Terkait masalah pembagian kekayaan untuk anak-anak lelaki tanpa menyertakan anak-anak perempuan, maka syariat Islam yang penuh toleransi ini telah mewajibkan berlaku adil di antara anak-anak, baik lelaki maupun perempuan. Diriwayatkan dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma
“Bahwa dia diberi hadiah seorang budak oleh ayahnya. Kemudian sang ayah mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk meminta beliau sebagai saksi atas hal itu. Lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya kepadanya, “Apakah kamu memberikan hal seperti ini kepada seluruh anakmu?” Dia menjawab, “Tidak.” Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bertakwalah kepada Allah dan berbuatlah adil kepada anak-anakmu.””
Dalam riwayat lain, beliau bersabda,
“Sesungguhnya aku tidak akan bersaksi atas kezaliman.”
Oleh karena itu, jika ayah Anda ingin membagi seluruh atau sebagian kekayaannya kepada anak-anak, maka dia harus membagikannya kepada anak laki-laki dan perempuan sesuai hitungan warisan yang ditetapkan oleh syariat, dimana anak lelaki mendapatkan dua kali lipat bagian anak perempuan.
Dia tidak perlu memikirkan anak yang lahir kelak. Namun jika sudah ada janin di perut istrinya, maka sebaiknya dia menunda pembagian kekayaannya hingga anak itu dilahirkan. Selain itu, tidak boleh memberi salah seorang dari mereka melebihi apa yang disebutkan dalam Al-Quran,
“Bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan” (QS. An-Nisa’ : 11)
Baik atas nama sedekah, hibah, atau melalui penjualan dengan harga yang lebih murah dari harga umum, kecuali jika anak-anak lain –yang telah dewasa– menyetujuinya. Persetujuan ini hanya berlaku dalam hak mereka saja. Seorang ayah juga tidak dapat menjadi wakil dari anak-anaknya yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan, dalam memberikan persetujuan itu.
Adapun pertanyaan mengenai hak ibu Anda atas ayah, maka jawaban rincinya adalah sebagai berikut: Jika ibu Anda adalah seorang istri yang melakukan nusyuz (tidak tunduk kepada suami) tanpa alasan yang benar, maka dia tidak memiliki hak atas ayah Anda, baik pakaian atau lainnya, sampai dia berhenti dari nusyuz-nya dan memenuhi permintaan ayah Anda sesuai kebiasaan yang berlaku.
Namun, jika dia menolak menaati ayah Anda karena hak-haknya tidak dipenuhi oleh ayah Anda, maka ini termasuk masalah perselisihan rumah tangga. Yang berhak memecahkan masalah ini adalah pengadilan, kecuali jika keduanya berdamai dan saling meridhai. Jika ada mediasi dari beberapa orang saleh dari kerabat atau tetangga untuk mendamaikan keduanya, maka itu akan sangat baik. Sebab, berdamai itu lebih baik. Semoga Allah memperbaiki keadaan kita semua.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.