Terdapat banyak ayat Al-Qur'an al-Karim dan hadis Nabi yang menganjurkan untuk selalu menjaga silaturahmi. Saya memiliki saudari kandung yang sedang menghadapi pemutusan total dari sebagian saudara-saudaranya, termasuk penulis surat ini, karena beberapa sebab, di antaranya: Ia menikah dengan seorang laki-laki yang kondisinya lebih diketahui Allah daripada saya. Bisa jadi ia adalah laki-laki baik dan bisa jadi bukan.
Yang jelas, sejak awal semua saudarannya tidak menyukai laki-laki tersebut atau menyetujui pernikahan mereka berdua. Hanya saja, ibu menyetujuinya, bahkan pernikahan tetap berlangsung walaupun banyak yang menentang. Inilah yang menimbulkan permusuhan dan kebencian antara saudara-saudara dan antara suami yang tidak di setujui tersebut. Saya memiliki seorang saudara laki-laki yang tidak saya sucikan di sisi Allah. Ia berakhlaq mulia, beragama, dan berpegang teguh dengan agamanya (multazim).
Ia seorang yang berhasil dalam perkara agama dan dunianya. Saudaraku ini pernah mengusir suami tersebut dari rumah kami karena kunjungannya ke rumah hampir setiap hari dan begadangnya hingga lewat tengah malam. Tentu saja, ia adalah tamu yang kedatangannya tidak diharapkan. Kemudian suaminya pergi ke kantor polisi ditemani oleh saudara perempuan saya, yang memperlihatkan auratnya (tabarruj).
Saudara saya akhirnya di panggil dan mereka menuduhnya telah mengusir mereka (berdua) dari rumah. Suaminya, khususnya, menuduh saudara saya dengan tuduhan-tuduhan lain dengan mengada-ada dan dusta. Permasalahan selesai dengan keputusan bahwa sang suami menolak datang ke rumah kami lagi dan saudari saya tidak pernah datang lagi sejak beberapa bulan karena merasa malu dengan perbuatan yang mereka perbuat.
Sebulan setelah kejadian yang disayangkan ini saudara saya akhirnya dipenjara selama delapan bulan. Allahu A'lam (Allah yang lebih mengetahui) kenapa? Yang jelas, permasalahan ini telah berlalu sekitar dua tahun dan saudara saya pun telah keluar dari penjara dan Allah memudahkannya pergi keluar negeri. Kemudian saudari saya datang ke rumah kami untuk mengunjungi ibu saya.
Saya tidak memperhatikannya, bahkan saya tidak sanggup melihat mukanya sebagai bentuk kebencian dan ejekan akibat perbuatannya yang memalukan sejak pertunangannya sampai hari ini. Saya terkadang berfikir tentang silaturahmi, tetapi saya urung dan ingat firman Allah Ta'ala, yang maknanya: bahwa janganlah kita berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
Apakah saudari saya, akibat perilakunya ini, tergolong orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya? Lagipula saudara saya mengirimkan surat kepada saya dan mengingatkan saya bahwa saya tidak harus berbaikan dengan saudari saya karena pernikahannya tergolong perbuatan zina. Boleh jadi perkataannya ini disebabkan pernikahan ini tidak direstui oleh saudara-sadaranya? karena akad nikah berlangsung setelah ayah meninggal.
Sang suami juga menceraikannya sebelum menggaulinya kemudian ruju' kembali kira-kira setelah satu bulan di hadapan modin, satu orang saksi, dan ibu saja. Apakah ini dibolehkan? Apabila saya memikirkan tentang hubungan silaturahmi saya -saya memohon kepada Allah dengan jujur agar menjadikan amalan saya ikhlas karena-Nya lagipula saudari saya tidak menutup aurat (mutabarrijah) apakah saya boleh memintakannya rida Allah sedangkan ia membuat murka Allah dengan perbuatannya ini?
Saya minta maaf apabila saya tidak bisa memaparkan persoalan secara baik, tetapi saya mohon maaf karena kami hidup dalam keretakan, kerugian, dan perpecahan keluarga yang mengerikan, bukan karena saudari saya, saya atau saudara saya, melainkan saya yakin dan Allah yang lebih tahu bahwa ini karena ibu dan ayah. Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Dia adalah sebaik-baik penolong.
Saya sangat jengkel sekali dengan ibu saya karena kelakuannya menimbulkan banyak masalah dan ialah sumber dan pokok terjadinya pernikahan ini. Ia terpaksa harus memusuhi anak-anak yang paling di sayanginya, tetangga dan orang-orang yang dicintainya hanya karena pernikahan ini. Betapa berat apa yang diusahakannya. Bahkan pernikahan tersebut menyebabkan anaknya masuk penjara.
Syekh yang terhormat, saya minta maaf karena terlalu panjang memaparkannya kepada Anda. Namun, saya hanya bertanya satu pertanyaan, yaitu Apakah boleh menjalin silaturahmi sedangkan saudari saya seperti ini?
Kalian wajib berdamai di antara kalian dengan terus berusaha menasihati ibu dan saudari perempuan kalian dan suaminya dan saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran demi menggapai rida Allah dan menunaikan hak rahim (silaturahmi). Allah Ta’ala berfirman,
فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَصْلِحُوا ذَاتَ بَيْنِكُمْ وَأَطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan di antara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anfal: 1)
Allah berfirman,
لاَ خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat makruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami memberinya pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 114)
Dia berfirman,
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
“Demi masa.”(1) “Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian.”(2) “Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mena’ati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Dia berfirman,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat.” (QS. An-Nisa’: 36)
Dia juga berfirman,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Isra’: 23)
Dan seterusnya sampai dengan Firman (Allah) Ta’ala,
فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ
“Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat haknya.” (QS. Ar-Ruum: 38)
Dan ayat-ayat lainnya. Dasar lainnya adalah sabda Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
الدين النصيحة. قلنا: لمن يـا رسـول الله؟ قال: لله ولكتابه ورسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم
“”Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Bagi siapa, Rasulullah?” Ia menjawab, “Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslimin, dan kaum Muslimin pada umumnya.”
Janganlah kalian memutuskan hubungan silaturahmi karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memperingatkan demikian dalam sabdanya,
إن الرحم شجنة من الرحمن، فقال الله: من وصلك وصلته، ومن قطعك قطعته
“Sesungguhnya rahim adalah jalinan dari Ar-Rahman. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Barangsiapa menyambungmu, maka Aku akan menyambungnya. Barangsiapa memutusmu, maka Aku akan memutusnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari. Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam juga bersabda,
الرحم معلقة بالعرش تقول: من وصلني وصله الله ومن قطعني قطعه الله
“Rahim tergantung di `Arsy dan berkata, “Barangsiapa menyambungku, maka Allah akan menyambungnya; dan barangsiapa memutusku, maka Allah akan memutusnya.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim. Jika mereka menerima nasihat dan penjelasan tersebut, maka alhamdulillah atas hidayah (petunjuk) dan persatuan (hubungan yang telah retak). Jika mereka masih enggan dengan tetap bersikukuh dalam keegoan mereka, maka pergaulilah mereka di dunia dengan baik-baik dan tetaplah terus memberi mereka nasihat, berdasarkan ayat-ayat dan hadis-hadis yang telah disebutkan di atas.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.