Salah seorang pembimbing dalam misi haji menyampaikan ceramah agama. Dalam ceramahnya tersebut, dia menyebutkan bahwasanya seorang yang taklid tidak boleh memberikan fatwa kepada masyarakat dengan selain pendapat jumhur ulama, dan bahwasanya yang boleh memberi fatwa dengan selain pendapat jumhur hanyalah seorang mujtahid seperti Ibnu Baz rahimahullah.
Beberapa pelajar yang ada bersama kami biasanya jika ditanya tentang suatu perbuatan sebelum perbuatan itu terjadi, maka dia menyampaikan fatwa tentangnya berdasarkan pendapat jumhur ulama. Namun jika perbuatan itu telah terjadi dan ditanyakan setelah terjadi, maka dia menyampaikan fatwa tentangnya berdasarkan pendapat salah seorang imam, bukan berdasarkan pendapat jumhur.
Pertanyaannya: Apakah pendapat pembimbing misi haji tersebut benar bahwa tidak boleh memberikan fatwa kecuali berdasarkan pendapat jumhur, baik sebelum dan setelah perbuatan yang ditanyakan terjadi, sekalipun pengulangan memberitahukan pendapat jumhur ulama tersebut memberatkan diri orang yang meminta fatwa? Kami memohon fatwa mengenai hal ini. Semoga Allah memberi pahala kepada Anda.
Seorang mufti menyampaikan fatwa berdasarkan pendapat yang paling kuat dalilnya, jika dia berkompeten dalam masalah yang ditanyakan. Namun jika dia tidak berkompeten, maka dia harus melimpahkan pertanyaan tersebut kepada ulama lain.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.