Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

penduduk makkah berihram dari tanah halal ataukah dari tanah haram?

3 tahun yang lalu
baca 7 menit
Penduduk Makkah Berihram Dari Tanah Halal Ataukah Dari Tanah Haram?

Pertanyaan

Apa pendapat para ulama tentang hadis Aisyah radhiyallahu `anha yang menyebutkan bahwa dia keluar ke Tan`im untuk melakukan umrah, dan hadis Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma yang menyebutkan, "Hingga penduduk Makkah pun berihram dari Makkah, yaitu dari mereka yang ingin melaksanakan haji atau umrah," bagaimana mempertemukan makna kedua hadis ini? Mohon kami dijelaskan pendapat yang benar yang sesuai dengan Alquran dan Sunah. Dan dari manakah penduduk Makkah berihram untuk menunaikan umrah, dari Tanah Halal ataukah dari Makkah Mukarramah, sebagaimana di dalam hadis Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma?

Jawaban

Ada baiknya kami sebutkan riwayat-riwayat dua hadits tersebut sebagai pendahuluan untuk mempertemukan makna kedua hadits tersebut dan menjelaskan konsekuensinya terkait dengan miqat ihram untuk umrah ifrad bagi penduduk Makkah dan orang-orang yang berada di dalam Tanah Haram yang dihukumi seperti mereka.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, dia berkata,

وقت رسول الله صلى الله عليه وسلم لأهل المدينة ذا الحليفة، ولأهل الشام الجحفة، ولأهل نجد قرن المنازل، ولأهل اليمن يلملم، قال: فهن لهن ولمن أتى عليهن من غير أهلهن ممن أراد الحج والعمرة، ومن كان دونهن فمهله من أهله، وكذلك أهل مكة من مكة

“Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam menetapkan Dzulhulaifah sebagai miqat bagi penduduk Madinah, Juhfah sebagai miqat bagi penduduk Syam, Qarnulmanazil sebagai miqat bagi penduduk Najd, dan Yalamlam sebagai miqat bagi penduduk Yaman. Beliau bersabda, “Miqat-miqat tersebut adalah miqat bagi penduduk tempat-tempat tersebut dan bagi orang-orang yang bukan penduduknya yang melewatinya karena ingin melaksanakan haji dan umrah. Dan orang-orang yang berada setelah miqat-miqat itu, maka ihramnya adalah dari tempat ia berada, hingga penduduk Makkah berihram dari Makkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dari Aisyah radhiyallahu `anha, dia berkata,

زل رسول الله صلى الله عليه وسلم المحصب، فدعا عبد الرحمن بن أبي بكر فقال: اخرج بأختك من الحرم فلتهل بالعمرة، ثم لتطف بالبيت، فإني أنتظركما هاهنا، قالت: فخرجنا فأهللت، ثم طفت بالبيت وبالصفا والمروة، فجئنا رسول الله صلى الله عليه وسلم وهو في منزله في جوف الليل، فقال: هل فرغت؟ فقلت: نعم، فأذن في أصحابه بالرحيل، فخرج فمر بالبيت فطاف به قبل صلاة الفجر، ثم خرج إلى المدينة

” Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam berhenti di kawasan melempar jamrah (yaitu di lereng gunung menuju Al-Abthah yang terletak antara Makkah dan Mina). Beliau memanggil Abdurrahman bin Abu Bakar dan bersabda kepadanya, “Keluarlah bersama saudarimu dari Tanah Haram, lalu hendaknya dia berihram untuk umrah. Kemudian hendaknya dia thawaf di Baitullah. Saya akan menunggu kalian di sini.” Aisyah berkata, “Lalu saya keluar dari Tanah Haram, setelah itu saya berihram, kemudian saya thawaf di Baitullah dan melakukan sai antara Shafa dan Marwah. Kami baru tiba dan bertemu Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam di rumah beliau ketika tengah malam. Beliau bertanya kepadaku, “Apakah engkau sudah selesai melakukan umrah?” Saya jawab, “Ya, sudah.” Lalu beliau mengumumkan kepada para sahabat untuk memulai perjalanan (pulang ke Madinah). Beliau pun meninggalkan tempat tersebut dan ketika melewati Baitullah, beliau thawaf sebelum shalat Subuh, kemudian beliau bertolak menuju Madinah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di dalam riwayat lain, Aisyah berkata,

فلما كانت ليلة الحصبة قلت: يا رسول الله يرجع الناس بحجة وعمرة، وأرجع بحجة، قالت: فأمر عبد الرحمن فأردفني على جمله، ثم ذكر عمرتها من التنعيم

“Pada malam setelah melempar jamrah (malam nafar tsani), saya berkata, “Wahai Rasulullah, orang-orang pulang dengan haji dan umrah, sedangkan saya pulang hanya dengan haji saja.” Aisyah berkata, “Lalu Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam memerintahkan Abdurrahman untuk menemani saya melakukan umrah. Lalu Abdurrahman menaikkan saya di atas untanya.” Kemudian dia menyebutkan tentang umrahnya dari Tan`im.”

Dalam riwayat lain dari Aisyah,

أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لها يوم النفر: يسعك طوافك لحجك وعمرتك، فأبت، فبعث بها مع عبد الرحمن إلى التنعيم، فاعتمرت بعد الحج

“Bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam berkata kepadanya pada malam nafar (tsani), “Tawaf yang kamu lakukan cukup untuk haji dan umrahmu.” Namun dia tidak mau. Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam pun memerintahkan Abdurrahman untuk menemaninya ke Tan`im. Aisyah pun menunaikan umrah setelah menunaikan haji.”

Dalam riwayat lain disebutkan,

يجزئ عنك طوافك بالبيت وبالصفا والمروة عن حجك وعمرتك

“Tawaf di Baitullah dan sai antara Shafa dan Marwah yang engkau lakukan cukup untuk haji dan umrahmu.”

Dan dalam sebuah riwayat Muslim dalam Shahihnya disebutkan,

وكان صلى الله عليه وسلم رجلاً سهلاً، إذا هويَتْ الشيء تابعها عليه، فأرسلها مع عبد الرحمن بن أبي بكر فأهلت بعمرة من التنعيم

“Dan Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam merupakan seorang lelaki yang mudah. Jika Aisyah menginginkan sesuatu, maka beliau mengikuti keinginannya. Beliau menyuruhnya pergi bersama Abdurrahman bin Abu Bakar, lalu dia berihram untuk umrah dari Tan`im”

Berdasarkan hal di atas dapat dinyatakan bahwa hadits Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma itu berlaku umum (`am) untuk penduduk Makkah yang berihram dari Makkah untuk menunaikan haji ifrad, umrah ifrad (secara tersendiri), dan untuk menunaikan haji dan umrah secara qiran (bersamaan), sedangkan hadits tentang keluarnya Aisyah dari Tanah Haram bersama saudaranya Abdurrahman untuk berihram dari Tan`im atas perintah dan arahan Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam itu berlaku khusus (khas).

Sebuah kaedah yang populer dan diakui para ulama menyatakan, jika dalil yang umum (`am) dan dalil yang khusus (khas) bertentangan, maka dalil yang umum difahami berdasarkan dalil yang khusus, sehingga diamalkan berdasarkan dalil yang khusus dan dalam kasus ini adalah berihram untuk umrah dari Tan`im atau Tanah Halal lainnya, dan tidak diamalkan sesuai kandungan dalil umum yang menyelisihnya dan dalam kasus ini adalah berihram untuk umrah ifrad dari Makkah, sehingga makna “Hingga penduduk Makkah berihram dari Makkah” adalah bahwa penduduk Makkah yang berihram untuk haji ifrad atau untuk haji dan umrah secara qiran tidak perlu pergi ke Tanah Halal atau ke miqat-miqat yang disebutkan di dalam hadits cukup mereka berihram dari tempat mereka berada. Adapun untuk umrah ifrad, orang yang ingin beriham untuk menunaikannya dan sedang berada di Makkah atau di dalam kawasan Tanah Haram, maka dia harus keluar ke Tanah Halal, ke Tan`im atau yang lainnya, untuk berihram umrah. Inilah pendapat yang dianut mayoritas ulama.

