Almarhum ayah saya adalah orang miskin. Dia menjual sebidang tanah dengan harga murah. Hal tersebut terjadi dua puluh tahun yang lalu. Akan tetapi pembelinya berkata kepada ayah saya, "Boleh jadi anak-anak Anda nanti akan mengambil tanah tersebut dari saya. Oleh karena itu, tulislah bukti bahwa tanah yang Anda jadikan tempat tinggal ini adalah milik saya, sehingga jika anak-anak Anda menguasainya, saya mempunyai bukti." Ayah saya pun membuat catatan mengenai hal tersebut sebagai bukti, dengan dihadiri beberapa orang saksi.
Setelah dua puluh tahun berlalu, kami benar-benar mencatatkan kepemilikan tanah tersebut atas nama kami, karena tanah tersebut memang tidak tercatat sebagai milik pembeli. Selain itu, harga tanah saat ini sedang naik. Kami melakukannya karena hasutan beberapa orang, dengan alasan bahwa kami adalah orang miskin, sedangkan pembeli tersebut kaya raya.
Pembeli tersebut juga tidak menunjukkan bukti bahwa dia telah membelinya dari ayah saya dengan alasan bahwa bukti tersebut hilang. Namun saat ini, saya dan saudara-saudara saya merasa bahwa kami telah mengambil tanah tersebut dengan cara yang tidak benar. Setelah peristiwa itu, pembeli tersebut berkonsultasi kepada para ahli (pakar hukum positif) tentang permasalahan ini.
Para ahli berkata, "Penjual tanah itu punya hak atas Anda. Karena Anda tahu bahwa di masa mendatang anak-anaknya akan mengambil tanah tersebut, dan Anda sendiri telah mengambil bukti bahwa rumah itu adalah milik Anda, namun Anda menghilangkannya. Seandainya Anda memiliki bukti tersebut tentu Anda dapat membenarkan posisi Anda."
Pertanyaan saya tentang masalah ini adalah dari sisi syariat, karena kami takut kepada Allah Ta`ala. Apakah pembeli tersebut mempunyai hak terhadap tanah itu, sehingga kami harus kembalikan kepadanya, ataukah dia tidak memiliki hak terhadapnya sehingga kepemilikannya ada di tangan kami? Wassalamu`alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Jika realitasnya seperti yang Anda sebutkan, bahwa ayah Anda telah menjual sebidang tanah kepada orang lain dengan harga murah, kemudian harga tanah naik padahal sebelumnya ayah Anda telah membuat bukti bahwa pembeli tersebut telah benar-benar membeli tanah yang kalian tempati dengan menuliskan catatan –yang ternyata kini hilang– maka tanah tersebut tetap merupakan milik pembeli. Hukum ini tetap berlaku, baik ketika harganya naik, stabil sejak penjualannya, ataupun turun.
Hukum ini berlaku, baik bukti yang ditulis ayah Anda untuk pembelinya ada ataupun hilang, jika memang Anda dan saudara-saudara Anda merasa mengambil sebidang tanah tersebut darinya secara tidak benar, karena kalian tahu bahwa ayah kalian telah menjualnya kepada orang tersebut, juga tidak ada bukti yang menguatkan pencatatan status kepemilikan tanah tersebut atas nama kalian.
Tindakan kalian tersebut merupakan pelanggaran terhadap hak orang lain. Kalian wajib memohon ampun dan bertobat kepada Allah, serta mengembalikan sebidang tanah tersebut kepada pembelinya. Kecuali jika kalian dan pembeli itu melakukan kesepakatan tertentu, maka dikembalikan pada perjanjian tersebut.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam