Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

sepupu bukan termasuk mahram

2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Sepupu Bukan Termasuk Mahram

Pertanyaan

Saya sampaikan kepada Anda bahwa saya telah menikah dengan seorang gadis di salah satu keluarga besar. Karena dia memiliki sepupu-sepupu lelaki yang menyalaminya, maka saya larang mereka untuk melakukannya. Akan tetapi, saya katakan kepada mereka untuk bertanya juga kepada istri saya bahwa hal itu diharamkan. Sebagian dari mereka mereka kesal terhadap sikap saya, hingga beberapa kerabat dan keluarga saya mengatakan bahwa saya tidak boleh melarang mereka melakukan hal tersebut. Lalu saya berkata kepada mereka, "Ini adalah haram, karena mereka bukan saudara kandungnya. Mereka hanyalah anak-anak paman dan bibinya." Oleh karena itu, mohon jelaskan kepada saya tentang hal ini. Semoga Allah memberi Anda balasan terbaik.

Jawaban

Seorang perempuan tidak boleh menampakkan perhiasan (bersolek) dan memperlihatkan wajah kepada lelaki yang bukan mahram. Dia juga tidak boleh bersalaman dengan mereka. Allah Ta’ala berfirman,

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلاَ يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 31)

Orang-orang yang disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala pada ayat di atas –yang merupakan keluarga dari seorang perempuan, seperti suami dan ayah, atau ayah mertua, saudara, anak laki-laki dari saudara lelaki, anak laki-laki dari saudara perempuan, dan lain-lain yang telah disebutkan oleh Allah– adalah mahram bagi perempuan tersebut.

Dia boleh bersalaman dengan mereka. Adapun adik atau kakak lelaki dari suami, paman suami, sepupu lelaki (baik yang merupakan putra dari saudara-saudari ayah, atau dari saudara-saudari ibu), dan yang semisalnya, maka wanita tersebut tidak boleh membuka aurat di hadapan mereka atau bersalaman dengan mereka. Mereka boleh mengucapkan salam kepada wanita tersebut jika dia ditemani mahramnya, tanpa berjabatan tangan.

Meskipun demikian, wanita itu harus tetap memakai cadar, menjaga etika Islam, dan berlaku sopan. Dia juga dilarang berkhalwat (bersama-sama salah satu dari mereka di tempat sepi, atau tanpa ada mahram yang menemani). Ada hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam melarang para lelaki mendatangi para perempuan. Beliau bersabda,

إياكم والدخول على النساء فقال رجل: أرأيت الحمو؟ فقال: الحمو: الموت

“Hindarkanlah diri kalian dari masuk menemui wanita!” Seorang lelaki bertanya, “Bagaimana pendapat Anda dengan kerabat suami?” Beliau menjawab, “Kerabat suami adalah kematian.”

Kata “al-hamuw” dalam hadits di atas adalah kerabat lelaki dari suami, seperti saudara lelaki, paman dari pihak ayah, paman dari pihak ibu, dan yang semisalnya. Rasa kesal dari para kerabat Anda tidak perlu dihiraukan. Justru Anda harus mengajak mereka kepada kebenaran dengan menjelaskan dalil-dalilnya. Semoga Allah memberi hidayah kepada mereka.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'