Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

berjabat tangan dengan saudara perempuan istri

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Berjabat Tangan Dengan Saudara Perempuan Istri

Pertanyaan

Seperti diketahui bahwa perempuan yang bukan mahram tidak boleh berjabat tangan dengan lelaki yang bukan mahram dan tidak pula untuk berkhalwat. Akan tetapi, apakah seorang lelaki boleh bersalaman yakni: berjabat tangan dengan saudara perempuan istrinya atau bibi-bibinya, dengan alasan mereka adalah mahram bagi dirinya sementara waktu. Dan apakah juga boleh berkhalwat dengan meraka atau tidak? Ini bagian pertama dari pertanyaan. Bagian kedua pertanyaan: Apakah hukum mahram sementara antara seorang lelaki dengan saudara perempuan istrinya dan bibinya sama dengan mahram sementara antara seorang lelaki dengan istri lelaki lain yang jauh darinya atau tidak? Berilah kami fatwa, semoga Allah memberi pahala kepada Anda.

Jawaban

Pertama: Tidak boleh bagi seorang lelaki berjabat tangan dengan saudara perempuan istrinya, saudara perempuan ayahnya dan saudara perempuan ibunya. Dan dia juga tidak boleh berkhalwat dengan salah seorang di antara mereka, karena mereka bukan mahramnya dan mereka menjadi mahramnya hanya sementara. Hal ini tidak cukup untuk menjadikan mereka seperti para mahram untuk bisa berkhalwat dan berjabat tangan.

Kedua: Jika mahram diketahui dengan nasab, persusuan, atau perbesanan maka mahram selamanya. Pada dasarnya mahram sementara tidak ada, yang ada hanyalah pengharaman sementara. Saudara perempuan istri dan bibinya bukan mahram bagi seorang lelaki. Hanya saja dia diharamkan menikahi salah seorang dari mereka selama dia masih ada ikatan pernikahan dengan isrtinya. Hal ini berdasarkan firman (Allah) Ta’ala,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ

” Diharamkan bagimu (mengawini) ibu-ibumu” (QS. An-Nisaa’: 23)

Sampai dengan firman-Nya,

وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الأُخْتَيْنِ

“Dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara” (QS. An-Nisaa’: 23)

Dan karena larangan Nabi shallallahu `alaihi wa sallam untuk menggabungkan antara seorang perempuan dengan saudara perempuan ayahnya dan perempuan dengan saudara perempuan ibunya. Adapun istri lelaki yang bukan mahram, maka diharamkan bagi yang bukan suaminya sementara waktu selama dia masih jadi istrinya.

Jika dia berpisah karena meninggal atau bercerai atau akadnya batal maka orang lain boleh menikahinya setelah masa idah habis, meskipun dengan istri sebelumnya selama dia bukan saudara perempuan atau bibi dari istri tersebut.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'