Dakwah untuk mengajak kepada ajaran Allah adalah tugas para nabi dan pengikutnya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”.” (QS. Yusuf: 108)
Metode dakwah kepada Allah diambil dari Alquran, Sunah, dan perjalanan sejarah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ia tidak dilandaskan pada istilah-istilah jamaah yang tidak ada dalilnya, baik dari Alquran maupun Sunah. Metode dakwah yang disebutkan di atas itu tidak memiliki landasan, baik dari Alquran maupun Sunah. Metode tersebut hanyalah buatan sekelompok manusia.
Perkataan seseorang boleh diterima atau ditolak, kecuali sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dakwah apapun yang tidak memperhatikan penegakan akidah, tidak memerintahkan kemurnian ibadah hanya untuk Allah, tidak melarang bidah dan urusan-urusan yang dibuat-buat, serta tidak mengambil manfaat ilmu yang bersumber dari Alquran.
Hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, atau para ulama, maka dakwah yang demikian itu adalah tidak benar. Sebab, metode dakwah seperti itu bertentangan dengan cara yang dilakukan para nabi saat mengajak untuk menuju ajaran Allah. Setiap nabi selalu mengawali dakwahnya kepada kaumnya dengan mengucapkan,
“Wahai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tak ada Tuhan bagimu selain-Nya Ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengutus Mu`adz ke Yaman, Rasulullah berpesan kepadanya, “Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum dari Ahli Kitab, maka hendaknya hal pertama yang kamu sampaikan kepada mereka adalah bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan salat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka katakan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir.”
Jadi, hal pertama yang harus dilakukan seorang dai adalah mengajak untuk mengesakan Allah, tanpa harus dibatasi waktu seminggu, sebulan, atau setahun. Sebab, penentuan waktu semacam itu tidak ada dalilnya, dan kebutuhan akan dakwah senantiasa ada di setiap waktu.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.