Segala puji hanyalah bagi Allah semata, dan semoga salawat dan salam dilimpahkam kepada Nabi Muhammad yang tiada nabi setelah beliau, wabakdu. Komite Tetap Riset Ilmiah dan Fatwa telah surat yang ditujukan kepada Yang Mulia Mufti Agung dari Yang Mulia Kantor Dewan Kementerian, yang dilampiri permintaan fatwa yang diajukan oleh M. A. D dari India, dan dilimpahkan kepada Komite dari Sekretariat Jenderal Dewan Ulama Senior, dengan nomor: 2606, tanggal: 6/5/1420 H. Peminta fatwa mengajukan pertanyaan sebagai berikut:
Kami tinggal di India. Kaum muslim di sini memiliki sistem warisan yang dikatakan sebagai sistem Islami. Sistem ini menyatakan bahwa dalam kasus seseorang meninggal ketika ayahnya masih hidup, maka anak-anak si mayit tidak mewarisi sedikitpun harta kekayaan kakek mereka. Akibatnya, banyak anak-anak yatim itu tidak mendapat bagian dari harta milik kakeknya. Paman-paman mereka membagi warisan ayah mereka tanpa menaruh belas kasihan kepada anak-anak saudara mereka yang meninggal.
Karena itu anak-anak yatim menjadi anak yang fakir, kerjanya mengemis, dan hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan tanpa mempunyai tempat tinggal. Tentu Anda tahu betul tentang konspirasi yang dilancarkan musuh-musuh Islam terhadap kaum muslim. Tidak seorangpun yang bisa mendapatkan kartu identitas pribadi dari pemerintah India jika dia atau ayahnya tidak mempunyai properti atau tanah yang terdaftar dalam registrasi pemerintah.
Mengingat sistem waris tadi, banyak anak yatim kehilangan hak mereka atas tanah kakek mereka dan karenanya mereka berubah menjadi fakir, tidak punya tanah dan tidak pula properti. Pada gilirannya nanti, mereka akan kehilangan hak kewarganegaraan dan harus menghadapi masalah politik. Saya percaya bahwa Islam datang untuk membantu dan menyelamatkan manusia dari kehinaan dunia dan akhirat; yaitu kedamaian dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Saya tidak percaya bahwa ada sistem waris Islam yang bertolak belakang dengan kemaslahatan anak-anak yatim kaum muslim. Saya yakin bahwa ada sekelompok golongan yang mempunyai kepentingan tertentu telah mengubah sistem waris Islam, sebagaimana terjadi pada masa kaisar Akbar tatkala memerintah India.
Saya berharap dan memohon kepada Anda yang mulia, kiranya merupakan suatu kehormatan bagi saya jika saya mendapatkan fatwa tentang permasalahan tersebut dari divisi fatwa. Mudah-mudahan dapat menjadi pengentas anak-anak yatim kaum muslim dari krisis ekonomi dan politik mereka, dan menjadi sarana bagi mereka untuk hidup dalam kedamaian.
Setelah mengkaji permasalahan yang dimintakan fatwa, Komite menjawab bahwa cucu-cucu laki-laki tidak mendapat bagian jika ada paman-paman mereka dari pihak ayah dan ibu atau dari pihak ayah; karena mereka ini terhalang mendapat warisan oleh paman mereka; sesuai sabda Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam,
ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فلأولى رجل ذكر
“Berikanlah harta waris kepada orang yang berhak, jika masih sisa, maka harta itu untuk keluarga lelaki terdekat.”
Paman langsung lebih berhak dibandingkan cucu laki-laki karena paman merupakan anak-anak si mayit.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.