Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

pegawai yang pekerjaannya mengharuskan dia tetap bekerja di waktu shalat jumat

3 tahun yang lalu
baca 3 menit
Pegawai Yang Pekerjaannya Mengharuskan Dia Tetap Bekerja di Waktu Shalat Jumat

Pertanyaan

Segala puji hanya bagi Allah. Selawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul-Nya, keluarga dan para sahabat beliau. Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah meninjau permintaan fatwa yang disampaikan kepada yang terhormat ketua umum, dari yang terhormat kepala pengadilan wilayah `Asir. I ni merupakan surat tembusan dari sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior nomor 443/2 tanggal 24/3/1397 H yang berisi: Bersama ini kami kirimkan pertanyaan yang diajukan oleh direktur umum layanan telegraf dan telepon di wilayah selatan, yang berbunyi: Layanan telegraf dan telepon terus bekerja sepanjang hari, tidak terkecuali hari Jumat. Ada para pegawai piket yang menjadi operator telepon dan sistem radio. Pekerjaan memaksa mereka untuk tidak meninggalkannya meskipun hanya satu menit, karena dapat menyebabkan terhentinya jaringan komunikasi sistem radio dan telepon. Dia meminta fatwa, apakah para pegawai itu harus meninggalkan pekerjaannya dan pergi ke masjid untuk salat? Demikian kami sampaikan, agar diketahui sesuai dengan yang dimintakan oleh penanya di atas.

Jawaban

Secara hukum asal, shalat Jumat itu wajib ‘ain (wajib bagi setiap orang, dalam hal ini setiap laki-laki), berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al Jumu’ah : 9)

Juga, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Ibnu Mas`ud radhiyallahu `anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu `Alaihi wa Sallam bersabda kepada kaum yang meninggalkan shalat Jumat,

لقد هممت أن آمر رجلاً يصلي بالناس، ثم أحرق على رجال يتخلفون عن الجمعة بيوتهم

” “Sungguh, aku ingin menyuruh seseorang agar mengimami orang-orang, kemudian aku bakar rumah seluruh kaum lelaki yang meninggalkan shalat Jumat.””

Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiyallahu `anhuma, bahwa keduanya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda di atas mimbarnya,

لينتهين أقوام عن ودعهم الجمعات أو ليختمن الله على قلوبهم ثم ليكونن من الغافلين

“”Hendaklah suatu kaum tidak lagi meninggalkan shalat Jumat, atau Allah akan menutup hati mereka. Kemudian, mereka termasuk orang-orang yang lalai.””

Juga terdapat ijmak para ulama mengenai hal ini. Namun, apabila terdapat alasan syar’i, seperti menjadi penanggung jawab langsung dalam menjaga keamanan umat islam dan kemashlahatannya dan mengharuskannya bekerja saat dilangsungkannya shalat Jumat, misalnya polisi keamanan, polisi lalu lintas, pegawai jaringan sistem radio, telepon, dan sebagainya, serta orang-orang yang terkena shift saat adzan terakhir shalat Jumat atau ketika iqamah shalat berjamaah, maka orang-orang dalam kondisi ini diterima uzurnya untuk meninggalkan shalat Jumat atau pun shalat berjamaah.

Ini berdasarkan keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu.” (QS. At Taghaabun : 16)

Dan sabda Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam

ما نهيتكم عنه فاجتنبوه، وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم

“”Apa yang aku larang, maka hendaklah kalian menjauhinya. Apa yang aku perintahkan, maka lakukanlah sesuai kemampuan kalian.””

Selain itu, uzur dalam kondisi ini tidak lebih ringan daripada orang yang khawatir akan diri, harta, dan lain-lain, sebagaimana uzur-uzur yang disebutkan para ulama untuk meninggalkan shalat Jumat dan berjamaah diterima, ketika uzur itu masih ada. Meskipun demikian, ini tidak menggugurkan kewajiban shalat Zuhur baginya.

Bahkan, dia mesti menunaikannya tepat waktu. Apabila memungkinkan untuk dikerjakan secara berjamaah, maka wajib berjamaah sebagaimana shalat lima waktu lainnya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'