Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

hukum menasabkan anak temuan kepada orang yang mengadopsinya

2 tahun yang lalu
baca 3 menit
Hukum Menasabkan Anak Temuan Kepada Orang Yang Mengadopsinya

Pertanyaan

Kami paparkan kepada Anda bahwa salah seorang kerabat kami paman Hamd telah mengadopsi seorang anak temuan berkelamin laki-laki. Dia mengasuh, mendidik dan memperlakukan dengan baik anak itu. Melalui sebuah ijtihad dan didorong oleh rasa kasih sayang, dia menamai anak itu dengan nama Y H Sy. Lalu paman yang mengadopsi ini meninggal dunia di daerah Az-Zubair dan tidak memiliki anak yang mewarisi hartanya. Si anak temuan sudah balig dan kuliah di Institut Tehnik Azh-Zhahran. Keluarga sudah berembuk untuk melakukan perubahan nama anak temuan ini. Sebagian mereka berpendapat untuk melakukan perubahan namanya dan sebagian yang lain tidak mempedulikan. Karena takut akan terjadi pencampuradukan nasab dan kesalahan dalam pembagian warisan, maka saya meminta fatwa tentang hukum agama mengenai hal tersebut; sehingga kami bisa berjalan sesuai fatwa.

Jawaban

Menurut hukum syariat, tidak boleh menasabkan anak temuan kepada orang yang mengadopsinya, dengan menuliskan nama orang yang mengadopsinya sebagai nama bapak anak temuan ini dan menisbahkan anak temuan ini kepadanya dalam sebuah hubungan nasab anak ke bapaknya dan ke sukunya, sebagaimana dalam konsultasi fatwa karena hal tersebut mengandung kebohongan, kedustaan, pencampuradukan nasab, dapat membahayakan kehormatan dan mengubah arah pembagian warisan dengan tidak mengasihkan bagian kepada orang yang berhak dan justru mengasih orang yang tidak berhak, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal dalam berkhalwat dan nikah dan seterusnya yang masuk dalam pelanggaran berbagai larangan agama dan pelampauan batas ketentuan syariat.

Karena itu Allah mengharamkan penasaban anak kepada yang bukan bapaknya dan Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam melaknat orang yang menasabkan diri kepada orang yang bukan bapaknya atau bukan maulanya (tuan yang memerdekakannya). Allah Ta`ala berfirman,

وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِأَفْوَاهِكُمْ وَاللَّهُ يَقُولُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِي السَّبِيلَ (4) ادْعُوهُمْ لآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ فَإِنْ لَمْ تَعْلَمُوا آبَاءَهُمْ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَمَوَالِيكُمْ وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

“Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar).(4) Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu . Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Kedudukan hubungan darah dalam hubungan waris.” (QS. Al-Ahzab : 4-5)

Nabi Muhammad Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,

من ادعى إلى غير أبيه وهو يعلم فالجنة عليه حرام

“Barangsiapa mengaku anak seseorang yang bukan bapaknya padahal dia mengetahuinya, maka surga haram baginya.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim)

Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam juga bersabda,

من ادعى إلى غير أبيه أو انتمى إلى غير مواليه فعليه لعنة الله المتتابعة إلى يوم القيامة

“Barangsiapa mengaku anak seseorang yang bukan bapaknya atau mengidentitaskan diri kepada yang bukan maulanya maka baginya laknat Allah yang bersinambung hingga hari Kiamat.”

Ijtihad paman peminta fatwa dalam memberi nama sebagaimana yang disebutkan merupakan suatu kesalahan yang tidak boleh dilanjutkan dan wajib diubah dan diganti sesuai nas-nas agama terkait keharaman penamaan tersebut, serta sesuai hikmah-hikmah yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun sikap kasih sayang kepada anak temuan, mendidik dan berlaku baik kepadanya merupakan amal kebajikan yang dianjurkan dalam syariat Islam.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'