Jika seorang perempuan hamil menggugurkan kandungannya lalu keluar sepotong daging, segumpal darah atau daging, yang belum terbentuk sosok manusia maka tidak dihukumi sebagai anak dilihat dari kewajiban menyalatkannya, iddah tidak dianggap selesai dengannya, dan tidak berlaku nifas karenanya.
Oleh karena itu, ia tidak perlu memperhatikan darah yang ia lihat. Jika darah tersebut bertepatan dengan hari-hari siklus haidnya maka ketika itu darah tersebut dianggap sebagai darah haid.
Namun, jika kandungan yang gugur itu telah terbentuk sosok manusia, dan itu pada umumnya terjadi jika kandungan telah berusia tiga bulan, atau paling sedikit delapan puluh satu hari, maka kandungan itu dikenai hukum anak dilihat dari sisi selesainya masa iddah dengannya dan berlakunya hukum nifas.
Jika ia menemukan darah pada masa nifas maka darah itu adalah darah nifas yang karenanya ia wajib meninggalkan salat dan puasa tapi ia wajib mengqada puasa selama hari-hari yang ia tinggalkan tersebut. Namun demikian, kandungan yang gugur itu tidak dimandikan dan tidak disalatkan hingga mencapai umur empat bulan.
Imam Ahmad pernah ditanya kapan wajib menyalatkan anak kecil maka beliau menjawab, “Jika telah mencapai umur empat bulan.” Karena ketika itu ruhnya telah ditiupkan kepadanya.
Jika kandungan tersebut tidak mencapai usia ini maka tidak dimandikan, dikafani dan disalatkan, tapi cukup dibungkus dengan selembar kain dan dikuburkan di sebuah lubang karena ia tidak memiliki kehidupan sehingga tidak dianggap sebagai manusia sebelum mencapai umur empat bulan.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.