Setelah melakukan pengkajian (terhadap permasalahan yang diajukan) maka Komite menjawab sebagai berikut:
Syariat yang suci telah menetapkan haramnya perjalanan perempuan tanpa mahram. Hal ini berdasarkan beberapa hadis yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu `alaihi wa sallam yang melarang hal itu. Ini mencakup seluruh bentuk perjalanan. Sama saja perjalanannya untuk maksud yang mubah, wajib atau sunnah.
Kami telah mengeluarkan fatwa tentang hal itu nomor 16042, berikut ini teksnya: Tidak diperbolehkan bagi seorang muslimah bepergian tanpa mahram. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu `alaihi wa sallam dalam hadis Ibnu `Abbas,
“Janganlah seorang perempuan bepergian kecuali bersama muhrim.” Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari dan Muslim.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu `anhuma, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda ketika sedang berkhotbah,
“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat bersama seorang perempuan melainkan bersama mahram, dan janganlah seorang perempuan bepergian melainkan bersama mahram. Lalu seorang laki-laki berdiri dan bertanya: “Isteriku ingin keluar untuk berhaji, dan aku telah berencana untuk ikut perang ini dan itu”. Maka beliau shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: “Kembalilah, lalu berhajilah bersama istrimu.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, al-Bukhari dan Muslim.)
Seorang perempuan dilarang melakukan setiap yang namanya perjalanan kecuali disertai mahram yang menjaga dan membantu melaksanakan kebutuhannya. Mahram adalah: Suami atau orang yang selamanya diharamkan baginya karena hubungan kerabat, persusuan atau perbesanan, seperti ayah, anak, saudara, keponakan, paman, ayah suaminya, anaknya dari persusuan atar saudara sepersusuan dan yang sejenisnya.
Sama saja apakah perempuan itu masih muda atau sudah tua, sendiri atau dengan perempuan lainnya. Sekelompok perempuan tidak cukup untuk menjadi mahram. Hal ini berdasarkan sifat umum hadis dan tidak bisa menghindarkan dari bahaya.
Yang menjadi kewajiban kaum perempuan dan para walinya adalah bertakwa kepada Allah, menjaga perintah Allah dan Rasul-Nya, meninggalkan larangan Allah dan Rasul-Nya khususnya dalam menjaga kesucian diri dan sifat malu, serta menjauhi sarana keburukan dan kerusakan. Ketamakan terhadap dunia tidak boleh membuat mereka menyepelekan hal ini.
Berdasarkan ini, maka perempuan tidak boleh melakukan perjalanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa mahram. Wajib melarang penyelenggara haji melakukan itu sebagai bentuk kehati-hatian untuk tidak jatuh ke dalam dosa yang dilarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan menutup pintu keburukan dan kerusakan. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman,
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Al-Imran: 97)
Di antara syarat sanggup bagi perempuan adalah keberadaan mahram dan dia menyempatkan dirinya untuk bepergian dengannya. Allah tidaklah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.