Apa Itu Itikaf?
I’tikaf adalah berdiam (menetapi/tinggal) di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala dengan beribadah kepada-Nya.
Dalil Disyareatkannya I’tikaf
Dalil disyareatkannya I’tikaf adalah Al Quran, As-Sunnah Ash-Shahihah dan Ijma’.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan janganlah kalian mengumpuli mereka (istri-istri kalian), sementara kalian sedang beri’tikaf di masjid-masjid. (QS. Al Baqarah:187)
Adapun Sunnah, banyak hadits-hadits shahih mengkhabarkan i’tikaf Rasulullah ﷺ. Berikut ini beberapa hadits tersebut:
a. Abu Hurairah berkata:
كان رسول الله ﷺ يعتكف في كل رمضان عشرة أيام فلما كان العام الذي قبض منه اعتكف عشرين يوما
Adalah Rasulullah ﷺ, beliau beri’tikaf setiap bulan Ramadhon selama sepuluh hari, dan pada tahun wafatnya, beliau beri’tikaf dua puluh hari. (HR. Al Bukhari no. 2044)
b. Dari Aisyah, Ummul Mukminin:
أن النبي ﷺ كان يعتكف العشر الأواخر من رمضان حتى توفاه الله عز وجل
Sesungguhnya Nabi ﷺ senantiasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah wafatkan beliau. (HR. Al Bukhari no. 2026, Muslim 1172)
Apa Hukum I’tikaf ?
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam beritikaf hingga wafat
Para ulama bersepakat bahwa i’tikaf hukumnya sunnah.
I’tikaf menjadi wajb apabila seorang bernadzar. Ketika seorang telah bernadzar i’tikaf untuk Allah maka wajib atasnya menunaikan nadzarnya.
Al-Imam Al Bukhari, meriwayatkan, suatu hari Shahabat Umar bin Khathtab berkata kepada Rasulullah ﷺ:
يا رسول الله إني قد نذرت في الجاهلية أن اعتكف ليلة في المسجد الحرام
Wahai Rasulullah, dahulu di masa jahiliyyah saya telah bernadzar untuk itikaf semalam di masjidil haram? Maka Nabi ﷺ bersabda: “Tunaikanlah Nadzarmu.”
Hikmah I’tikaf
Diantara hikmah adalah menghidupkan malam qadar
I’tikaf memiliki banyak hikmah diantaranya adalah tafarrugh (memfokuskan dan mengkhususkan) waktu dan perhatian untuk bertaqarrub kepada Allah dengan memutuskan hubungan-hubungan duniawi dengan makhluq.
Hikmah secara khusus di bulan ramadhan adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menghidupkan malam qadar dengan berbagai macam ibadah, karena kemuliaan malam qadar dan besarnya pahala.
Batasan Waktu Minimal Untuk I’tikaf
Boleh i’tikaf hanya satu malam atau lebih sedikit dari itu
Dalam masalah ini sesungguhnya ada perbedaan pendapat di kalangan fuqoha’. Namun yang kita lihat rajih adalah apa yang difatwakan syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. Beliau ditanya tentang batas waktu minimal untuk i’tikaf. Beliau menjawab dengan nas sebagai berikut:
ما في حد محدود، الاعتكاف يومًا أو نصف يوم أو ساعة أو ساعتين، إذا نوى بجلوسه التعبد والقراءة ونحوها في المسجد فهذا نوع اعتكاف، ولو ساعة أو ساعتين، ما في حد محدود.
Tidak ada batasan yang ditetapkan, boleh i’tikaf sehari, setengah hari, satu jam atau dua jam, selama dia meniatkan duduknya untuk beribadah kepada Allah, membaca Al Quran dan semisalnya dimasjid, ini bagian dari i’tikaf meskipun satu jam, dua jam, tidak ada batasan yang ditetapkan.
Masjid Yang Digunakan Untuk I’tikaf
Tidak diharuskan tiga masjid, masjidil harom, masjid nabawi, masjidil aqsho
Seafdhol-afdhol masjid untuk seorang melakukan i’tikaf adalah tiga masjid, Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsho.
Melakukan safar menuju masjid dengan niat ta’abbud hanya diperbolehkan menuju tiga masjid ini. Adapun selain dari tiga masjid tersebut, tidak boleh melakukan syaddur rihal (safar). Berdasarkan hadits Abu Sa’id al Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد مسجد الحرام ومسجد الأقصى ومسجدي
“Janganlah mengadakan perjalanan (rihal/safar), kecuali ke salah satu dari tiga masjid: Masjidil Haram, masjid Al Aqsha, dan masjidku (Masjid Nabawi).” (HR. Bukhari no. 1197)
Diperbolehkan juga itikaf di masjid-masjid yang digunakan untuk menunaikan shalat jamaah lima waktu, selama tidak ada safar untuk menuju masjid-masjid tersebut sebagaimana hadits di atas.
Apakah disyaratkan I’tikaf dilakukan di Masjid Jami’ yang ditegakkan shalat Jum’at?
Tidak disyaratkan masjid untuk i’tikaf adalah masjid Jami’ yang ditegakkan padanya shalat jumat. Pendapat inilah yang dipilih syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah. (bersambung insyaallah)
Banyumas, 20 Ramadhan 1444 H, Abu Ismail Muhammad Rijal.