Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

hal-hal yang mewajibkan qadha dan kafarat

3 tahun yang lalu
baca 2 menit
Hal-hal Yang Mewajibkan Qadha Dan Kafarat

Pertanyaan

Saya ingin mengetahui perkara-perkara yang mewajibkan qadha pada bulan Ramadhan. Saya pernah membahas masalah ini. Berdasarkan bahasan tersebut saya menyimpulkan ada dua pendapat terkait hal itu. Pendapat pertama mengatakan bahwa perkara-perkara yang mewajibkan qadha dan kafarat adalah jimak (hubungan suami istri) saja, tidak ada yang lain. Dalilnya sudah banyak diketahui di dalam Sunah. Sementara itu, pendapat kedua menyebutkan bahwa semua yang masuk ke dalam lambung dengan sengaja mewajibkan qadha dan kafarat, termasuk jimak. Namun saya tidak menemukan dalilnya dari Alquran atau Sunah. Karena itu saya mohon Anda memberikan jawaban yang jelas berdasarkan dalil dari Alquran dan Sunah. Semoga Allah membalas Anda dengan segala kebaikan atas apa yang Anda berikan kepada kami dan umat Islam.

Jawaban

Nabi Shallallahi ‘Alaihi wa Sallam telah menetapkan hukum kewajiban membayar kafarat kepada seorang Arab Baduwi, karena dia melakukan hubungan intim dengan istrinya dengan sengaja pada siang Ramadhan saat sedang berpuasa.

Apa yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ini menjadi penjelasan bagi penentuan hukum, dan dalil tertulis tentang sebab hukumnya. Para ulama fikih sepakat bahwa status pelaku sebagai Arab Baduwi adalah sifat yang tidak berhubungan, tidak mengandung arti tertentu, dan tidak memberi pengaruh apa pun terhadap hukum.

Karena itu, orang Turki atau pun bangsa lain wajib membayar kafarat, jika berhubungan intim dengan istrinya (pada siang Ramadhan). Ulama fikih juga sepakat bahwa (meskipun dalam hadits tersebut) wanita yang diajak berhubungan intim itu adalah istri, statusnya ini tidak terkait dengan hukum dan tidak dijadikan batasan.

Artinya, berhubungan intim dengan budak perempuan dan melakukan zina (dengan selain yang pasangan halal) juga mewajibkan kafarat. Mereka juga sepakat bahwa penyesalan yang dirasakan oleh orang yang berhubungan intim tidak berpengaruh pada kewajiban membayar kafarat.

Karena itu hal-hal yang disebutkan di atas tidak bisa dijadikan batasan penentuan hukum. Selanjutnya, ulama fikih berbeda pendapat dalam hal jimak. Apakah ia satu-satunya hal yang dipandang sebagai penyebab wajibnya kafarat, sebab jimak itu telah membatalkan puasa, ataukah karena melanggar kesucian bulan Ramadhan dengan sengaja, meskipun dengan makan atau minum? Syafi`i dan Ahmad berpendapat dengan pertama.

Abu Hanifah, Malik, dan orang yang mengikutinya berpendapat dengan yang kedua. Pangkal perbedaan antara kedua kelompok itu didasarkan pada ketidaksamaan dalam menentukan batasan faktor hukumnya.

Apakah hukum itu bergantung pada pelanggaran terhadap kesucian puasa bulan Ramadhan yang batal karena jimak secara sengaja, atau (bergantung pada) pelanggaran (kesucian puasa Ramadhan) yang batal dengan sebab apa pun secara sengaja, sekalipun dengan makan atau minum.

Pendapat yang benar adalah yang pertama, sesuai dengan makna zahir hadits. Juga, karena hukum asalnya adalah tidak ada tanggungan kewajiban membayar kafarat kecuali jika ada dalil yang menjelaskan tentang kewajibannya.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'