Ketika ada yang meninggal terdapat beberapa perbuatan yang akan saya paparkan dan berharap pandangan Anda terkait kebenaran perbuatan tersebut.
- Di dalam keranda (kayu untuk membawa jenazah) diletakkan pelepah kurma dan dikubur bersama mayit.
- Setelah penguburan selesai, seorang syekh berdiri menyampaikan wejangan dan mendoakan mayit yang diikuti oleh orang yang hadir dengan ucapan amin dengan suara yang keras.
- Seorang syekh melakukan talqin kepada mayit dengan ucapan, "Wahai fulan ibn adam, atau fulanah binti hawa. Perjanjian yang kamu tinggalkan yaitu bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, semoga Allah mengokohkan. Diucapkan tiga kali.
- Setelah selesai penguburan keluarga dan kerabat mayit berdiri untuk menerima bela sungkawa dan bersalaman dengan orang-orang yang bertakziyah, kemudian mengucapkan, "Semoga Allah membesarkan pahala Anda, dan membalas usaha Anda".
- Setelah orang yang bertakziyah pergi, pihak keluarga dan kerabat dekat dan teman sejawat membacakan surat Yasin di kuburan baik dengan sendiri-sendiri maupun bersamaan dengan suara nyaring.
- Setelah selesai keluarga berkumpul di bawah tenda. Hal tersebut berlangsung selama tiga hari, dan memberikan upah kepada syekh untuk membaca al-Quran selama tiga hari dari pagi sampai sore. Keluarga dekat mayit harus menyuguhkan makanan selama tiga hari.
- Pada hari ketiga, setelah Isya mereka melakukan acara acara yang disebut "Sabhah Al-Mayyit". Sejumlah syaikh membaca sebagian surat al-Quran secara bergantian, setelah itu dibagikan kurma atau lainnya kepada orang yang yang hadir.
- Kemudian para kerabat lelaki pergi untuk menyampaikan belasungkawa kepada keluarga wanita dan saling bersalaman baik muhrim maupun bukan muhrim.
Apakah amal perbuatan tersebut benar? Mohon kami diberi penjelasan. Semoga Allah membalas Anda dengan balasan yang terbaik karena manfaat yang kami peroleh bersama seluruh kaum Muslimin.
Semua yang disebutkan dalam pertanyaan adalah bid’ah, selain melakukan takziyah kepada keluarga yang terkena musibah, yaitu sesuatu yang disyariatkan untuk belasungkawa dan meringankan beban keluarga dengan cara mengucapkan, “Semoga Allah menghibur Anda dengan sebaik-baiknya, meringankan musibah dan mengampuni mayit”.
Sangat dianjurkan membuat dan menyuguhkan makanan kepada keluarga mayit sesuai kemampuan, karena mereka sedang disibukkan dengan musibah dan tidak sempat menyiapkan makanan. Dalam hal ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika wafatnya Ja`far bin Abi Thalib radhiyallahu `anhu bersabda,
اصنعوا لآل جعفر طعامًا فإنه قد أتاهم ما يشغلهم
“Buatlah untuk keluarga Ja`far makanan karena musibah sedang membuat mereka sibuk”.
Adapun yang dilakukan sebagian orang seperti mendirikan kanopi dan tenda-tenda untuk berkumpul, menyewa orang untuk membaca al-Quran, menyiapkan perayaan besar dan menghabiskan uang yang banyak serta waktu yang lama yang menyebabkan beban bagi keluarga mayit dan lainnya, maka semua yang ada dalam pertanyaan adalah bid’ah yang tidak Allah turunkan dalilnya.
Jarir bin Abdillah al-Bajali radhiyallahu `anhu berkata, “Kami menganggap berkumpul di rumah keluarga yang baru ditinggal wafat salah seorang anggota keluarganya dan menyajikan makanan setelah pemakaman termasuk perbuatan meratap”.
Dan jika biaya perkumpulan tersebut berasal dari harta ahli waris mayit maka termasuk perbuatan zalim, apalagi jika mereka orang-orang yang kurang mampu atau yatim piatu maka termasuk makan harta dengan cara batil.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.