Di Madinah saat ini sedang tren permainan "al-Mizmar." Bentuk permainannya adalah menyalakan api dan menaburkan garam dan pasir di sekelilingnya. Kemudian sekelompok orang, yang tidak terlihat baik dan tidak peduli dengan ajaran Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, datang lalu berputar mengelilingi api unggun dan menabuh beberapa alat musik seperti drum, tifa dan tamborin.
Mereka bertepuk tangan, menari, dan menyanyikan lagu-lagu bertemakan seksualitas dan berisi ajakan untuk mengikuti perasaan rindu, gairah, dan perbuatan haram. Inilah permainan al-Mizmar yang terkenal saat ini. Sayangnya, permainan seperti ini banyak dilakukan di berbagai distrik di Madinah, kota Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, setiap tahun terutama saat merayakan hari-hari tertentu.
Saya telah menyampaikan kepada mereka perihal keharaman mengadakan permainan seperti itu karena mengandung kemungkaran, yang saya simpulkan dalam beberapa poin berikut:
1. Mereka menyalakan api dan menirukan kaum Majusi dan penyembah api lainnya, padahal kita telah dilarang untuk menirukan mereka.
2. Mereka berputar (tawaf) mengelilingi api sedangkan tidak ada syariat untuk berputar selain di Ka'bah ketika haji.
3. Mereka menggunakan alat musik yang keharamannya sudah jelas, seperti drum.
4. Mereka menari dan bertepuk tangan, padahal hal itu telah dilarang oleh syariat seperti yang Anda ketahui.
5. Mereka melantunkan lagu-lagu seksualitas yang berisi syair yang tidak layak dan mengajak untuk bercinta dan gairah terlarang.
Kami berharap Anda dapat memberikan penjelasan tentnang hukum syariat atas permainan ini, mengingat banyak orang melakukannya karena ada fatwa sebagian orang yang menghalalkan dan membolehkannya. Ini membuat mereka datang dan tidak ragu untuk ikut bermain. Ketika saya memperingatkan mereka tentang hal ini, mereka menantang saya untuk mendatangkan fatwa dari ulama yang terpercaya.
Permainan al-Mizmar seperti yang disebutkan adalah suatu kemungkaran yang wajib dilarang, dengan alasan-alasan yang disebutkan dalam pertanyaan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.