Fatwa Ulama
Fatwa Ulama oleh al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'

anak temuan tidak mendapatkan warisan dari orang yang menemukannya

2 tahun yang lalu
baca 2 menit
Anak Temuan Tidak Mendapatkan Warisan Dari Orang Yang Menemukannya

Pertanyaan

Pada tahun 1370 ayah saya menemukan seorang bayi terbungkus kain di atas sebuah bukit di gurun yang dibanguni sebuah ruangan. Ayah saya telah mengambilnya dan menyelamatkan nyawanya. Ayah saya menyerahkannya kepada ibu saya. Ibu saya pun merawatnya. Ibu menimang dan menyusuinya, padahal waktu itu ibu sedang tidak punya anak. Ibu terus menyusuinya selama dua tahun. Anak ini tumbuh dan ayah saya menamainya dengan "Ma`tuq". Lebih dari itu anak ini besar dan dididik bersama kami, dan dia sudah menjadi seorang tentara dengan pangkat sersan. Sekarang ayah dan ibu saya telah berpulang ke rahmatullah. Ayah saya pernah berwasiat bahwa anak ini akan menerima warisan bersama keluarga, jika Allah memberinya hidayah. Mengingat anak temuan tersebut memperlakukan kami dan keluarga cukup baik, maka kami memohon kepada Allah, kemudian berharap agar kiranya Anda berkenan memberikan fatwa mengenai masalah yang telah disebutkan dan tentang hubungannya dengan para wanita, baik ibu saya yang telah menyusuinya selama dua tahun maupun wanita-wanita yang mempunyai hubungan keluarga dengan ibu saya yang menyusuinya? Apakah dia menjadi mahram bagi salah satu wanita tersebut atau tidak? Perlu diketahui bahwa anak tersebut tumbuh bersama kami hingga dia mendapatkan kartu tanda penduduk dan memperoleh pekerjaan. Saya berharap mendapatkan fatwa mengenai permasalahan warisan dan hubungan di antara kami. Semoga Allah senantiasa menjaga Anda.

Jawaban

Pertama, ayah dan ibu Anda patut mendapat apresiasi atas kebaikan yang mereka lakukan kepada anak temuan ini hingga dia tumbuh menjadi besar.

Kedua, susuan yang menyebabkan haram dinikahi adalah susuan sebanyak lima kali atau lebih dalam dua tahun. Jika anak ini menyusu ibu Anda seperti ini maka dia menjadi anak susuan ibu Anda dan suaminya, dan menjadi saudara sepersusuan dari anak-anak keduanya. Allah Ta`ala berfirman,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ

“Diharamkan bagimu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan” (QS. An-Nisaa’ : 23)

Sampai dengan firman-Nya,

وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ

“Saudara perempuan sepersusuan” (QS. An-Nisaa’ : 23)

Allah Ta`ala juga berfirman,

وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ

“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (QS. Al-Baqarah : 233)

Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi Shallallahu `Alaihi wa Sallam bersabda,

الرضاعة تحرم ما تحرم الولادة

“Susuan mengharamkan apa yang diharamkan oleh sebab hubungan darah.”

Dan disebutkan dalam hadits Aisyah Radhiyallahu `Anha, ia berkata,

كان فيما أنزل من القرآن: عشر رضعات معلومات يحرمن، ثم نسخن بخمس معلومات، فتوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم والأمر على ذلك

“Di antara ayat Alquran yang telah diturunkan berbunyi, ‘Sepuluh kali susuan tertentu menjadikan wanita haram dinikahi,” kemudian dinasakh (hukumnya dihapus) dengan ‘Lima kali susuan tertentu.’ Hingga Rasulullah Shallallahu `Alaihi wa Sallam wafat, masalah susuan seperti ini.”

Perlu diketahui bahwa satu susuan adalah ketika seorang bayi meraih payudara kemudian mengisap air susunya. Jika bayi itu melepaskannya kemudian dia kembali mengisap air susunya, maka itu terhitung susuan kedua. Begitulah seterusnya.

Ketiga, anak temuan tersebut tidak boleh dinasabkan kepada ayah Anda sebagai pengakuan bahwa dia anak ayah Anda.

Keempat, anak tersebut tidak mendapatkan warisan dari ayah Anda karena dia tidak termasuk ahli warisnya.

Kelima, jika terbukti bahwa ayah Anda berwasiat untuk anak tersebut dengan sepertiga atau kurang, maka itu dibolehkan. Anda seyogyanya menjaga hubungan silaturahmi dan bersikap baik kepadanya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.

Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam.

Oleh:
al-Lajnah ad-Daimah Lil Buhuts al-'Ilmiah wal Ifta'