Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz rahimahullah
————–
Shalat Istisqa seperti Shalat ‘Id. Shalat dua raka’at, pada raka’at pertama BERTAKBIR TUJUH (7) KALI, dan pada raka’at kedua BERTAKBIR LIMA (5) KALI.
(RAKA’AT PERTAMA) : Bertakbir Takbiratul Ihram, dan bertakbir enam (6) kali setelahnya, kemudian membaca do’a istiftah, kemudian membaca al-Fatihah dan surat yang mudah baginya, kemudian ruku’, bangkit dari ruku’, kemudian sujud dua kali. Lalu berdiri untuk raka’at kedua.
(RAKA’AT KEDUA) : Juga dikerjakan seperti shalat ‘Id, ketika sudah berdiri tegak (setelah bangkit dari sujud, pen) dia bertakbir lima (5) kali, kemudian membaca membaca al-Fatihah dan surat yang mudah baginya, … (dst), kemudian membaca at-Tahiyyat, bershalawat kepada Nabi, lalu berdo’a dan salam, mirip dengan shalat ‘id.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mengerjakan shalat Istisqa seperti ketika beliau shalat ‘Id.
Kemudian bangkit berkhutbah sekali khutbah. Dalam khutbah tersebut :
menasehati, mengingatkan, dan memperingatkan umat manusia dari sebab-sebab maksiat dan sebab-sebab terjadinya kekeringan. Memperingatkan mereka dari berbagai maksiat karena itu merupakan sebab terjadi kekeringan dan sebab tertahannya hujan, sekaligus sebab datangnya hukuman (dari Allah, pen). memberikan dorongan kepada umat manusia untuk bertaubat dan beristighfar. Membacakan kepada mereka ayat-ayat dan hadits-hadits tentang hal tersebut. lalu berdo’a kepada Allah dengan mengangkat kedua tangannya. Para makmum juga mengangkat kedua tangan berdo’a, memohon kepada Allah datangnya hujan yang bermanfaat.
Di antara bentuk do’anya :
«اللهم أغثنا، اللهم أغثنا، اللهم أغثنا » ثلاث مرات
Ya Allah berilah kami hujan bermanfaat, Ya Allah berilah kami hujan yang bermanfaat, Ya Allah berilah kami hujan yang bermanfaat. [HR. al-Bukhari 1014]
«اللهم اسقنا غيثا مغيثا، هنيئا، مريئا، غدقا، مجللا، سحا، طبقا، عاما، نافعا، غير ضار، تنمي به البلاد، وتغيث به العباد، وتجعله يا رب بلاغا للحاضر والباد »
“Ya Allah turunkanlah air kepada kami, hujan yang bermanfaat dan memberi manfaat, yang tenang dan nikmat, turun dengan deras, merata, berlimpah ruah, cocok/sesuai, menyeluruh, bermanfaat tidak berbahaya, dengannya negeri menjadi subur dan para hamba mendapatkan pertolongan, jadikanlah hujan tersebut – Ya Rabbi – mencukupi bagi penduduk kota maupun pedalaman.” [ lihat Majma’ al-Fawaid 2/250 ]
Ini di antara do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam .
اللهم أنبت لنا الزرع، وأدر لنا الضرع، واسقنا من بركاتك
“Ya Allah tumbuhkanlah tanaman untuk kami, penuhkanlah untuk kami susu perahan, dan turunkanlah air kepada kami dari barakah-Mu.”
Hendaknya kita meminta dengan sangat dalam do’a kita dan terus mengulang-ulang do’a :
اللهم اسقنا الغيث، ولا تجعلنا من القانطين
“Ya Allah siramkanlah kepada kami hujan yang bermanfaat, dan janganlah Engkau jadikan kami termasuk orang-orang yang berputus asa.”
Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
Kemudian MENGHADAP KIBLAT di tengah-tengah do’a, beliau menghadap kiblat dengan tetap mengangkat kedua tangannya, dan melanjutkan do’anya antara beliau dengan Rabb-nya dan tetap mengangkat tangan. Lalu beliau turun. Para makmum juga demikan, mengangakat kedua tangan dan berdo’a bersama imam. Ketika imam menghadap kiblat juga demikan, para makmum berdo’a juga antara mereka dengan Rabb mereka, mengangkat kedua tangan.
Termasuk sunnah : memindah letak rida’ (baju luar atas) di tengah-tengah khutbah ketika sedang menghadap kiblat.
Mengganti/memindahkan posisi rida’, yang tadinya di sebelah kanan dipindah ke kiri, jika memang dia mengenakan rida’ atau jubah luar, jika jubah luar maka di balik, jika tidak mengenakan apa-apa di atasnya maka qutrahnya yang di balik posisinya.
Para ‘ulama menjelaskan (hikmah membalik rida’ tersebut, adalah dalam rangka) mengharap nasib baik agar Allah mengganti dari kekeringan menjadi subur, dari kondisi sempit menjadi lapang, karena terdapat riwayat hadits secara mursal dari Muhammad bin ‘Ali al-Baqir :
«أن النبي صلى الله عليه وسلم حول رداءه ليتحول القحط »
“Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam memindahkan/mengubah letak rida’-nya agar kekeringan juga berganti.” (riwayat ad-Daraquthni, al-Hakim).
Yakni berharap nasib baik (tafaa’ul).
Maka sunnah yang berlaku untuk kaum muslimin juga demikian.
…………………………………………
Adapun (memohon hujan) pada Khutbah Jum’at, maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam TIDAK MEMINDAHKAN RIDA’. Beliau berdo’a meminta hujan ketika Khutbah Jum’at. Minta hujan bisa dalam Khutbah Jum’at bisa juga dalam Khutbah ‘Id, bisa juga dalam kesempatan-kesempatan lain, baik ketika duduk di rumah atau di pasar tidak mengapa. Do’a memohon hujan bisa dilakukan oleh individu maupun kelompok.
Namun, apabila dilakukan dengan cara shalat dua raka’at (yakni shalat Istisqa’), maka hendaknya :
1. keluar ke tanah terbuka,
2. shalat berjama’ah seperti pelaksanaan shalat ‘Id,
3. lalu berkhutbah setelah itu,
4. berdo’a dan memindahkan posisi rida’-nya, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tatkala pada posisi menghadap kiblat.
……………………………
Boleh juga berkhutbah sebelum shalat, kemudian shalat (Istisqa). Datang riwayat dari Nabi dengan ini dan itu :
Terdapat riwayat bahwa beliau berkhutbah sebelum shalat, dan terdapat riwayat bahwa beliau berkhutbah setelah shalat seperti pada shalat ‘Id. Jika khutbah sebelum shalat, maka seperti shalat Jum’at. Semua cara tersebut dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau melakukan ini (cara pertama) dan itu (cara kedua).
………………………
Yang menjadi tujuan utama adalah berdo’a dan memohon dengan sangat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengangkat keluhan kepada-Nya agar menghilangkan kegentingan dan kekeringan serta berharap turunnya pertolongan dan hujan dari-Nya.
……………………………
terdapat riwayat pada sebagian hadits bahwa cara pelaksanaan dengan tiga kali rukuk (dalam satu raka’at, pen), ada juga dengan empat kali rukuk, ada juga dengan lima kali rukuk. Namun riwayat YANG PALING SHAHIH dan PALING KUAT menurut para pakar peniliti hadits dari kalangan para ‘ulama, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam shalat dua raka’at dengan dua kali rukuk saja (yakni masing-masing raka’at sekali rukuk, pen), dengan dua kali rukuk dan dua kali membaca al-Fatihah.
dinukil dari :
Fatawa Nur ‘ala ad-Darb 13/399
Sumber : Majmu’ah Manhajul Anbiya