dari fitnah dan kekacauan, dengan meneladani sikap Sahabat mulia Khalid bin Walid. Pada khutbah kedua ini, kita akan membahas lebih dalam tentang bagaimana sikap kita jika kita melihat pemimpin melakukan kesalahan atau kezaliman, serta membantah syubhat-syubhat yang beredar.

Islam adalah agama yang sempurna. Ia tidak hanya mengajarkan ketaatan, tetapi juga memberikan solusi dan adab yang mulia. Salah satu adab tersebut adalah menasihati pemimpin. Rasulullah ﷺ bersabda:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ

Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan seluruh kaum Muslimin.” (HR. Muslim)

Nasihat kepada pemimpin adalah bagian dari agama, namun nasihat ini memiliki adab dan cara yang berbeda dengan nasihat kepada rakyat biasa. Hadis Nabi ﷺ memberikan petunjuk yang sangat jelas tentang hal ini:

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلَا يُبْدِ لَهُ عَلَانِيَةً، وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوَ بِهِ، فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ، وَإِلَّا كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِي عَلَيْهِ

Barangsiapa ingin menasihati penguasa tentang suatu perkara, janganlah ia menampakkannya secara terang-terangan. Akan tetapi, ambillah tangannya dan menasihatilah ia secara empat mata. Jika ia menerimanya, maka itu yang terbaik. Jika tidak, maka ia telah menunaikan kewajibannya.” (HR. Ahmad)

Hadis ini menegaskan pentingnya menasihati pemimpin secara rahasia. Hikmah di balik adab ini sangat besar, yaitu untuk menjaga kehormatan pemimpin, agar nasihat yang disampaikan bisa diterima, dan yang terpenting, untuk mencegah timbulnya fitnah dan kerusuhan di kalangan masyarakat.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Saat ini, banyak di antara kita yang terpengaruh oleh paham-paham yang menyimpang dari manhaj salafus shalih. Mereka menganggap kritik terang-terangan terhadap pemerintah dan demonstrasi sebagai hak warga negara dan cara yang sah untuk menyampaikan aspirasi.

Perlu kita pahami, bahwa pandangan ini bertentangan dengan prinsip dasar Islam. Bagi seorang Muslim, sumber hukum tertinggi bukanlah sistem demokrasi, atau sistem buatan manusia lainnya, melainkan Al-Qur’an dan Sunnah. Prinsip-prinsip syariat, seperti kewajiban taat kepada pemimpin dalam perkara yang baik, larangan mencela mereka dihadapan publik, dan larangan memicu fitnah, adalah prinsip yang terbaik dan paling bermaslahat.

Cara-cara demokrasi seperti demonstrasi dan kritik terbuka, dari perspektif syariat pada hakikatnya adalah cara-cara yang dapat menimbulkan fitnah. Ia dapat merendahkan kewibawaan penguasa, menyulut emosi massa, dan membuka pintu-pintu kekacauan yang akan merusak agama dan dunia. Inilah yang sangat dihindari oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Mereka tahu betul bahwa dampak dari fitnah dan kekacauan jauh lebih berbahaya daripada kezaliman yang dilakukan oleh satu atau dua penguasa.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah,

Mencela pemimpin di media sosial atau forum-forum publik dengan dalih “mengingatkan” atau “membela kebenaran” adalah cara yang bertentangan dengan ajaran ini. Mencela hanya akan menodai kehormatan pemimpin, menimbulkan kebencian di tengah masyarakat, dan akhirnya mengarah pada kekacauan. Mencela adalah dosa besar yang diharamkan oleh syariat. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ أَهَانَ سُلْطَانَ اللَّهِ فِي الأَرْضِ، أَهَانَهُ اللَّهُ

Barangsiapa yang menghina penguasa Allah di muka bumi, maka Allah akan menghinakannya.” (HR. Tirmidzi, dan sanadnya hasan)

Marilah kita mengambil pelajaran dari nasehat Sahl bin Abdullah At-Tustari, sebagaimana dikutip dalam Mu’amalat al-Hukkam, yang mana beliau berkata:

لا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَظَّمُوا السُّلْطَانَ وَالْعُلَمَاءَ، فَإِنْ عَظَّمُوا هَذَيْنِ: أَصْلَحَ اللَّهُ دُنْيَاهُمْ وَأُخْرَاهُمْ، وَإِنِ اسْتَخَفُّوا بِهَذَيْنِ: أَفْسَدُوا دُنْيَاهُمْ وَأُخْرَاهُمْ

Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka mengagungkan penguasa dan ulama. Jika mereka mengagungkan keduanya, maka Allah akan memperbaiki dunia dan akhirat mereka. Jika mereka meremehkan keduanya, maka mereka akan merusak dunia dan akhirat mereka.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa bersabar, mendoakan kebaikan bagi para pemimpin kita, dan menasehati mereka dengan cara yang bijaksana dan rahasia, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat. Kita berdoa agar Allah subhanahu wa ta’ala memberikan petunjuk kepada para pemimpin kita, menjadikan mereka pemimpin yang adil, serta melindungi negeri kita dari segala bentuk fitnah dan bencana.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ وَفِّقْ وَلِيَّ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، وَاجْعَلْهُ خَيْرًا لِلْإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِينَ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ، وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.