Bahkan Al-Muhib Ath-Thabari berkata, “Saya tidak tahu ada seorang pun yang menjadikan Makkah sebagai miqat untuk umrah.”

Karena itu sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma,

حتى أهل مكة من مكة

“Hingga penduduk Makkah berihram dari Makkah.”

Harus difahami hanya untuk orang yang melakukan haji qiran dan ifrad, bukan untuk orang yang melakukan umrah ifrad. Hal ini dikuatkan kenyataan bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam tidak pernah memilih salah satu di antara dua perkara kecuali beliau memilih yang paling mudah, selama hal itu bukan perbuatan dosa.

Seandainya ihram untuk umrah ifrad dari Tanah Haram dibolehkan, tentu beliau memilihnya untuk Aisyah, karena hal itu lebih mudah dan lebih tidak memberatkan beliau, Aisyah dan saudaranya, dan tidak perlu memerintahkan Aisyah keluar ke Tanah Halal atau ke Tan`im untuk berihram dari sana, bahkan cukup saja baginya untuk pergi bersama Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam tatkala singgah ke Baitullah untuk melakukan thawaf Wada` dan berihram umrah dari Al-Abthah (daerah lereng gunung antara Makkah dan Mina, dekat lokasi jamrah) lalu melakukan thawaf dan sai umrah tatkala Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam thawaf Wada`.

Tentu ini cukup untuk memenuhi keinginan Aisyah dan membuatnya senang, karena sebenarnya dia hanya ingin melakukan umrah ifrad tanpa harus keluar ke Tanah Halal atau tempat tertentu dari Tanah Halal, akan tetapi Rasulullah Shallallahu `Alahi wa Sallam memerintahkannya untuk keluar ke Tan`im sehingga dia membutuhkan mahram, karena itu Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengutus saudaranya, Abdurrahman, untuk menemaninya, apalagi kejadian tersebut pada malam hari, saat manusia perlu untuk beristirahat, dan Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam terpaksa harus menentukan tempat untuk bertemu kembali setelah melepasnya untuk melakukan umrah.

Tindakan beliau beralih dari cara berihram dari Tanah Haram yang lebih mudah bagi seluruh orang, kepada cara berihram dari Tanah Halal yang mengandung kesulitan dan pembebanan yang tidak terdapat dalam cara berihram yang pertama merupakan dalil bahwa ihram untuk umrah dari Tanah Halal dan bukan dari Tanah Haram merupakan perkara yang dimaksudkan dengan sengaja dan ditetapkan oleh syariat bagi orang yang ingin menunaikan umrah ifrad ketika dia berada di Tanah Haram.

Beberapa ulama berpendapat bahwa umrah, baik sunah maupun wajib bagi setiap Muslim yang mukalaf dan mampu, hendaknya dilakukan bersama dengan ibadah haji oleh orang yang ingin melakukannya dan dia berada di Tanah Haram.

Dia berihram untuk umrah dan haji secara qiran dan tidak usah keluar dari Tanah Haram ke Tanah Halal, ke Tan`im atau yang lainnya untuk berihram umrah ifrad dari sana Karena beliau tidak mengizinkan hal tersebut kecuali untuk Aisyah untuk membuatnya senang, dan tidak terdapat riwayat yang menyebutkan ada sahabat yang keluar dari Tanah Haram untuk berihram umrah dari Tanah Halal.

Dan sejumlah ulama berpendapat bahwa ihram untuk umrah ifrad itu dari Makkah dan kawasan Tanah Haram lainnya, berdasarkan keumuman hadits Ibnu Abbas.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'