Sudah lima tahun saya berkubang dalam perbuatan maksiat. Setan telah merendahkan kedudukan saya dengan bujukannya untuk menjauhi jalan Allah. Selama periode itu saya tidak menunaikan shalat atau puasa dan melanggar segala yang diharamkan oleh Allah seperti mabuk-mabukan, bermain perempuan, maupun lainnya.
Semua itu bahkan saya lakukan di bulan Ramadhan. Namun, Allah menunjukkan jalan dan memberikan kasih sayang kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya. Dua minggu sebelum masuk Ramadhan tahun ini saya bertaubat dan bertekad untuk mengganti puasa yang tertinggal selama lima bulan. Namun, saya tidak tahu bagaimana caranya.
Sebab masalah ini sepertinya lebih besar dari sekadar menebusnya dengan kafarat dan memberi makan orang miskin. Saya berharap Anda dapat menjelaskan masalah ini dengan gamblang terutama menyangkut cara mengganti bulan-bulan Ramadhan yang terlewati tanpa puasa dan perbuatan-perbuatan yang saya lakukan.
Apabila saya wajib mengqadha, bagaimana caranya? Apakah saya harus menunaikan puasa lima bulan berturut-turut dan memberi makan orang miskin, atau sebulan-sebulan? Berapa banyak orang miskin yang wajib diberi makan? Inilah masalah sulit yang sedang saya hadapi.
Saya berharap Anda dapat memberikan pencerahan agar saya mampu meniti jalan Allah hingga Hari Kebangkitan. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Menurut pendapat terkuat ulama, meninggalkan shalat dengan sengaja merupakan kekafiran terbesar yang dapat membuat pelakunya murtad dari agama Islam. Orang yang meninggalkan salat dan bertobat tidak diwajibkan mengqadha salat yang ditinggalkannya. Ia juga tidak wajib mengganti puasa Ramadhan yang tidak ditunaikannya.
Ia tidak wajib membayar kafarat atas maksiat yang dilakukan dalam kondisi itu. Dia hanya wajib bertobat dengan sungguh-sungguh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala berdasarkan firman-Nya,
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
“Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar.” (QS. Thaahaa: 82)
Dan,
وَالَّذِينَ لاَ يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلاَ يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَلاَ يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا (68) يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا (69) إِلا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),(68) (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina,(69) kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqaan: 68-70)
Hakikat tobat adalah menyesali dosa yang telah dilakukan, menjauhinya secara total, bertekad untuk tidak mengulanginya, dan mengembalikan hak-hak orang yang telah diambilnya (secara zalim).
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.