Wajib menzakati harta anak yatim dan orang gila. Pendapat ini merupakan pendapat Ali, Ibnu Umar, Jabir bin Abdullah, Aisyah, dan Hasan bin Ali sebagaimana yang diriwayatkan dari mereka oleh Ibnul Mundzir.
Para wali mereka berkewajiban mengeluarkan zakat harta mereka. Adapun dalil yang menunjukkan tentang kewajiban zakat dari harta mereka adalah keumuman dalil kewajiban zakat dari Alquran dan Sunah.
Ketika Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam mengutus Mu`adz ke Yaman dan menjelaskan hal yang harus disampaikan kepada penduduk Yaman, di antara yang beliau sabdakan,
“Ajarkanlah kepada mereka bahwa mereka wajib membayar zakat; diambil dari orang-orang kaya di kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang fakir dari kalangan mereka.” (HR. Jama’ah (Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah)
Kata “orang-orang kaya (aghniya’)” mencakup anak kecil dan orang gila, sebagaimana kata “orang-orang fakir (fuqara’)” juga mencakup mereka. Imam Syafi`i dalam musnadnya meriwayatkan dari Yusuf bin Malik, bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,
“Kembangkanlah kekayaan anak-anak yatim, hingga zakat tidak menghilangkannya atau menghabiskannya” (Hadis ini mursal)
Imam Malik di dalam kitab Al-Muwaththa’ meriwayatkan, dia mendengar bahwa Umar bin Khaththab radhiyallahu `anhu berkata, “Gunakanlah harta anak yatim untuk berdagang (agar berkembang) hingga tidak habis oleh zakat.”
Umar mengatakan hal tersebut kepada khalayak dan memerintah mereka untuk melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa termasuk hukum yang dijadikan pedoman dan disepakati adalah kebolehan menginvestasikan harta anak yatim.
Imam Malik di dalam kitab Al-Muwaththa’ juga meriwayatkan dari Abdurrahman bin al-Qasim dari ayahnya bahwa dia berkata, “Aisyah mengasuh saya dan dua anak yatim lainnya di rumahnya. Dia mengeluarkan zakat dari harta kami.”
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.