Terkait shalat beralas sajadah di dalam masjid, seperti diketahui bahwa masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lantainya tanah. Dalam riwayat sahih dari Abu Sa'id al-Khudri, dalam hadis tentang i`tikaf Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dia mengatakan, " Kami beri`tikaf bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam", kemudian dia menyebutkan hadis yang di dalamnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
من اعتكف فليرجع إلى معتكفه، فإني رأيت هذه الليلة ورأيتني أسجد في ماء وطين وفي آخره: فلقد رأيت بعيني صبيحة إحدى وعشرين على أنفه وأرنبته أثر الماء والطين
"Barangsiapa beri`tikaf, maka kembalilah ke tempat i`tikafnya, sesungguhnya aku melihat lailatul qadar malam ini. Aku bermimpi seolah aku bersujud di atas air dan tanah". Dan di akhir hadis Abu Sa`id menjelaskan, "Sungguh aku melihat pada pagi hari tanggal dua puluh satu Ramadhan terdapat bekas air dan tanah di hidung dan ujung hidung beliau"
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah menyebutkan masalah ini dalam al-Fatawa al-Kubra (3/ 32,33,34), cetakan Darul Ma`rifah, Libanon, yang dikoreksi oleh Hasanain Makhluf dalam pertanyaan yang diajukan kepada beliau (Ibnu Taimiyah).
Jawaban beliau adalah: Segala puji hanya milik Allah Tuhan semesta alam, Adapun selalu memakai alas sajadah untuk shalat, bukanlah sunah para salaf dari kalangan Muhajirin dan Anshar, dan bukan pula sunah generasi selanjutnya yaitu para tabi`in (yang mengikuti) sunah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan baik.
Justru, mereka salat di masjid Rasulullah beralas tanah, tidak seorang pun memakai sajadah khusus untuk alas shalat. Diriwayatkan, bahwa Abdurrahman bin Mahdi ketika datang ke Madinah, dia menghamparkan sajadah. Maka Malik memerintahkan untuk menahannya (Abdurrahman al-Mahdi). Kemudian dikatakan kepadanya (Malik), " Dia adalah Abdurrahman bin Mahdi".
Malik pun berkata, "Tidakkah Anda tahu bahwa menghamparkan sajadah di masjid kami adalah bid`ah?" Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan hadis Abu Sa'id al-Khudri tersebut di atas, dan hadis-hadis lain yang menunjukkan hal itu. Namun, saya masih bingung memahami jawaban tersebut, yaitu pada kalimat yang saya beri garis di atasnya.
Apakah maksudnya adalah orang yang memakai alas sajadah bukan untuk melaksanakan shalat, ataukah untuk orang-orang yang shalat. Kami misalnya, tanah kami pasir, lantai masjid kami tidak dipasang ubin, hanya pasir, tapi bersih.
Nah, pada musim panas misalnya, dibentangkan karpet putih panjang sepanjang saf shalat, lebarnya sekitar setengah meter, yakni ukuran yang cukup untuk alas meletakkan kedua tangan, dahi, dan hidung. Jadi, apakah menggunakan sajadah seperti yang saya jelaskan kepada Anda ini juga termasuk perbuatan bid`ah?
Sebagai informasi bahwa tidak ada sebab yang mengharuskan kami menggunakan sajadah seperti panas, debu, dan sebab lain, kecuali dalam kondisi tertentu. Kami mengharap jawaban yang jelas dan singkat agar tidak terjadi salah paham.