Pertama, jika ayah Anda menjual barang dagangan yang belum dibeli dari pasar (toko) kepada orang yang menjadi konsumennya dengan sistem utang, maka transaksi itu hukumnya tidak boleh. Ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Janganlah kamu menjual barang yang tidak ada padamu.”
Kedua, menjual barang yang harga aslinya 1000 riyal secara kredit, dengan nilai pelunasan 1200 riyal karena ada tempo tertentu, hukumnya adalah boleh. Dalilnya adalah pengertian umum dari firman Allah Ta’ala,
” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (QS. Al-Baqarah : 282)
Ketiga, ayah Anda harus menerima terlebih dahulu barang dagangan yang dia beli agar transaksi kedua (yang dilakukannya dengan peminjam) menjadi sah. Diriwayatkan secara sahih bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah dia menjualnya kembali hingga benar-benar menakarnya.” (HR. Muslim)
Dalam masalah makanan, juga diriwayatkan bahwa orang yang membeli makanan tidak boleh menjualnya kembali hingga dia betul-betul menerimanya. Ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok sahabat. Adapun dalam hal selain makanan, telah diriwayatkan dalam hadits Hakim bin Hizam dari riwayat Imam Ahmad, bahwa dia pernah bercerita,
“Saya (Hakim bin Hizam) bertanya kepada Rasulullah, ‘Saya membeli barang dagangan, maka apa yang diharamkan dan apa yang dihalalkan untuk saya?’ Beliau bersabda, ‘Apabila engkau membeli barang, janganlah menjualnya sebelum terjadi serah terima.”
Selain itu, diriwayatkan oleh ad-Daraquthni dan Abu Dawud dari hadits Zaid bin Tsabit,
“Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang menjual kembali barang dagangan di tempat terjadinya transaksi jual beli, hingga para pedagang membawa barang dagangannya ke tempat tinggal mereka.”
Diriwayatkan oleh as-Sab’ah (tujuh perawi) kecuali Tirmidzi, dari hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah dia menjualnya kembali hingga dia selesai menerimanya.”
Ibnu Abbas berkata, “Saya rasa ini menunjukkan bahwa semua barang memiliki standard aturan yang sama. Dari sini dapat diketahui bahwa hadits-hadits di atas menegaskan larangan menjual barang dagangan yang telah dibeli, kecuali setelah diterima dan dibawa pulang.”
Keempat, jika ayah Anda telah menerima kain itu, maka dia boleh menjualnya kembali. Kelima, orang yang membeli barang dagangan dari ayah Anda harus menerima barang itu terlebih dahulu agar dia boleh menjualnya lagi.
Keenam, orang yang membeli barang secara utang untuk dijual secara kontan karena membutuhkan uang tunai, hukumnya boleh. Demikian menurut pendapat yang paling sahih dari kedua pendapat ulama yang berbeda. Hal itu dinamakan “at-Tawarruq”. Namun dia tidak boleh menjualnya kembali kepada penjual aslinya, dengan harga yang lebih murah dibandingkan ketika dia membelinya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.