Pertama, seorang lelaki tidak boleh berduaan saja dengan saudari istrinya, walaupun dia memakai hijab. Mereka juga tidak boleh duduk bersama jika saudari istri tersebut tidak memakai hijab, walaupun tidak hanya berdua. Sebab, wanita itu bukan mahram lelaki yang disebutkan. Selain itu, berduaan saja dengannya atau duduk bersama saat dia tidak memakai hijab dapat mengakibatkan fitnah dan perzinaan.
Kedua, seorang istri tidak boleh berduaan saja dengan saudara suaminya, walaupun dia memakai hijab. Mereka juga tidak boleh duduk bersama jika wanita tersebut tidak memakai hijab, sekalipun suaminya ada beserta mereka. Sebab, dikhawatirkan timbul fitnah, dan karena hal tersebut dapat mendorong terjadinya perzinaan. Allah Ta’ala berfirman,
” Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.(30) Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 30-31)
Ada pula hadits Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam yang berbunyi,
“Seorang laki-laki tidak boleh berkhalwat bersama seorang perempuan yang tidak ditemani mahramnya.” dan hadits yang menjelaskan bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam ditanya tentang kerabat suami. Beliau bersabda, “Mereka adalah kematian.”
Ketiga, Allah Ta`ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk menjaga hal-hal yang dapat menguatkan ikatan antar anggota dan kelompok-kelompok keluarga tersebut. Allah memberikan perintah untuk menyambung silaturahim dan berbuat baik kepada para kerabat. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman,
” Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisaa’: 1)
Allah berfirman,
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat” (QS. An-Nisaa’: 36)
Allah juga berfirman,
“Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka” (QS. Al-An’aam: 151)
Dalam ayat lain, Allah berfirman,
” Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Israa’: 23)
Masih ada ayat lain dengan penjelasan yang sama. Telah diriwayatkan dari Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam, bahwa beliau bersabda,
“Seorang pemutus tidak akan masuk surga. Yaitu orang yang memutuskan silaturahim.” Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Beliau juga bersabda,
“Orang yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaknya dia menyambung silaturahim” Hadits riwayat Bukhari.
Beliau juga bersabda,
“Sesungguhnya Allah mengharamkan bagi kalian durhaka kepada para ibu dan mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan.” Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.
Masih banyak hadits lain yang mendorong untuk menyambung silaturahim, berpegang teguh dengan adab-adab Islam, berpedoman pada akhlak yang mulia, dan menjaga pergaulan yang baik. Dengan semua ini, maka hubungan antara keluarga dan para individunya akan menjadi kokoh dan kekuatan kaum Muslimin pun akan menyatu. Tanpa khawatir terjadi perpecahan, serta tanpa perlu melanggar adab Islami dan akhlak mulia.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.