Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

melarang bibi menjual hak warisnya

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Melarang Bibi Menjual Hak Warisnya

Pertanyaan

Saya memiliki tiga bibi saudari dari ayah. Yang paling besar tinggal satu rumah bersama kami, yang kedua tinggal bersama menantunya, dan yang ketiga tinggal bersama suaminya. Mereka bersepakat memboikot saya akibat warisan yang kami miliki bersama-sama. Mereka ingin menjualnya tanpa persetujuan saya. Saya adalah mitra mereka dalam hak waris meskipun mereka tidak mengakuinya. Tentu saja, saya melarang pembeli dan mengembalikan uang yang telah dibayarkannya kepada mereka. Saya tidak mengambil keuntungan dari harta-harta ini atau memanfaatkannya. Saya meninggalkan untuk mereka kemudian saya pergi. Saya ingin mereka bisa hidup dari hasil panen ladang dan tinggal di rumah dengan syarat tidak menjualnya demi kebutuhan mereka. Setelah mereka memboikot saya, saya pun mengasingkan diri dari mereka dan tinggal seorang diri. Namun, saya takut memutuskan tali silaturahmi karena saya menghadapi balasan bagi orang yang memutus silaturahmi. Mohon penjelasan tentang hal tersebut dan kedudukan mereka sebagai kerabat. Apakah saya berdosa karena memutus silaturahmi dengan mereka? meskipun merekalah yang terlebih dahulu memutuskannya, bukan saya.

Jawaban

Larangan Anda kepada bibi-bibi Anda dari menjual hak waris yang didapat dari ayah mereka adalah kezaliman dan kelaliman Anda. Masing-masing dari mereka berhak untuk memanfaatkan apa yang mereka miliki secara syariat dan tidak ada satuapun yang bisa melarangnya selama mereka memiliki hak untuk memanfaatkannya secara syariat. Putusnya tali silaturahmi antara Anda dan mereka adalah disebabkan oleh Anda.

Oleh karena itu, Anda harus memohon ampun kepada Allah dan bertobat dari dosa besar ini dan meminta maaf dan mengunjungi mereka. Allah Jalla wa `Ala memerintahkan silaturahmi dengan firman-Nya,

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ

“Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim.” (QS. An-Nisaa’: 1)

Dan firman Allah Ta`ala,

وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat haknya.” (QS. Al-Israa’: 26)

Ulama bersepakat bahwa silaturahmi hukumnya wajib dan memutusnya adalah haram. Ada riwayat Bukhari dan Muslim dan selain keduanya dari Abu Hurairah Radhiyallahu `Anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,

من كان يؤمن بالله واليوم والآخر فليكرم ضيفه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليصل رحمه

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia menyambung silaturahminya.” dan seterusnya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'