Pertama, syariat suci memerintahkan untuk menanam rasa kasih sayang di antara sesama kaum Muslimin dan menganjurkan agar saling mengasihi, menyayangi, dan bergaul dengan baik antar sesama supaya urusan kehidupan mereka berjalan dengan stabil, jiwa menjadi bersih, dan bersatu dalam menghadapi musuh. Mereka telah diperingatkan syariat untuk tidak bermusuhan dan membenci, sebagaimana mereka dilarang untuk mendiamkan saudara mereka dan memutuskan hubungan persaudaraan.
Syariat menjadikan sikap mendiamkan saudara lebih dari tiga hari sebagai haram. Di dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim dan selain keduanya dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Seorang muslim tidak halal mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Mereka berdua bertemu tetapi saling memalingkan muka. Yang terbaik dari keduanya adalah yang mulai mengucapkan salam.”
Dalam kitab Sunan Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Jauhkan diri kalian dari keburukan orang yang berselisih karena sesungguhnya ia adalah pemangkas (pembinasa)” yakni memangkas agama.
Kedua, apabila seorang Muslim bercekcok dengan saudaranya, maka dia harus pergi mendatangi dan mengucapkan salam kepadanya serta hendaklah berlemah lembut dengannya dalam rangka memperbaiki hubungan persaudaraan. Sesungguhnya dalam tindakan tersebut terdapat pahala besar dan keselamatan dari dosa. Ada riwayat Abu Dawud dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
“Seorang Muslim tidak patut mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Apabila dia bertemu dengan saudaranya tersebut, hendaklah dia mengucapkan salam tiga kali. Namun, jika dia tidak menjawabnya, maka dialah yang menanggung dosanya.”
Di dalam Shahih Muslim dan yang lainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, ia bersabda,
“Amal perbuatan manusia dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis. Pada hari itu Allah mengampuni dosa orang-orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu, kecuali orang yang sedang bermusuhan dengan saudaranya. Dia pun berfirman, “Tangguhkanlah untuk dua orang yang sedang bermusuhan ini sampai mereka berdamai.”
Apabila orang yang disakiti dan dicaci sangat yakin bahwa berdamai dengan orang yang menyakitinya akan membuatnya semakin buruk dan jahat, maka dia boleh mendiamkannya, dalam rangka menghindari tindakan kejinya, menjaga kehormatannya, dan menghindari kejahatan dan faktor-faktor penyebabnya.
Ketiga, seyogyanya kaum Muslimin berupaya untuk memperbaiki hubungan persaudaraan dengan sesama mereka, terutama di antara orang-orang yang sedang bertikai, mengajak mereka untuk berdamai, dan menjelaskan kepada mereka tentang keutamaan memaafkan dan pahalanya yang sangat besar. Allah Ta’ala berfirman,
“maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syuura: 40)
Dalam kitab Sunan Tirmidzi dan Abu Dawud dari Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Maukah kalian aku beritahukan sesuatu yang lebih baik daripada derajat salat, puasa, dan sedekah?” Para sahabat berkata, “Ya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Mendamaikan orang yang berselisih karena hubungan persaudaraan yang rusak adalah pemotong (agama).”
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.