Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

seorang wanita mendapatkan perlakuan buruk dari keluarga karena konsisten mengenakan hijab

2 tahun yang lalu
baca 1 menit
Seorang Wanita Mendapatkan Perlakuan Buruk Dari Keluarga karena Konsisten Mengenakan Hijab

Pertanyaan

Saya adalah seorang gadis berusia 27 tahun dan berpendidikan tinggi. Dahulu saya sibuk dengan berbagai penelitian ilmiah, tetapi saya mendapat petunjuk dari Allah untuk meninggalkan pekerjaan dan tinggal di rumah untuk menaati kode etik berbusana sesuai syariat dengan menutup seluruh tubuh saya, yaitu mengenakan cadar. Inilah yang membuat saya berselisih dengan keluarga saya. Tidak satu pun dari mereka yang mengerjakan salat sedangkan saya mengetahui hukum orang yang meninggalkan salat. Sebagian dari mereka mengonsumsi narkoba, mengolok-olok saya, dan menghina agama Islam. Tekanan yang mereka lakukan terhadap saya sudah berlangsung selama dua tahun. Seorang pemuda multazim (yang konsisten) dalam menjalankan agama pernah meminang saya, tetapi ia membatalkannya. Setelah itu, datang lagi seorang pemuda yang akhirnya menikah dengan saya. Kami sedang membangun rumah, insya Allah. Ia tidak suka dengan perilaku keluarga saya, seperti mendengarkan program radio dan televisi yang aneh-aneh dan campur-baur antara laki-laki dan perempuan, baik sesama kerabat maupun tetangga. Ia menyampaikan ketidaksukaannya itu sebelum akad nikah. Saya pun berkata kepadanya bahwa saya tidak akan mengunjungi keluarga saya. Saat itu saya tidak berniat untuk putus hubungan secara total. Paling tidak, saya hadir dalam perayaan-perayaan tertentu (yang mereka adakan). Namun, suami saya mengingatkan pernyataan itu setelah menikah dan berkata bahwa kesepakatan itu sudah final, yaitu saya tidak boleh menemui mereka sama sekali. Ini membuat saya bingung memutuskan salah satu di antara dua pilihan taat kepada suami atau durhaka kepada kedua orang tua mengingat bahwa mereka berdua telah lanjut usia. Saya tahu hukum tidak taat kepada suami dan hukum durhaka kepada kedua orang tua. Oleh karena itu, saya membutuhkan penjelasan hukum secara rinci mengenai hal ini. Suami saya siap melaksanakan hukum syariat dalam masalah ini jika memang untuk kebaikan saya. Saya mengharapkan jawaban segera.

Jawaban

Taatilah suami Anda dalam kebaikan dan bekerjasamalah dengannya dalam kebajikan dan ketakwaan. Kunjungilah kedua orang tua Anda bersama suami sebagai bakti kepada mereka dan menjaga silaturahmi. Nasihatilah mereka untuk melakukan kebaikan dan menjauhi perbuatan maksiat. Allah berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah.” (QS. Luqman: 14)

Sampai dengan firman-Nya,

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.” (QS. Luqman: 15)

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'