Hadits tersebut tidak sahih. Perbedaan adalah cobaan dan ujian dari Allah kepada para hamba-Nya, dan bukan rahmat sama sekali. Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, dan adalah ’Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antaramu yang lebih baik amalnya.” (QS. Hud: 77)
Dan firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya” (QS. Al-Kahfi: 7)
Oleh karenanya, siapa saja yang berijtihad untuk mencari kebenaran dalam permasalahan yang menjadi perbedaan ulama dan dia layak untuk berijtihad dengan ilmu dan pengetahuannya, lalu ijtihadnya benar, maka dia mendapatkan dua pahala. Jika ijtihadnya salah, maka dia mendapatkan satu pahala.
Adapun orang yang berbicara tentang permasalahan yang menjadi perbedaan pendapat tanpa berdasarkan ilmu dan mengikuti hawa nafsunya, maka dia berdosa dan tidak mendapatkan pahala. Dengan ini, maka dalil-dalil dari Al-Quran, Sunnah dan perkataan para ulama dapat dikompromikan. Dan Allah Ta’ala telah berfirman,
“Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat.(118) kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu.” (QS. Hud: 118-119)
Dan Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Apabila seorang hakim menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan benar, baginya dua pahala. Dan apabila ia menghukumi satu perkara, lalu berijtihad dan keliru, baginya satu pahala.” (Muttafaq ‘Alaih).
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.