Pelaku zina yang berstatus muhshan (sudah pernah menikah) dan mukalaf wajib dirajam sampai mati, demi mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam ucapan, perbuatan, dan perintahnya. Beliau pernah merajam Maiz, al-Juhaniyah, al-Ghamidiyyah, dan dua orang Yahudi. Hal ini sudah ditetapkan dalam beberapa hadits sahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ijmak para ulama dari kalangan sahabat, tabiin, dan generasi setelah mereka.
Tidak ada yang menentang hal ini selain mereka yang pendapatnya tidak dianggap. Telah diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim di dalam kitab Shahih mereka masing-masing, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, dari Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Sesungguhnya Allah mengutus Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan membawa kebenaran dan menurunkan kitab suci kepadanya.
Termasuk di dalamnya ayat tentang hukuman rajam. Kemudian, kami telah membaca, memahami, dan menguasainya dengan baik. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sendiri pernah menerapkannya secara langsung dan kami pun pernah mengamalkannya.
Saya khawatir kelak orang-orang akan mengatakan bahwa mereka tidak menemukan ayat tentang hukuman rajam dalam Alquran, sehingga mereka tersesat lantaran meninggalkan perintah yang telah Allah turunkan. Hukuman rajam yang ada dalam Alquran diperuntukkan untuk pelaku zina dari kalangan laki-laki dan perempuan yang telah berstatus muhshan, jika memang terbukti, terjadi kehamilan, pelakunya mengakui, dan seterusnya.”
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukuman rajam tidak boleh diganti dengan eksekusi mati menggunakan pedang atau tembakan. Sebab, efek jera dan peringatan dari hukuman rajam itu lebih kuat untuk mencegah terjadinya perbuatan zina yang merupakan dosa terbesar setelah perbuatan syirik dan membunuh orang bukan pada jalan yang dibolehkan Allah.
Selain itu, hukuman zina yang berbentuk rajam merupakan salah satu perkara yang sudah ditentukan oleh Allah, sehingga tidak ada lagi peluang untuk berijtihad dan berpendapat. Jika hukuman mati dengan menggunakan pedang atau tembakan diperbolehkan untuk pelaku zina yang berstatus muhshan, tentu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sudah melakukan dan menjelaskannya kepada umat, yang pastinya akan diikuti oleh para sahabat.
Wabillahittaufiq, wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.